Beti dan Kiki serta temannya, sudah pulang. Kini ia tinggal sendiri di dalam kamar kostanya yang terbilang sederhana dan siap huni. Beruntung juga tabungannya masih cukup untuk menyewa kamar kost di daerah kawasan perkantoran yang biaya sewanya terbilang 'mahal' setidaknya tempatnya ini nyaman untuk ia tinggali sampai... entahlah, ia tidak tahu sampai kapan ia di sini.

Ia melihat jam di nakas menunjukkan pukul tujuh malam.

Clara berniat keluar untuk ke minimarket, membeli keperluan. Kebetulan ia juga lapar. Memasak sendiri di sini, tidak buruk, karena kostanya menyediakan dapur mini yang memang letaknya di dalam, kamar mandi juga dibatasi sekat dinding antara kamar, dapur dan kamar mandi.

Sedikit menghemat kalau memasak sendiri. Uangnya ia akan gunakan untuk membayar hutangnya di perusahaan Aga dan biaya Aldito masuk ke Universitas.

Clara keluar dari kamar kostan-nya dan ia tadi sempat melihat ada minimarket di seberang jalan tak jauh dari tampat kostnya ini yang hanya di huni lima kamar saja.

.

Setelah membayar semua kebutuhan yang ia beli, Clara keluar dari minimarket tersebut dengan menenteng kantong belanjaan. Setelah beberapa langkahnya keluar dari minimarket, melewati parkiran dan saat itu tubuhnya merasa terhuyung.

Sesuatu menabraknya. Bukan sesuatu, lebih tepatnya itu seseorang menabraknya dari belakang hingga belanjaannya terjatuh bersamaan dengan belanjaan orang tersebut.

“Astaga! Maaf... Maaf.” ucap seseorang itu. Seorang pria.

Clara belum sempat melihat ke arah orang itu. Ia menunduk untuk memasukkan kembali belanjaannya yang keluar dari kantong.

“Aduh, kamu nggak apa-apa kan?” tanya suara maskulin itu lagi.

Clara mengangguk dan menatap pria itu yang rupanya ikut berjongkok jug untuk mengambil barangnya yang terjatuh dari kantong belanjaan.

Menurut Clara, pria itu termasuk...tampan dan... type pria yang sangat mudah digemari oleh wanita. Apalagi dengan style kantoran-maskulin seperti ini. Pria ini memakai jas formal yang melapisi kemeja toscanya.

Sangat menarik untuk menjadi santapan wanita-wanita yang 'normal' diluaran sana. Batin Clara. Tapi baginya, itu tidak mempan. Pria ini playboy, kalau Clara boleh menambahkan ia bisa merasakan dari aura pria ini.

“Maaf apa anda—“

“Em... saya nggak apa-apa.” jawab Clara kembali fokus pada belanjaannya dan tanpa ia duga matanya dengan cepat menangkap sesuatu barang dan ia yakini itu bukan miliknya, melainkan milik pria itu.

Apalagi kalau bukan...kondom.

Clara secara tidak sadar dengan cepat ia menatap pria itu, dan ternyata pria itu sepertinya tahu arti pandangan mata Clara. Pria itu hanya nyengir padanya.

“Ini milik temanku...” jawab pria itu dengan tersenyum-manis-menawan dan tanpa rasa bersalah. Ulangi ya, tanpa rasa bersalah. Hell!

Clara tidak terkejut. Melihat sosok pria di depannya ini saja, ia sudah tahu gelagat pria ini.

Ia kemudian berdiri setelah semua belanjaannya masuk ke dalam kantong. Kemudian tersenyum samar ia pamit pada pria ini.

Di tempat yang sama, tak jauh dari minimarket tersebut. Sebuah mobil berhenti di tepi jalan. Sosok yang masih berada di dalam mobil itu menggerutu kesal dan sesekali ia melirik arloji di tangannya.

“Tsk! Lama sekali sih, Fabian!” gerutunya kemudian ia dengan cepat ia keluar dari mobil untuk menyusul temannya itu ke dalam minimarket.

Saat ia akan masuk ke dalam area parkir yang letaknya memang di depan minimarket tersebut, kakinya mendadak kaku dan berhenti saat matanya menangkap sosok yang tengah jongok untuk memunguti belanjaannya yang terjatuh.

Still YouWhere stories live. Discover now