Bittersweet Snippets: The Day After

Start from the beginning
                                        

Oh, pantes, Seungcheol.

"Boleh."

"Kalau minta cium dikasih juga nggak, Kak?"

Jihoon terkekeh. Sedetik kemudian dia menunduk dan mengecup puncak kepala Selin dengan lembut. Cukup lama hingga wangi shampoo terasa familiar di indera penciumannya. Kali ini, strawberry.

"Bukan di situ, Kak, kayak anak TK aja." Selin tertawa, kemudian mendongakkan kepalanya dan menyentuh bibir Jihoon dengan telunjuk kirinya. "Di sini."

"Kamu lagi sedih ya?" tanya Jihoon pelan sembari menarik turun jari Selin dari bibirnya. "Cerita aja, aku nggak keberatan mendengarkan."

"Enggak apa-apa, abaikan aja, Kak." Selin mengulas senyum. "Aku memang suka banyak mau dan ranㅡ"

Cup.

"ㅡdom. KAKㅡIH."

"Katanya tadi mau cium?"

"Aku kan bercanda," ujar Selin malu-malu, wajahnya sudah terlampau merah sekarang. "Udah ya, Kak, tidur aja. Jangan ditanggapin kalau aku ngomong aneh-aneh apalagi minta aneh-aneh kayak barusan."

"Selin."

"Ya?"

"Mau hadiah apa buat ulang tahun?"

"Masih lama banget, Kak, besok aja kalau udah dekat jadi Kak Jihoon masih ingat. Kalau aku bilang sekarang, nanti Kak Jihoon lupa lagi dan aku sedih karena udah berharap."

Jihoon menghela napas beratㅡtahu bahwa ia tidak memiliki argumen balasan untuk menanggapi kekecewaan tersirat yang dilontarkan Selin. Ia terlalu sering melupakan dan mengabaikan banyak hal sementara perempuan itu terlalu polos dan jujur pada perasaannya. Kalau senang, ia bilang senang. Kalau marah, ia bilang marah. Kalau kecewa, ia juga akan bilang kecewa.

Seharusnya, Jihoon bilang maaf sekarang. Tapi kata-kata itu selalu menggantung di ujung bibirnya seolah enggan dilepaskan. Meski begitu, ada sesak dalam dadanya ketika berpikir sejauh ini. Ketika berpikir ... berapa kali ya, ia sudah mengecewakan Selin? Meski hampir selalu jujur, Jihoon yakin ada beberapa momen yang sengaja Selin tahan dan pendam tanpa pernah dilontarkan.

"Kak," panggil Selin pelan, kepalanya sudah ia tarik mundur dari ceruk leher Jihoon. "Kakak marah? Maaf ya, aku ... harusnya nggak ngomong gitu ya?"

Kan.

Bahkan ketika jelas-jelas Jihoon yang bersalah, Selin yang meminta maaf.

"Enggak." Jihoon menggeleng, kembali mengusap puncak kepala dan punggung Selin perlahan sembari mengeratkan pelukannya. "Lagi mikir enaknya apa ya yang mau dikasih, yang berguna tapi nggak semua orang punya."

"Kak Jihoon."

"Apa?"

"Kak Jihoon berguna tapi nggak semua orang punya, soalnya Kak Jihoon cuma punya aku." Selin tertawa pelan. Mau tidak mau, Jihoon ikut mengulas senyum tipis. Bukan karena terpaksa, melainkan karena tidak menyangka akan mendapat jawaban semacam itu. Agak cringe, benar. Tapi ini Selin yang bilang, jadi, Jihoon baik-baik saja. "Sebenernya, Kak Jihoon ada di sini aja aku udah seneng. Aku nggak minta apa-apa lagi, aku nggak minta banyak. Aku cuma mau Kak Jihoon."

"Padahal dulu yang kamu kejar-kejar sampai muterin lapangan sekolah Jung Jaehyun."

"Kak!" seru Selin terkejut, tangan kirinya refleks memukul pelan dada Jihoon di depannya. "Malu banget tahu, jangan dibahas lagi dong. Biarin aja jadi sepenggal kisah masa lalu."

Jihoon tertawa. "Padahal, Jaehyun sama aku beda jauh. Kenapa kamu mau sama aku?"

"Ada persamaannya," ujar Selin. "Namanya sama-sama dimulai pakai huruf J."

SEVENTEEN Imagine SnippetsWhere stories live. Discover now