VII: Jaehyun

2.4K 330 25
                                    

Sentuhan pertamanya terasa seperti sengatan lebah. Sentuhan berikutnya terasa seperti sentuhan sutra. Yang kuingat jelas saat itu hanyalah bagaimana jantungku seperti nyaris diledakan oleh euphoria di sekujur tubuhku yang terasa kaku dan panas, namun tidak bisa diam.

Dan pada akhirnya yang terjadi adalah aku rasa aku melupakan segalanya. Rasa sakit, air mata, juga bekas luka seakan hilang tanpa meninggalkan bekas walau aku tahu mereka masih berada di sana -menunggu untuk disembuhkan secara sempurna. Bukan dengan cairan kimia atau perban-perban yang menyebalkan, tapi sesuatu yang mereka sebut sebagai cinta.

Cinta yang berbeda dengan yang diucapkan oleh Yuta Hyung.

Dulu aku masih lugu. Bahkan jika boleh menghina diriku sendiri, mungkin aku ini mendekati bodoh -atau mungkin memang bodoh. Di usiaku yang masih begitu muda, aku bertanya-tanya, apa sih yang dinamakan cinta itu?

Karena aku tidak pernah merasakannya, setidaknya itulah yang aku ingat.

Saat bertemu dengan Yuta Hyung, aku mulai berpikir oh, ini yang namanya cinta. Setidaknya pada awalnya, karena saat itu dia adalah definisi dari manis yang sebenarnya. Namun itu berubah di bulan ke sekian, dimana kita mulai sering bertengkar. Aku kewalahan mereda kecemburuannya.

'Jaehyun, kamu hanya milikku. Bukan yang lain, hanya aku. Aku tidak mau berbagi.'

Itu yang sering dikatannya padaku. Pada awalnya, aku pikir itu romantis. Dia hanya ingin aku bersamanya, aku sepenting itu baginya. Tapi, lama kelamaan aku sadar kalau itu terlalu posesif untuk diucapkan.

Kalimat pertama terdengar semanis gula. Lama kelamaan menjadi mantra yang menekuk lutut. Jantungku berdebar setiap mendengar keposesifannya, bukan karena tersentuh, tapi takut. Aku tidak boleh bergaul dengan yang lain, tidak boleh sembarangan menebar senyum (dia takut ada yang tergoda). Seluruh bagian dari diriku hanyalah miliknya. Hanya milik Yuta Hyung seorang.

Aku bahkan merasa kalau aku tidak bisa memiliki diriku sendiri. Aku tidak bisa hidup sebagaimana mauku. Kehidupan sosialku hancur, orang-orang menjauhiku karena tidak ingin berurusan dengan Yuta Hyung. Termasuk juga dengan sahabatku, dia bilang aku terlalu keras kepala.

Ini sudah tidak benar. Aku mulai memberontak. Membalas jika ia membentak. Namun aku tidak berdaya ketika ia mulai berani menyakitiku. Awalnya hanya tamparan yang masih bisa aku tahan, lama kelamaan menjadi tinju atau cekikan. Dan semakin menjadi-jadi ketika ia mulai melibatkan barang sekitar.

Tali untuk mengikat tangan dan kakiku agar tidak berdaya, silet atau cutter untuk menggores kulitku, dan mungkin sesuatu yang tumpul untuk memukuliku —aku tidak terlalu ingat benda apa itu karena mataku sudah rabun karena air mata. Dan hal itu tidak dilakukan hanya sekali, tapi berkali-kali sampai rasanya luka itu terus basah dan membekas. Setiap aku keluar sedikit dari jangkauannya, Yuta Hyung akan berubah menjadi Iblis. Malaikat yang aku cintai memotong sayapnya untuk berubah menjadi Iblis.

Sakit sekali. Tubuhku dilukai ketika hatiku seakan diremukan menjadi potongan kecil. Yang saat itu bisa kulakukan hanyalah memohon-mohon agar ia berhenti —atau, jika ia melakukannya saat sesi bercinta kami, aku akan memohon untuk setidaknya ia memelankan temponya, karena aku tahu, ia tidak bisa dihentikan.

Namun suaraku dianggap angin lalu. Yuta Hyung akan memelukku erat setelahnya dan berkata 'aku mencintaimu, Jung Jaehyun, jangan pernah pergi dariku'. Dan yang bisa kulakukan hanyalah mengangguk sambil berujar kalau aku juga mencintainya, namun hal itu semata kulakukan karena aku tidak ingin luka ditubuhku bertambah.

Aku sempat berpikir, kalau ini yang dinamakan cinta, aku lebih baik tidak pernah merasakannya sama sekali.

Namun itu tidak lama.

1004 || JohnjaeWhere stories live. Discover now