5. Khawatir!

13 0 0
                                    

Terkejut dengan balasan pesan dari Caca, Arvi pun sangat gugup dan bingung untuk membalas pesan tersebut. Ia pun membalas pesan tersebut :

"Ada – ada aja kamu Ca, keamanan mah gak Cuman gue. Yaudah gih kamu buruan istirahat, inget satu hal kamu tuh bukan ketua, ketuanya mah Janu, jangan kamu aja yang sibuk ngurusin sendiri, entar kalau sakit malah ribet sendiri."

Setelah membalas pesan tersebut, Arvi menunggu Caca untuk membalas pesan tersebut. Namun, hingga dua jam ia menunggu pesan yang dibalas Arvi belum dibalas, jangankan untuk dibalas, dibaca saja bahkan tidak.

"Keganggu mungkin ya?"

"Atau udah tidur kali ya." Ucap Arvi dengan bingung.

Menunggu hal yang tidak pasti bagi dirinya, membuat Arvi tertidur. Ia tidak tahu kenapa pesannya tidak dibalas hingga sekarang.

Keesokan paginya, Arvi terbangun dan langsung mengambil handphone ya, disana ia tidak melihat notifikasi pesan dari Caca. Muncul kekesalan dari dalam dirinya, ia pun melemparkan handphone nya diatas kasur dan bergegas untuk mandi.

"Sadar Vi, mungkin semalem dia ngomong gitu karna bercanda, udah sekolah dulu aja. Engga usah ditungguin Caca nya, ntar juga ketemu disekolah, tanya aja langsung." Ujar Arvi meyakin kan dirinya, sambil melangkah ke kamar mandi.

Disisi lain, Caca terbaring lemah di kasur rumah sakit, ia berada di sebuah ruangan kamar rumah sakit dengan dinding berwarna abu-abu dan di padupadan kan dengan cat warna putih. Iqbal yang telah tiba dari Samarinda terjaga semalaman menunggu Caca terbangun. Hati yang masih patah dan terasa sakit akibat mendengar keterangan mengenai kondisi Caca dari dokter yang menangani Caca semalaman. Sakit nya bahkan melebihi sakitnya seseorang yang sedang patah hati. Bagaimana tidak? Iqbal sudah kehilangan kedua orang tua nya, ia tidak ingin kehilangan Caca juga. Iqbal begitu sayang dengan adik nya. Caca divonis mengidap penyakit Leukimia atau biasa dikenal sebagai kanker darah stadium akhir, hanya waktu dan keajaiban yang menentukan kapan Caca akan pergi. Mengingat hal itu Iqbal menangis terisak, ia belum siap kehilangan Caca untuk selamanya.

Sayup-sayup terdengar isakan seorang pria, Caca perlahan membuka kedua mata nya. pandangannya masih kabur dan buram, tidak jelas bahkan berbayang. Ia mengedipkan beberapa kali matanya, dan memandang ke langit-langit. Ia sadar bahwa Caca tidak sedang ada di ruangan kamarnya.Dimana ini gumamnya, Ia menengok kesebelah kiri, melihat terdapat infusan di tangan kirinya. Lalu menengok kesebelah kanan, dan mendapati Iqbal kakaknya yang sedang menangis.

"Kabal, kenapa nangis?" Tanya Caca dengan lemah.

"Caca, udah bangun, gimana? Masih ngerasa ada yang sakit gak?" balas Iqbal mendekati Caca sambil menghapus air matanya.

"Udah engga kok kak, Caca cuman kecapean kok, nanti kalau sudah istirahat mungkin Caca udah sehat lagi kek biasanya." Jawab Caca yakin sambil tersenyum.

Melihat pemandangan wajah adiknya yang masih bisa tersenyum manis ke dirinya, ia tak mampu menahan air matanya.

"Loh kok malah nangis sih kak? Kabal gak papa kan?" Tanya Caca serius, sambil membangunkan diri nya untuk duduk.

"Kakak gak papa kok, kamu pasti sembuh Ca, kakak yakin jadi jangan tinggalin kakak ya. Kakak sayang sama Caca." Jawab Iqbal sambil menangis dan memeluk adiknya dengan erat.

"Iya Kabal, Caca juga sayang Kabal." Ungkap Caca sambil membalas pelukan Kakaknya yang sudah menangis semalaman. Terlihat dari kantong matanya yang membengkak.

Waktu istirahat sekolah pun Arvi langsung bergegas dengan cepat menuju kantin, ia sampai lupa untuk mengajak Rian. Rian mengejar Arvi sambil berteriak memanggil dirinya.

STAY WITH MEWhere stories live. Discover now