Prolog

102K 4.3K 80
                                    

Check out my new story called Moment on my profile, Guys! It'll be fun.

© Copyright 2014 by wulanfadi

All Right Reserved

Prolog

Tangan Stella dengan tangkas mengambil remote TV dari genggaman Daniel dan mematikan TV yang menyala, memberitakan tentang perceraian dua artis besar kemarin sore. Tanpa memperdulikan sorot marah Daniel, Stella mengambil keping keripik kentang dan kembali membaca novel fiksinya.

"Kamu milih siapa, Stell?" tanya Daniel dengan mata masih menyorot Stella. "Kalo aku, aku milih ..."

Stella dengan cepat memotong. "Jangan bilang kayak gitu, kayak semuanya tuh biasa aja buat kamu."

"Cerai, maksud kamu?" Daniel menghela napas, menyugar rambut hitam legamnya ke belakang dengan ekspresi muram. Ia melihat Miiko, kucing kesayangan Stella, seolah posisi tidurnya lebih menarik daripada raut wajah adiknya. Daniel tau Stella marah, sedih dan kecewa. Hanya Daniel yang diberitau tentang perceraian orangtuanya sebelum hal itu terjadi. Sementara Stella, tanpa persiapan, dan dengan berita baik bahwa dia berhasil lolos audisi tanpa bantuan popularitas orangtuanya, harus menerima berita buruk ini.

Sudah jelas Stella marah, pikir Daniel. "Stell, Mama sama Papa juga gak mau cerai, tapi ..."

Untuk kesekian kalinya, Stella memotong. Kini lebih pahit, seperti racun yang dalam sekejap membunuh. "Tapi mereka cerai."

"Mereka udah gak saling cinta," Daniel masih berusaha. Setidaknya, Daniel ingin Stella melihat ke sisi yang baik. Meski sepertinya sulit dilihat dari sifat adiknya. "Mereka udah berusaha, tapi mereka gak bisa. Mereka gak mau bilang ini ke kamu, karena tau kamu bakal sakit hati."

Stella menaruh bungkusan keripik kentang di samping sofa, memberi wajah datar pada kakaknya yang tertegun. Tidak ada setitik pun air mata yang Stella keluarkan sejak dua belas jam lalu Daniel membawa berita buruk itu. Stella hanya berucap "oh" pelan dan masuk ke dalam kamarnya, kembali ke ruang tengah dengan baju piyama dan keripik kentang. Daniel hanya melihat kelakuan adiknya dengan ekspresi muram, tau hal itu akan terjadi.

Tapi sekarang, setelah Daniel punya keberanian untuk menjelaskan, meski hanya sedikit, air mata itu keluar dari pelupuk kiri mata Stella. Hanya setitik.

Adiknya jarang menangis.

"Kalo mereka masih sayang aku, sebagai anaknya, bukan kamu yang ngejelasin hal ini ke aku, Dan," kata Stella, tenggorokannya tercekat. Ia berdiri dan memalingkan wajahnya sehingga Daniel tidak melihat air mata lagi. "Aku pergi ke rumah Gean."

.

"Stell, gue denger berita di TV dan ..." baru saja Gean berbicara, namun Stella sudah menyelip masuk ke dalam rumah sahabatnya seraya memotong ucapan Gean.

"Dan gue mau main PS di rumah lo, selama mungkin," potong Stella, menaruh kunci mobil Ford miliknya di sembarang tempat. Gean mengambil kunci itu, tau Stella akan marah-marah jika kunci itu hilang. Meski Stella sendiri malas menaruh dengan baik kunci tersebut.

Selama tujuh tahun bersahabat dengan Stella, Gean tidak pernah menyangka anak dari dua artis papas atas itu memiliki temperamen yang bisa dikatakan memusingkan. Gean kecil selalu menyangka Stella itu malaikat. Dan sejak mengenal lebih dekat, Gean paham bahwa Stella memang malaikat, dengan hati iblis.

Sekarang, setelah Stella tidak menerima panggilan teleponnya entah berapa puluh kali, dengan seenaknya dia menyergap rumahnya, mengambil sekantung keripik kentang di kulkas dan mulai memainkan Mario Kart dengan mata terpancang pada layar TV.

FixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang