"Naura, lo ngomong apa tadi sampai-sampai si Tasya ketawa pecah. Padahal, kemarin, 'kan dia habis mengalami duka yang mendalam." Escy berdiri tepat di samping Evril.

Nandra dan Aliando duduk di meja tetangga tempat Naura dan Tasya berbincang dan Aliando duduk di bangku yang mejanya diduduki oleh Nandra. Mereka hanya membungkam menunggu jawaban atas ajuan pertanyaan dari Escy.

"Aku hanya ceritain cerita humoris aja kok.  Apa salahnya dengan itu?" tanya balik Naura.

Mata Escy menyipit. Ia memastikan bahwa ucapan Naura memang benar.

"Escy, lo bilang apa tadi? Duka? Emang, gue mengalami duka apa?" tanya Tasya. Dia benar-benar tak tahu atau sedang amnesia?

"What? Yang benar saja! Lo ini habis kesampet apaan?" ucap Escy setengah berteriak. Ia kaget akan aksara yang dilontarkan oleh gadis yang terkenal akan kepintarannya itu. Atau, banyak orang menyebutnya sebagai gadis si kutu buku.

Tasya mengangkat kedua pundaknya. Bingung.

"Lo ... udah melupakan Dio?" tanya Evril. Ia memastikan Tasya hanya bergurau akan ungkapan yang barus saja ia katakan.

"Dio? Sepupu gue?"

"Iya. Sepupu lo yang mati dengan mayatnya yang berserakan gak lengkap lagi di gudang kemarin!" Andi mulai merasa muak akan tingkah bodoh Tasya.

"Kemarin? Bukannya dia meninggal sudah lama ya? Kayanya sekitar satu tahun yang lalu. Dia meninggal akibat sebuah kecelakaan."

"Apa?!" Nandra, Evril, Aliando, Escy, dan Andi terbelakak kaget. Mereka tak percaya akan ucapan Tasya.

Bagaimana bisa Tasya mengatakan bahwa Dio meninggal satu tahun yang lalu akibat sebuah kecelakaan? Padahal, sudah jelas-jelas tertera dalam otak Nandra dan keempat temannya itu bahwa Dio baru saja meninggal kemarin. Meninggal secara tragis di gudang hingga menggegerkan satu sekolah. Mustahil.

"Kenapa? Kalian kok kelihatan kaget gitu?" tanya Tasya.

"Oh ayolah! Dio itu meninggalnya kemarin. Lo jangan ngaco deh!" seru Andi. Ia benar-benar sudah muak dengan semua itu.

"Kalian yang ngaco! Dio itu sepupu gue dan yang Pasti, gue yang lebih tau kehidupan Dio ketimbang kalian yang baru masuk ke sekolah ini. Mungkin, kalian mengenal Dio hanya sekedar nama dan gak pernah melihat Dio, 'kan. Jadi, gak usah urusi kehidupan orang lain! Lebih baik kalian urusi kehidupan kalian masing-masing. Toh, kalian juga pasti akan mati. Siapa di dunia ini yang gak mati? Gue, dan Naura juga nantinya akan mati kok," murka Tasya.

Penjelasan Tasya sungguh membuat otak kelima sekawan itu kembali bekerja keras. Nandra dan teman-temannya bingung harus mengikuti kejadian nyata yang sudah menjadi kenangan, atau mempercayai ucapan tak logis dari Tasya. Raut ceria Tasya berubah sejak kelima sekawan itu menanyakan tentang Dio. Tasya merasa sangat Kesal.

"Tapi, bagaiama dengan jenazah Dio yang kem--" Evril angkat bicara. Ia mencoba membela kenyataan yang sudah berlalu.

"Cukup. Sebaiknya, kalian semua gak membicarakan Dio lagi. Dia-dia sudah tenang di alam sana dan jangan mengungkit-ungkit namanya lagi. Oke?" ucap Tasya. Ia beringsut berdiri kesal. "Naura, sebaiknya kita pergi aja," ajak Tasya sembari menarik pergelangan tangan Naura. Naura menurut dan pergi bersama Tasya.

Naura melirik ke belakang sambil tersenyum sinis kepada Nandra dan teman karib Nandra itu. Lalu, tatapan Naura berhenti tatkala pandangan gadis itu tertutupi tembok saat melewati kelas. Langkah Tasya dan Naura terdengar samar-samar hingga akhirnya tak terdengar.

"Sudah kuduga. Naura, gadis itu merencanakan sesuatu. Sebaiknya kita harus mengawasi mereka. Tasya sedang dalam bahaya!" ucap Aliando setengah berteriak sambil beringsut berdiri.

"Maksud lo apa?" tanya Escy.

"Jangan mengulur waktu! Kata Angel benar. Gadis yang bernama Naura itu bukan manusia!" Aliando berlari mengekori Tasya dan Naura. Ia menyelinap dan melangkah perlahan agar kedua gadis itu tak merasakan kehadirannya.

"Hey, untuk apa kita ngawasi mereka?" tanya Nandra ketika ia, Evril, Escy, dan Andi menyusul di belakang Aliando.

"Sstt. Jangan berisik. Atau gak, kita akan ketahuan," bisik Aliando.

"Argh, benar lagi mau masuk dan sebaiknya kita kembali ke kelas. Ngapain juga kita ngikuti Tasya sama Naura. Buang-buang waktu tau gak?!" seru Escy sambil pergi kembali ke kelas.

"Tau tuh. Mending gue ke kelas juga. Lebih baik gue ngerjain PR agar gak dihukum sama guru killer di sekolah ini." Andi pun ikut pergi ke kelas.

"Emang, kita mau apa dengan Tasya dan Naura?" tanya Nandra.

Aliando menghela napas panjang. Lalu, ia menatap lekat kedua netra Nandra. Kedua lengannya menggenggam erat kedua pundak Nandra.

"Naura itu gak manusia. Dia sama seperti Angel. Manusia tak bernyawa. Lalu, ia sangat berbahaya. Lo pasti merasakan sesuatu yang ganjil dari mereka berdua, 'kan?" tanya Aliando. Nandra mengangguk pelan. "Nah, mungkin saja Naura sudah mencuci otak Tasya dan sipatnya itu ... dia bertingkah ramah tuk mendekati Tasya dan mungkin saja ia mempunyai rencana jahat."

"Rencana jahat?" tanya Evril.

"Iya. Mungkin saja gadis itu yang membunuh Dio," tebak Aliando. "Seharusnya, lo percaya sama Angel, Ndra. Dia itu bukan manusia dan pastinya dia dapat merasakan dan membedakan mana yang manusia dan mana yang bukan manusia," jelas Aliando.

Sontak, ucapan Aliando mengingatkan Nandra akan ucapan Angel sejak pertama kali melihat Naura. Saat itu, tatapan Angel dan Naura saling bertemu seakan Naura dapat melihat Angel.

"Hey, di mana Tasya sama Naura?" tanya Evril memecah khayalan Nandra.

"Sial! Mereka sudah pergi!" kesal Aliando. Ia mencengkram erat pundak kanan Nandra hingga Nandra memekik kesakitan.

Gadis Misterius (PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang