C H A P T E R - 02

454 40 13
                                    

"Plan, aku rasa kita perlu bicara."

Hening.

Title terkejut dengan apa Mean ucapkan. Plan apalagi. Dia diam-diam sudah mencubit beberapa bagian tubuhnya yang tertutup, berusaha membuatnya sadar andai ini mimpi.

Tapi ternyata semuanya nyata. Plan merasakan sakit karena cubitannya sendiri. Untung dia bisa menahan jeritan kesakitan yang bisa saja keluar karenanya.

"Bagaimana, Plan? Kau mau..."

"Maaf, Tuan Phiravich. Tapi aku yang lebih dulu punya keperluan dengan Plan. Bisakah kau mengantri? Setelah sesi wawancara ini, silahkan bawa dia kemana pun kau mau." Title menyela.

Mean menatap Plan, dijawab Plan dengan sebuah anggukan.

"Kau tidak ada kelas nanti?" Plan diam.

"A-aku bisa bolos," ucapnya pelan. Mean tertawa. Tapi tidak melarang Plan untuk membolos. Karena Plan membolos bersamanya.

"Kalau gitu, aku juga akan membolos bersamamu. Silahkan tanya, Tuan Kirati." Plan ingin protes, tapi tidak jadi karena didahului oleh suara Title.

"Ehem," Title berdehem. Sengaja membuat keadaan menjadi lebih serius.

Dia mengeluarkan ponselnya, membuka aplikasi recorder. Menyalakannya, kemudian mengarahkannya ke dekat mulut Plan. Berasa wawancara sungguhan, serius.

"Siapa nama temanmu yang mirip wortel itu?"

"Err... Earth Katsamonnat Namwirote."

"Tanggal lahirnya?"

"1 November."

"Makanan kesukaannya?"

"Aku tidak tau."

"Permisi?"

"A-aku benar-benar tidak tau! Aku baru berteman dengannya empat bulan yang lalu. Aku akan tanya jika nanti bertemu." Mata Title menyipit penuh curiga. Mencari tau apakah Plan berbohong atau tidak.

Hm... Sepertinya tidak.

"Kalau begitu. Aku akan menemuimu lagi, nanti. Sekarang aku pergi. Silahkan nikmati waktumu, Tuan Phiravich dan calon pasangannya. Haha~" Title pergi sambil tertawa. Meninggalkan Mean yang juga tertawa dan Plan yang tersipu dengan pipi yang memerah, malu.

Kemudian mereka pergi dari kantin. Berjalan beriringan sesuai arah yang Mean tunjukan. Meski sesekali ada percakapan, suasana canggung tetap terasa karena Plan yang masih malu untuk berinteraksi dengan Mean.

"Plan, aku tau kau bukanlah seseorang yang pemalu. Bahkan cenderung banyak bicara. Kenapa denganku kau hanya diam saja, hm?" Mean bertanya, menatap Plan yang berjalan di sampingnya.

Ditanya seperti itu membuat Plan gelagapan. Tidak mungkin, kan, kalau dia bilang dia mendadak diam dan jadi pemalu karena memendam perasaan pada Mean? Bisa saja sebenarnya, tapi Plan takut Mean akan langsung menjauhinya karena merasa tidak nyaman.

Belum saatnya, terlalu tiba-tiba jika Plan menyatakan cintanya pada Mean sekarang. Mereka bahkan baru saling mengenal beberapa menit yang lalu. Plan butuh waktu. Untuk menyesuaikan keadaan dan memupuk keberanian.

"A-aku merasa tidak pantas berjalan di sampingmu. Banyak yang menatapku dengan tajam, tadi." Plan mengadu. Bibirnya tanpa sadar mengerucut lucu.

Mean tertawa. Mengangkat tangannya untuk mengacak-acak rambut Plan yang lebih pendek darinya.

"Jangan dipikirkan," ucapnya. Tapi tidak berdampak apa-apa pada Plan karena dia justru semakin memikirkannya. Bukan memikirkan orang-orang yang menatapnya dengan kebencian, tapi memikirkan hal yang baru saja Mean lakukan.

Fall With His Obsession ㅐ meanplan'حيث تعيش القصص. اكتشف الآن