XI

635 86 17
                                    

Dunia selalu berputar ke arah yang sama, namun entah kenapa kadang menjadi rumit dan menarik.

Jaehyun mulai merasa kalau kisah hidupnya berpola. Disiksa, masuk rumah sakit, lalu tinggal di kondominium seorang song-writer muda nan kaya. Kali ini, ia sedang berada di pola keduanya, rasanya sedikit aneh dan canggung. Bahkan waktu pun enggan berdetak lebih cepat —bumi berotasi begitu lambat untuknya. Dalam hatinya yang paling dalam, semoga pola kehidupannya nanti berubah menjadi lebih baik, tidak apa walau sedikit.

Jaehyun tidak menghitung hari, tapi ia yakin sudah cukup banyak malam yang ia lewati hingga ia kembali menginjakkan kaki di sana.

Ia sudah diperbolehkan pulang walau sesekali masih harus menemui Yoona noonanya. Ada juga beberapa obat yang harus diminum. Ia dilarang untuk melakukan banyak hal untuk sementara waktu. Absensi kuliahnya kacau, ia berani bertaruh kalau ia harus mengulang semuanya tahun depan. Karena itulah, Jaehyun memilih untuk cuti. Tidak ada gunanya melanjutkan dalam keadaan yang seperti ini. Jaehyun jatuhnya unjuk gigi perihal ketertinggalannya.

Johnny pun tidak terdengar keberatan. Ia maupun Johnny sama-sama tahu kalau ia sendiri belum siap untuk menghadapi dunia luar. Ia yakin sekali, orang-orang di kampusnya akan menatapnya dengan tatapan aneh dan mengasihani keluguan seorang Jung Jaehyun. Menggumamkan namanya diselipi nama pemuda dari Osaka itu. Mereka akan lebih sering membicarakan seberapa cerobohnya Jaehyun, dibandingkan seberapa kejamnya orang itu. Suruh siapa berhubungan dengan orang semacam Nakamoto Yuta. Kisah mereka sudah menjadi rahasia umum sejak Jaehyun sering muncul di kelas dengan luka lebam di wajah saat itu.

"Aku bahkan tidak keberatan kalau kau pindah, Jaehyun. Asalkan kau bisa menuntut pendidikan dengan nyaman, itu bukan masalah."

Jaehyun yang sedang berbaring di kasur sembari menonton televisi hanya terdiam. Sejak kembali tinggal di sana, kamar Johnny menjadi milik bersama. Jaehyun tidak keberatan. Kadang ia masih sering terbangun di tengah malam, melihat seorang Johnny terlelap di sebelahnya selalu berhasil menenangkannya.

Trak.

Bunyi piring kecil dengan potongan buah persik di atasnya menarik atensi Jaehyun. Ia memang meminta Johnny untuk memotongkannya buah karena ia masih takut jika melihat benda tajam. Jaehyun bahkan memakan buah dengan sumpit karena tidak ingin melihat garpu.

"Pindah kemana, Hyung? Aku rasa aku sudah tidak bisa ikut ujian lagi. Otakku sudah tidak sepintar dulu," komentar Jaehyun setengah bertanya. Matanya menatap Johnny yang sedang memainkan ponsel di sampingnya.

"Perguruan tinggi swasta di Seoul cukup banyak bukan? Aku pikir ujian masuknya tidak akan seketat perguruan tinggi negeri."

"Biayanya?"

"Itu bukan masalah, Jaehyun."

Jaehyun menghela napas. Setelah memasukan sepotong buah ke dalam mulutnya, ia mendekati sosok yang lebih besar. Tangannya memeluk perut ketika wajahnya ditenggelamkan di dada bidang sang pria. Jaehyun mulai merasakan rambutnya yang mulai memanjang menutupi mata itu diusap lembut.

"Atau bagaimana dengan cyber university? Jadi kau tidak perlu pergi keluar terlalu sering." Tawar Johnny sekali lagi, ditanggapi dengan helaan napas gundah sosok yang lebih muda.

Sudah terlalu sering Jaehyun menghela napas. Pusing memikirkan sesuatu yang bahkan tidak benar-benar ia inginkan. "Entahlah, Hyung."

"Masih banyak waktu untuk memikirkan itu. Untuk saat ini, hiduplah seperti yang kau mau."

Hidup yang seperti yang kau mau, katanya. Jaehyun nyatanya hanyalah budak dari takdir yang entah akan digiring kemana. Perihal masa depannya, atau bagaimana ia akan hidup, tidak ada yang tahu. Jaehyun bahkan tidak bisa memprediksi hari esok.

1004 || JohnjaeWhere stories live. Discover now