One Shot - Miya Atsumu

78 11 0
                                    

(A/n: maaf ya kalo bakal cringe ini wkwkwkwk but i tried my best. Please enjoy~)

"Gue gasuka lo deket-deket sama cowok selain gue." Kata lelaki berambut blasteran coklat gelap dan kuning tua dengan nada frustasi. (Name) yang tengah terjebak diantara lengan cowok bertubuh tinggi dan dinding di belakangnya mendecakkan lidah dengan kesal. Enggan menatap kedua mata coklatnya. "Liat gua!"

Gadis itu benar benar tersentak ketika mendengar Atsumu berteriak padanya. Ia menarik napas sejenak sebelum melemparkan penjelasan pada lelaki yang notabene nya adalah kekasihnya itu. "Berapa kali gua bilang kalo mereka itu cuma temen?!  Plis, stop ngontrol hidup gue."

"Cuma temen tapi tingkah lo kek cewe murahan." Seketika dada (Name) terasa sesak mendengarkan kalimat yang keluar dari mulut Atsumu. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya sembari menggigit lidah, menahan supaya emosinya tidak meledak dan memicu keributan. Sementara lelaki di hadapannya menatap (Name) dengan tatapan yang mengintimidasi. Selang lima detik tidak ada jawaban apapun dari (Name). "Oi-"

"Gue mau putus." Kata (name) dengan suara pelan.

"Hah? Lo bilang apa?"

"Gue mau putus!" Kali ini gadis itu meninggikan suaranya. Kedua matanya telah bertemu dengan si pemilik netra coklat. Dengan air mata yang mengancam membasahi pipi, (Name) berusaha untuk tidak menunjukkan sisi lemahnya kepada kekasihnya itu. Atsumu menatap wajah (Name) dalam dalam selama beberapa detik sebelum menolak permintaannya dengan tegas. "Pokoknya gue mau putus! Gue udah capek ngadepin  lo yang bener-bener posesif! Lepasin gue."

Alih alih membiarkan (Name) pergi, Atsumu malah menyudutkan gadis itu kembali, kali ini ia bahkan tak bisa bergerak dari cengkeraman Atsumu. "Engga, engga.. gua gamau." Kata lelaki yang kemudian menyandarkan wajahnya di pundak (Name). Gadis itu bisa merasakan napas berat milik Atsumu yang setiap detik menyentuh  tulang selangkanya. Sikapnya berubah drastis, ia terlihat rentan saat ini, tapi hal itu tidak akan membuat (Name) menggoyahkan keputusannya. Ia sudah lelah dengan kisah cintanya bersama Atsumu. Satu tahun berpacaran membuatnya  tersiksa lantaran Atsumu benar-benar sosok yang posesif terhadap dirinya. Ia selalu melarang (Name) untuk menatap, berbicara, apalagi keluar dengan lelaki selain dirinya. Hidup (Name) seperti berada ditangan pria bersurai blasteran itu. Gadis itu mengulang kembali memori ketika ia berusaha untuk mendapatkan hati Atsumu. Sebenarnya apa yang dilihatnya dari Atsumu saat itu? Mengingat semua ini membuatnya menyesali keputusan untuk memacari kakak dari Osamu Miya itu. Seandainya ia bisa sedikit lebih peka terhadap sifat ekstrim nya ini, mungkin (Name) akan selamat dari hubungan tidak sehat yang ia jalani bersama Atsumu Miya.

Tak lama kemudian, terdengar suara isakan tangis dari sisi kirinya. Pundaknya terasa basah. "Lo nangis?" Seketika (Name) merasa  bersalah terhadap Atsumu. Ia tak pernah sekalipun melihat Atsumu menunjukkan sisi lemahnya seperti saat ini. Gadis itu terlihat panik, ia ingin menyentuh lembut surai kuning tuanya dan membisikkan kata maaf di telinga pria itu. Akan tetapi, saat ini kedua pergelangan tangan mungilnya dikunci erat-erat oleh tangan besar milik Atsumu di dinding tempat (Name) bersandar. (Name) kembali di hantui rasa sesal telah membuat kekasihnya itu menangis. Tapi Hey! Ia harus ingat, sudah berapa kali Atsumu menyakiti hatinya dengan perilaku posesifnya? Tidak. (Name) harus bersikap tegas saat ini. Ia harus menyingkirkan empatinya dan mendahulukan keputusan tepatnya. Sekarang bukanlah waktunya untuk mundur dan dengan berat hati, (Name) meminta Atsumu untuk melepaskan pelukannya.

"Lepasin atau gue teriak." Ancam (Name). Atsumu akhirnya melepaskan kekasihnya itu dan tanpa pikir panjang (Name) segera melangkahkan kaki dari hadapannya. Kakak dari Osamu Miya itu terlihat murung, kepalanya tertuju ke tempat ia berpijak. Sungguh, Atsumu tidak pernah merasakan sesuatu sesakit ini. Selain benci dengan kekalahan, ia juga benci jika (Name) meninggalkan dirinya.

The Fault in Our ShitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang