2

19.3K 1.9K 438
                                    

"Kita ke supermarket dulu ya, Namu. Membeli popok untuk Binnie"

"Ya"

Hanya ada tiga orang di dalam mobil itu. Seorang pria dewasa, satu wanita dewasa dan sesosok bayi yang tengah terlelap.

"Sayang"

"Heum?"

"Jangan melakukannya lagi ya?"

Si wanita yang berstatus sebagai seorang istri itu mengerutkan keningnya bingung.

"Aku melakukan apa memangnya, Namu?"

"Tiba-tiba datang dengan Soobin. Jangan melakukannya lagi"

"Kenapa?"

"Kasihan Soobin. Masih terlalu kecil untuk dibawa keluar"

Ah, begitu rupanya. Yang awalnya si wanita ingin marah karena dilarang-larang, namun akhirnya bisa menerima juga. Alasan yang logis menurutnya.

"Aku hanya ingin membawa Binnie jalan-jalan sebenarnya. Tapi karena sudah terlalu siang, jadi sekalian ke kampusnya Namu"

"Baiklah"

Hingga tak lama, mereka akhirnya tiba di tempat yang dituju. Sebuah supermarket besar tak jauh dari posisi awal mereka.

"Biar kugendong"

Sang suami mengambil alih si bayi, sementara sang istri mengambil trolley untuk belanja harian.

Mulai berjalan beriringan ke arah deretan rak tinggi menjulang di kanan dan kiri mereka.

Dengan visual dan proporsi tubuh semampai mereka, tak jarang beberapa pasang mata mencuri lirik ke arah mereka. Sekedar mengagumi dengan lirikan kecil mereka.

"Wah, untuk anaknya ya?"

Si wanita hanya mengangguk saat sesosok pegawai menghampiri dan bertanya padanya. Masih dengan tangan yang memilih-milih popok untuk sang bayi.

"Suami Anda sangat beruntung ya. Padahal anaknya masih sangat kecil, artinya baru saja melahirkan ya? Tapi tubuh Anda masih tetap langsing begini"

Si wanita kembali tersenyum saja tanpa menjawab.

"Saya permisi"

Sebelum diajak bicara lebih lanjut, wanita itu segera pamit undur diri dari hadapan si pegawai. Diikuti suaminya yang hanya mengekor di belakangnya.

"Hanya popok saja?" tanya sang suami bingung saat istrinya sudah berjalan menuju kasir.

"Moodku tidak baik. Aku ingin pulang sekarang. Belanjanya nanti saja"

Dengan sebuah kedikan di bahu, sang suami hanya kembali mengikuti langkah sang istri saja. Tak banyak bicara lagi setelahnya.

-*123*-

"Namu, jangan ganggu Binnie terus. Biarkan dia tidur"

Bagaimana tidak mengomel kalau melihat suaminya mulai menciumi sosok bayi yang barusaja ditidurkannya setelah menangis hebat barusan.

"Aku rindu Soobin, Sayang"

"Hanya melihat saja tanpa mengganggunya bisa kan?"

"Tapi aku gemas pada Soobin"

Si wanita hanya memutar bola matanya malas. Memilih duduk di atas kasur dimana si bayi masih tidur nyenyak disana.

"Aku tak mengira yang kulihat sekarang adalah seorang Kim Namjoon yang dulu bahkan sudah seperti kanebo kering. Orang yang jarang atau hampir tidak pernah tersenyum itu. Atau jangan-jangan kau bukan Kim Namjoon ya?"

"Kau bicara apa sih? Tentu saja aku ini Kim Namjoon. Suami dari Kim Saera yang cantik ini. Ayah dari Kim Soobin yang tampan dan lucu ini"

"Benarkah? Bukan Kim Kanebo Namjoon?"

"Ingin kuhukum ya?"

