Hadi meletakkan gelasnya.

"Saya selalu bisa...berapapun yang kamu mau tapi saya tidak yakin dengan kamu"

"Maksud Om Hadi? Om, apa dengan bunga?"

Hadi menyunggingkan senyum penuh artinya dan Leny merasa gelisah.

"Kenapa reaksi Om Hadi begitu? Apa arti senyuman Om Hadi?" pikir Leny pelan.

"Ya...bunga"

"Berapa bunga yang ditargetkan Om Hadi?"

"Yakin bisa? Nanti kaget" kata Hadi santai.

"Saya berusaha bisa"

"Tinggi" kata Hadi dengan mengangguk.

"Berapa, Om?"

"25% dari setiap pinjaman kamu"

Seketika Leny terkejut.

"Astaga" pikir Leny.

Hadi melihat sekilas Leny dengan tatapan penuh arti.

"Begini, Leny. Sebenarnya syarat yang diberikan saya ada dua dan kamu bisa pilih salah satu"

"Apa saja, Om?" tanya Leny.

Leny berharap syarat kedua merupakan syarat yang tidak sulit untuk dirinya.

"..."

"Om?" tanya Leny penuh harap.

"Syarat pertama kamu bayar dengan bunga 25% dari setiap pinjaman kamu lalu syarat kedua..."

Leny merasa sangat ingin tahu dan sesekali Hadi mengetuk pelan meja dengan telunjuknya.

"...melayani saya"

"Melayani ya? Jadi saya dijadikan pembantu?"

Seketika Hadi tertawa dan Leny tersentak kaget. Suara tawa Hadi cukup keras.

"Umur kamu berapa? Ah...tidak. Tidak. Saya bisa menilai umur kamu masih sangat muda tapi sudah di atas 18 tahun, bukan? Kamu bisa tidak mengerti. Kamu sangat polos" kata Hadi dengan menggelengkan sebentar kepalanya.

"Apa tidak bisa Om Hadi menjelaskan lebih detail kepada saya?" tanya Leny mendesak.

"Jadi kamu benar tidak tahu?" kata Hadi dengan sikap santai.

Hadi berhenti tertawa dan Leny semakin merasa tidak mengerti.

"Melayani dalam arti...dewasa. Perempuan dan lelaki yang di kamar lalu..."

Seketika terdengar bunyi pukulan di meja. Ternyata Leny baru saja memukul meja dengan tasnya di hadapan Hadi dan berdiri. Tatapan Leny marah.

"Kamu bebas dari hutang, lho...kalau kamu melayani saya"

"Hentikan, Om. Apa Om Hadi pikir saya serendah itu?" kata Leny dengan penuh emosi.

Hadi tersenyum penuh arti dan begitu santainya.

"Dari awal saya tidak ada unsur pemaksaan bahkan saya mengajak kamu berdua di ruang ini secara baik, bukan? Kamu tidak perlu sampai marah begitu" kata Hadi santai.

Leny melihat terus Hadi dengan tatapan jijik.

"Terima kasih meluangkan waktu untuk saya" kata Leny menekan suara.

Leny segera berjalan pergi dan keluar lalu Hadi tersenyum santai dan sesekali mengetuk meja dengan telunjuknya. Leny ada di perjalanan menuju kostnya dengan menyetir sepeda motornya.

"Kenapa sangat sulit untuk membantu papa dan mama? Gue sampai dianggap rendah" pikir Leny dengan merasa sedih.

Pukul 21.00. Leny dan teman SMPnya saling telepon. Leny histeris menceritakan tentang Hadi.

"Memang benar. Nama beliau Om Hadi" kata dia pelan.

"Astaga. Jadi...Om Hadi itu Om Nakal?"

"Tidak bisa dikatakan Om Nakal"

"Maksud loe? Hey, bukankah jika bermain dengan perempuan lain disebut Om Nakal?"

"Menurut gue tidak. Om Hadi bukan Om Nakal pada umumnya. Kalau loe kenal lebih dekat dengan Om Hadi ada alasan Om Hadi begitu"

"Apa?"

"Gue tidak bisa cerita. Om Hadi yang berhak cerita sendiri"

"Tapi tetap saja Om Hadi tidak berperasaan"

"Semua tergantung kita. Apa memilih syarat pertama atau tidak? Kalau Om Hadi Om Nakal maka Om Hadi tidak akan pernah memberi kesempatan kita untuk berpikir bahkan mengajak paksa di hotel"

"Gue tidak bisa mendengarkan alasan apapun. Om Hadi sudah berkhianat dari istrinya"

"Hal itu terserah beliau lah ya. Gue tidak ada urusan. Jangan mencampur urusan orang lain kalau kita tidak tahu yang sebenarnya"

"Jadi mana yang loe pilih?"

"Ya..."

"Hey, jawab gue donk"

"Kedua" kata dia pelan.

"Astaga" kata Leny tersentak kaget.

"Sehingga sampai sekarang gue trauma belum mau memiliki pacar karena gue merasa jijik dengan diri gue sendiri"

Leny bukan jijik justru prihatin terhadap temannya.

"Hey, loe..."

"Sudahlah, Leny. Tidak ada pilihan lagi. Lagian selama gue bersama Om Hadi tidak seburuk yang dipikirkan. Om Hadi tidak seperti Om Nakal yang curang atau gimana. Om Hadi selalu tepat waktu kalau memberikan uang kecuali memang ada urusan yang harus langsung diselesaikan. Intinya Om Hadi tidak pernah ingkar tapi ada sisi kejinya juga"

"Apa?"

"Kalau Om Hadi sudah bosan kita disuruh pergi tanpa diberi kesempatan untuk menjelaskan"

"Kita dijadikan bonekanya donk"

"Ya..."

Dia menghela napas.

"Entahlah, Leny. Menurut gue loe memang harus mempertimbangkan dengan matang. Jangan karena loe terlalu ingin membantu orang tua maka pikiran loe sudah tidak logis lagi"

"Berapa lama loe bertahan dengan Om Hadi?"

"Cuma 8 bulanan"

Leny merasa prihatin.

"Orang tua loe juga tidak mau loe terlalu memikirkan untuk membantu, bukan?"

"Memang namanya saja orang tua tapi sebagai anak pasti ingin membantu" pikir Leny pelan.

***

Hai, readers...

Apa yang kalian pikir tentang cerita ini? Perempuan malam kah, menjijikkan atau gimana? Ya...begitulah cerita ini...akan banyak adegan2 panas dan cerita ini mungkin tidak sesuai aturan di masyarakat jadi sebelum saya melanjutkan hingga tamat maka saya minta maaf yang sebesar2nya kepada pihak manapun yang membaca (entah readers atau bahkan penulis berpengalaman lain atau bahkan penerbit pun)...maaf jika cerita ini sangat tidak membuat nyaman atau bahkan terkesan memuakkan. Saya membuat karya ini hanya untuk hiburan tanpa ada unsur apapun.


***

05-04-2020

Cinta Yang Salah (21+)Where stories live. Discover now