"Bukan begitu. Maksud saya-"
"Sudahlah! Aku ingin pulang. Pemotretan menyebalkan ini membuatku tidak bisa menemui kekasihku."
Abigail segera mengambil tasnya. Tadinya mereka pikir Abigail akan langsung pergi, jika saja wanita itu tidak berhenti sejenak tepat di depan Clark. Gerakan Abigail berhasil membuat siapapun yang melihatnya menelan saliva takut. Bagaimana tidak, wanita itu mengangkat tangannya ke arah pipi Clark seolah ingin menamparnya.
"Abigail Jenner sedang ingin berkencan, katakan saja itu pada ayahku, Chris!"
Abigail sengaja mengeraskan suaranya membuat setiap pasang mata yang melihatnya semakin tak ingin berkedip. Terlebih ketika wanita itu mengusap lembut pipi Clark dan berbisik di telinganya, "Sampai jumpa lagi, Clark. Semoga harimu menyenangkan!"
Kepergian Abigail menyisakan gelengan kepala seluruh staff secara bersamaan. Sungguh tidak ada satu orang pun yang dapat membaca tingkah absurd seorang Abigail Jenner.
***
Abigail masih terus berjalan cepat mengabaikan Christy yang terus menggerutu kesal di belakangnya. Abigail bahkan terlihat santai menyapa setiap orang yang dilewatinya.
"Ini kali ketujuh kau membatalkan pemotretanmu dalam bulan ini, Abey."
Christy mempercepat langkahnya berusaha mengimbangi langkah panjang Abigail. Padahal saat ini Abigail menggunakan heels setinggi dua belas sentimeter, namun masih juga tidak bisa diimbangi oleh langkah Christy yang hanya menggunakan sneakers.
"Entah alasan apalagi yang sekarang akan kugunakan untuk menghadapi ayahmu."
Christy masih terus menyuarakan kekesalannya. Terlebih ketika matanya menatap nama di layar ponselnya yang baru berdering.
"Abey! Apa yang harus ku katakan?" Christy berlari kecil untuk menggapai lengan Abigail dan menahannya.
Berbeda dengan Christy yang terlihat panik, Abigail justru terlihat tenang mengambil ponsel Christy lalu memasukkannya ke dalam tas wanita itu.
"Tidak ada yang perlu kau katakan, Chris! Yang perlu kau lakukan hanya tidak menjawabnya."
Abigail tidak suka mempersulit segala hal yang menurutnya bisa dipermudah.
"Tapi," Christy tidak jadi melanjutkan protesnya saat matanya terfokus pada luka bakar di tangan Abigail. "Baiklah! Tapi kau harus mau ke rumah sakit sekarang juga. Luka itu terlihat sangat menakutkan, Abey."
Christy akan memikirkan cara menghadapi Morgan Jenner nanti, yang lebih penting dilakukannya saat ini adalah mengobati tangan Abigail yang sejak tadi terus menolak pengobatan.
"Berapa kali harus ku katakan bahwa luka ini tidak akan membunuhku, Chris?"
"Luka ini memang tidak akan membunuhmu, tapi akan membunuhku jika ayahmu mengetahuinya."
Abigail tertawa. "Karena itu jangan biarkan dia mengetahuinya."
"Abey!" Christy kembali menahan lengan Abigail yang akan beranjak. Ditatapnya netra hijau yang selalu terlihat bersinar itu. "Apa kau benar baik-baik saja?"
"Apa kau melihat ada sesuatu yang tidak baik-baik saja di wajahku?"
Abigail membawa tangannya ke wajah Christy, menarik kedua sudut bibir itu membentuk seulas senyum. "Yang tidak baik-baik saja itu kau, Chris. Lihat, aku bahkan bisa menghitung berapa kali kau tersenyum saat bersamaku."
"Abey!"
"Saat kau tersenyum maka artinya kau sedang menunjukkan pada dunia sebuah kata baik. Dan saat kau tertawa maka tidak ada kata lain yang akan dunia katakan tentangmu selain kata bahagia. Kau tahu, aku selalu melakukan keduanya, Chris."
Abigail mengacak rambut Christy memberi isyarat pada wanita itu untuk berhenti protes sebelum kembali berjalan menuju parkiran dimana mobilnya berada.
***
Emosi Andrew belum juga membaik. Amarahnya masih berada di puncak saat ia tiba di kantor. Ini masih terlalu pagi untuk seseorang berkeluh kesah. Namun bagi Andrew, setiap waktu yang dilewatinya dengan gangguan Abigail adalah sebuah kesialan besar yang selalu berhasil memancing amarahnya.
Tidak ada senyuman seperti yang biasa ditunjukkan Andrew untuk membalas sapaan para karyawan yang dilewatinya. Setelah sampai di ruangannya pun, Andrew tidak langsung memulai pekerjaannya. Hal pertama yang dilakukannya adalah membaringkan tubuhnya di sofa panjang.
Bunyi ketukan pintu tidak membuat Andrew berniat membuka matanya yang sejak tadi terpejam. Andrew benar-benar memerlukan waktu istirahat untuk menenangkan emosinya. Namun saat suara hentakan heels menyambut pendengarannya, rasa penasaran mulai mengusiknya. Ini bukan Arthur.
Kepala Andrew mulai menerka-nerka pemilik suara heels itu. Bisa Andrew pastikan itu bukanlah Abigail mengingat langkah kakinya yang teratur tanpa disertai suara keributan yang khas.
"Andrew Reeve!"
Andrew melebarkan matanya, sesaat telinganya menangkap suara lembut yang selalu dirindukannya. Benar saja, sosok Ashley White lah yang pertama kali Andrew lihat.
"Suatu kehormatan bagiku atas kunjungan seorang Ashley White disini." ucap Andrew setelah mengubah posisi duduk bersandar di sofa nyamannya. Matanya menikmati penampilan dingin Ashley. Dengan mengenakan kemeja bewarna merah muda bermotif bunga yang dipadukan dengan rok selutut membuat wanita itu terlihat sangat cantik. Walau tidak ada senyum yang terpancar di wajah itu, namun tidak sedikitpun melunturkan kecantikannya.
"Katakan apa mau mu?"
"Kurasa kita bisa mengobrol lebih santai. Duduklah! Atau kau mau minum sesuatu?"
Andrew tersenyum. Kehadiran Ashley berhasil memperbaiki suasana hatinya yang tadi kacau. Tentu saja Andrew sangat tahu alasan kedatangan wanita itu kesini. Membeli seluruh saham dari investor asing perusahaan White adalah salah satu cara Andrew untuk mengikat Ashley.
"Jangan bermain-main denganku, Andrew Reeve!" Ashley masih berdiri tegak dengan kedua tangan mengepal erat. Wajahnya memerah menahan amarah yang sudah terkumpul di kepalanya.
"Bukankah sudah ku katakan bahwa aku akan menjadikanmu sebagai ratuku, Ashley?"
Andrew sangat menikmati wajah murka Ashley. Emosi Ashley memang sangat pantas mendapat pujian besar. Ashley yang selalu terlihat anggun dan ramah, ternyata bisa bersikap sangat angkuh dan dingin hanya pada Andrew.
"Besok, kau harus mengembalikan semuanya seperti semula!"
"Tidak ada yang perlu dikembalikan. Ashley." Andrew beranjak dari duduknya, berjalan pelan menghampiri Ashley yang semakin memandangnya tajam. "Aku hanya mengganti nama mereka dengan namaku."
Siapapun tahu bahwa perusahaan White sangatlah tidak sebanding dengan perusahaan Reeve yang sudah melebarkan sayapnya hingga ke seluruh dunia. Jadi bukan hal sulit bagi Andrew untuk sedikit bermain-main dengan perusahaan milik Ashley yang bahkan bisa Andrew alihkan ke tangannya sekarang juga.
"Kenapa kau melakukannya?"
Netra abu Ashley semakin menggelap. Tarikan napasnya yang dalam menunjukkan betapa besarnya kemarahannya saat ini.
"Apa kau tahu, betapa aku sangat memuja wajah cantikmu."
Andrew berdiri tepat di hadapan Ashley. Sangat dekat hingga keduanya bisa merasakan hembusan napas hangat mereka.
"Betapa aku selalu mengagumi keindahanmu." Andrew maju lebih dekat membuat kedua hidung mereka bersentuhan.
Ashley bergeming di tempatnya, dan itu menarik Andrew semakin berani menggerakkan tangannya untuk mengusap lembut pipi wanita itu.
"Kali ini tidak ada lagi alasan bagimu untuk menjauh dariku, Ashley."
Ashley tersenyum sementara tangannya menyentuh telapak tangan Andrew seakan sedang menikmati sentuhan lembut di pipinya. Perlu waktu baginya untuk mengumpulkan kekuatan mempertahankan pertahanan emosinya.
Terbukti, kali ini dengan tenang Ashley membalas mengusap lembut pipi Andrew, memberikan tatapannya yang dalam dan berbisik di telinga pria itu, "Aku bersumpah kau akan menyesali perbuatanmu ini, Andrew Reeve."
*****
YOU ARE READING
Hello, Miss.A!
RomanceHidup itu pilihan. Tapi kenapa memilih terasa sulit? Setidaknya itulah yang dirasakan oleh seorang Andrew Reeve. Pilihan sulit itu hadir saat dua wanita masuk ke dalam kehidupannya dan berhasil mengacaukan perasaannya. Siapakah yang akan Andrew pili...
Part 3
Start from the beginning