"Wah, itu yang kutunggu. Sebuah hukuman dari seorang Kim Kane- umh"

Sebuah ciuman diberikan oleh pria yang langsung mendorongnya hingga terjungkal ke belakang. Untung ada kepala ranjang empuk yang menahan si wanita. Penyelamat.

"Nam-hhh"

"Katanya ingin dihukum kan? Biar kuberikan hukumannya"

"Tap-hhh....Bin-eunghhh"

Hingga beberapa saat ke depan, si wanita tak bisa melanjutkan kalimatnya lagi. Memilih untuk pasrah menerima 'hukuman' dari sang suami.

Sesekali akan melirik ke arah belakang sang suami, dimana sosok bayi masih saja tidur dengan tenangnya tanpa terganggu. Bukan apa-apa, takut suaminya yang ceroboh itu tiba-tiba tak sengaja menindih si bayi kan tidak lucu.

"Huh...huh..."

Dan akhirnya ciuman panas itu berakhir juga. Menyisakan lendir dari masing-masing individu di area sekitar bibir.

Saling menarik nafas untuk membiarkan oksigen masuk melalui hidung atau mulut mereka.

"Aku...ambil air dulu" pamit si wanita dengan wajah memerahnya.

"Ambilkan untukku juga ya, Sayang"

"Eum"

Wanita itupun pergi dengan wajah meronanya, meninggalkan sang suami yang hanya terkekeh kecil di tempat yang belum berubah.

"Soobin anak yang pintar, tidak mengganggu ya?"

Si pria kembali pada bayinya yang lagi-lagi belum menunjukkan tanda-tanda terganggu. Masih dengan mata terpejamnya.

"Aku memang bukan ayah Soobin, tapi aku berjanji akan menjadi ayah yang baik untuk Soobin"

Mengecup kening si bayi perlahan.

"Ini minumnya"

"Eum"

Wanita itu kembali dengan dua gelas air di tangannya. Untuk dirinya dan sang suami.

Meneguk hingga habis air itu sebelum meletakkannya di atas meja.

"Kita sangat beruntung mendapatkan Soobin" cuit sang suami.

"Ya. Soobin sangat tampan, lucu dan menggemaskan" sahut si wanita setuju.

Dielusnya puncak kepala si bayi dengan rambut tebal itu perlahan. Rambut halus dengan wangi shampo bayi yang khas. Menenangkan.

"Banyak yang bilang kalau Soobin itu mirip denganku. Memangnya mirip ya?"

Yang ditanyai hanya tersenyum kaku dan mengedikkan kedua bahunya. Memilih tak menjawab pertanyaan itu.

"Jangan-jangan, Soobin memang anakku ya?"

"Kau bilang apa sih?!"

Sang suami yang berniat bercanda saja itu cukup terkejut mendapat sahutan tak terima dari istrinya. Seperti tengah marah padanya.

"Aku tidak serius mengatakannya, Sayang" belanya pada diri sendiri.

"Kau pikir bercandamu lucu apa?!"

Semakin tak mengerti kenapa istrinya justru semakin menaikkan nada bicaranta meski ia sudah bilang kalau dirinya hanya bicara asal saja. Tidak serius.

"Ya sudah, aku minta maaf soal itu. Jangan marah lagi ya?"

"Aku tak suka kau mengatakan hal itu, Namjoon. Kau seolah mengaku padaku jika kau sedang berselingkuh"

Huh? Pemikiran macam apa itu?

"Aku tidak mengatakan begitu, Sayang"

"Dari ucapanmu tersirat begitu, Namjoon"

"Baiklah, aku yang salah. Aku minta maaf lagi. Sudah ya?"

"Jangan diulangi lagi ya?"

Nah, akhirnya nada bicaranya sedikit turun, meski masih dengan pose tak ramahnya.

"Ya, aku berjanji. Kita tidur ya sekarang?"

"Eum"

-*123*-

Ya...paham kan?

Keluarkan imajinasi kalian, My 😏

Mother [NamJin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang