Bittersweet Snippet: The Day After (2)

Start from the beginning
                                        

"Kamu nggak mau lihat langit?"

"Enggak. Aku mau dengar Kak Jihoon nyanyi aja deh. Lagu yang tadi, dinyanyiin pakai gitar boleh ya?"

"Okay, deal." Jihoon menjemur handuknya di balkon sebelum kembali masuk dan menyambar gitar akustiknyaㅡmembawanya ke atas tempat tidur di mana Selin sudah menunggu. "Mau pesen makan dulu?"

"Enggak mau."

Jihoon mengusak rambut Selin sekilas sebelum memetik gitarnya, langsung menuju tengah lagu. Selin hendak memprotes namun ia tahan lantaran Jihoon menatapnya lembut sembari melantunkan kalimat demi kalimat dalam lagu tersebut.

"When we weren't over as I held onto whatever was left, you let go of me as I refuse. Although I don't want to see you, I miss you. Although I hate you, I miss you. I don't understand myself as well..."

Tanpa sadar, Selin berurai air mata. Bibirnya mengerucut dan matanya memicingㅡmemprotes Jihoon karena sudah membuatnya menangis dengan pemilihan kata yang indah.

"Kak Jihoon kayak orang yang lagi punya masalah berat deh. Nyanyinya bener-bener," keluhnya sambil mengusap pipinya kasar. "Kenapa benci kalau kangen?"

"Kan udah kujawab juga tuh di akhir? I don't understand myself as well." Jihoon menurunkan gitarnya. "Rumit ya? Ribet. Ya gitu, perasaan manusia."

"I don't think so."

"Hmm?"

"Sebenernya, aku enggak tahu gimana dengan orang lain. Tapi bagiku, kita cuma tinggal ngikutin aja, sih, Kak? Kayak ... kalau lagi senang ya diungkapkan, kalau lagi sedih ya ditumpahkan, kalau lagi kangen ya sampaikan, lagi marah ya diskusikan. Kalau bisa begitu, nggak harus ngaku benci padahal diam-diam kangen."

"Mungkin balik lagi ke diri masing-masing," Jihoon mengangkat bahu. "Kamu tahu aku bukan tipikal orang yang kayak gitu."

"Bener juga." Selin mendesah pelan, memutar bola matanya geli. "Kamu nggak bagus menyampaikan emosi-emosi itu secara langsung, Kak. Tapi kamu selalu menyampaikannya dengan keren lewat musik."

"Maksudnya?"

"Jangan dikira aku nggak sadar ya," Selin mencebik. "Lagu-lagu yang ada di dalam komputer itu sebenernya persis banget sama buku harianku. Bedanya, Kak Jihoon tulis pakai lirik yang puitis ditambah musik yang keren aliasㅡsama aja curhat!"

"Sok tahu."

"Beneran. Ayo jujur!"

"Bukan."

"Ih," Selin menepuk lengan kanan Jihoon setengah kesal. "Ya udah, aku nggak maksa ngaku. Tapi, singkirin dulu gitarnya."

Jihoon menggeser gitarnya, memindahkannya dari atas paha ke samping. "Mau ngapain?"

"Mau peluk." Selin menghambur ke arah Jihoon, melingkarkan lengannya di leher kekasihnyaㅡmencium pipi Jihoon sekilas. "Lagu itu karyanya Kak Jihoon yang paling baru kan? Terakhir aku ke sini, lagu itu belum ada. Liriknya sedih, musiknya sedih, dan Kak Jihoon habis nangis tadi sebelum aku datang."

Jihoon hanya bisa menggumam tidak jelas, pelukan Selin terlalu kuat.

"Kalau Kak Jihoon lagi melewati hari, minggu, bulan, atau bahkan tahun yang beratㅡsumpah, tapi amit-amit jangan sampai ya, Kakㅡboleh banget bilang sama aku. Kak Jihoon bisa cerita sama aku. Meskipun mungkin aku nggak punya solusi, tapi aku punya telinga yang bisa mendengar dan lengan yang bisa kasih pelukan kayak gini. Aku nggak tahu, sih, apa ini bisa bikin Kak Jihoon merasa baikan tapiㅡ"

Selin berhenti, karena Jihoon baru saja membalas pelukannya jauh lebih erat. Kepalanya ia usakkan ke ceruk leher Selin, mencari posisi paling nyaman.

"ㅡtapi," Selin tidak bisa bohong, jantungnya berdebar kencang sekarang. "Tapi ... pelukan papa, mama, dan Kak Seungcheol selalu bisa bikin aku merasa lebih tenang. Jadi ... aku mau Kak Jihoon bisa ngerasain hal yang sama. Ya, Kak?"

Sebagai jawaban, Jihoon mengeratkan pelukannyaㅡlagi. Kemudian, mengecup sedikit. "Thank you."

"Janji ya? Jangan sedih sendirian. Free hug, buat Kak Jihoon yang paling lucu. Meskipun aku suka peluk, tapi aku nggak mau keseringan kasih peluk dengan alasan sedih ya. Semoga, Kak Jihoon selalu bahagia. Jadi, semua pelukan yang kita bagi nantinya adalah pelukan penuh sukacita."

Jihoon mengangguk.

Kemudian, sisa hari itu mereka habiskan dengan tidur sore dalam pelukan masing-masing.

•••

Jihoon tidak mengerti mengapa lagi-lagi Selin datang berkunjung ke dalam mimpi. Bukan ia tidak bersyukur, tapi ini menyedihkan. Mimpi-mimpi itu datang bagai kaset berisi kenangan lama yang diputar kembali dan membuat dadanya terasa semakin sesak. Mimpi-mimpi itu, adalah potongan momen yang pernah ia bagi bersama Selin, jauh sebelum kekasihnya dipanggil Tuhan.

Iya, jauh sebelum Selin pergi dan tidak bisa lagi merealisasikan ucapannyaㅡuntuk terus mendengar, untuk terus memeluknya.

•••

Selain Bittersweet, kalian mau snippetnya siapa? 🤪🤪🤪

SEVENTEEN Imagine SnippetsWhere stories live. Discover now