Seorang Santri, Naga, dan Macan Putih

93 4 2
                                    

Keboireng, sebuah dusun yang asri, damai dan tentram. Dusun Keboireng masih termasuk wilayah Desa Cukir bersama dua dusun lainnya yaitu Dusun Sumoyono dan Dusun Cukir. Masyarakatnya hidup dengan sejahtera. Pekerjaan mereka sehari-hari adalah bertani dan berternak.

Di Keboireng juga telah berdiri pondok pesantren yang didirikan oleh seorang kiai yang alim, beliau bernama Hasyim Asy'ari. Santri-santri yang menetap di pondok itu berasal dari berbagai daerah di Nusantara.

Keboireng dilewati oleh Sungai Konto. Masyarakat biasanya memandikan kebo-kebo mereka di sungai itu. Kebo-kebo itu banyak yang berwarna hitam. Sungai Konto terbentang hingga melewati wilayah pesantren bagian depan.

Sering santri-santri yang melewati tepi sungai itu dan kebetulan melihat warga yang sedang memandikan kebo-kebonya berkata: "Keboireng,, keboireng." Karena itulah masyarakat menamai daerah itu dengan nama Keboireng.

Setelah kedatangan Belanda, di Cukir berdiri padepokan milik Kebokicak yang berisi para brandal, para wanita penghibur serta dukun. Keberadaan padepokan tersebut membawa keresahan bagi warga sekitar. Hal tersebut membuat para tokoh desa kesal dan segera ingin menghentikan ulah kebokicak dan anteg-antegnya.

Hingga suatu ketika, para tokoh desa itu berkumpul untuk membicarakan siapakah yang dapat menghentikan perkembangan padepokan Kebokicak. Dan satu nama yang dipilih adalah Hasyim. Dengan banyak pertimbangan, beliau dianggap bisa membawa kedamaian dan pencerahan di desa Cukir.

Beliau pun mendirikan sebuah pondok pesantren yang disamarkan sebagai padepokan. Warga sekitar menyebutnya sebagai padepokan Gus Hasyim. Santri-santri beliau bukan hanya dididik masalah agama, melainkan dididik masalah pertanian, peternakan serta diberi pelatihan ilmu bela diri.

Salah satu sebab mengapa santri-santri beliau diberi bekal ilmu bela diri adalah untuk bisa menandingi padepokan Kebokicak yang juga dihuni oleh orang-orang yang pandai bela diri. Padepokan Kebokicak adalah sebuah padepokan yang berada di bawah kendali pemerintah Belanda. Ketika menjajah di Indonesia, Cukir menjadi salah satu sasaran penjajahannya untuk mendirikan usaha dagangnya. Mengetahui bahwa daerah Cukir merupakan daerah yang subur untuk bercocok tanam, maka Belanda mendirikan sebuah Pabrik Gula yang juga menandai era kegelapan di daerah tersebut.

Akhirnya, salah satu santri Gus Hasyim berhasil mengalahkan jagoan dari padepokan Kebokicak yang bernama Wiro. Santri tersebut bernama Abdullah berasal dari Cirebon. Ia memiliki beragam jurus bela diri serta memiliki ilmu kekebalan yang sudah tidak diragukan lagi. Demi ketaatannya kepada sang kiai serta pengabdiannya kepada warga sekitar, ia rela bertanding habis-habisan dengan Wiro, sang dukun sakti.

Peristiwa itu mengakhiri era kegelapan di daerah Cukir dan membawa Cukir menjadi daerah yang lebih baik lagi. Daerah tempat berdirinya padepokan Gus Hasyim yang awalnya dinamai Keboireng, berubah menjadi Tebuireng. Karena banyaknya tebu berwarna hitam yang ditanam di sawah-sawah warga untuk digiling di Pabrik Gula Cukir.

###

Pengorbanan dan ketaatan seorang santri kepada gurunya, kepada kiainya, tidak hanya terjadi pada zaman Mbah Hasyim saja-terutama dalam hal ilmu kanuragan. Setelah wafatnya beliau, para santri masih menjaga ketaatan mereka itu kepada penerus Mbah Hasyim dan keluarganya.

Salah satu bukti ketaatan seorang santri yaitu pada zaman Kiai Kholik Hasyim. Dahulu, lawan santri-santri itu adalah Para Penjajah dari Belanda sedangkan pada zaman Kiai Kholik lawan mereka adalah orang-orang Jepang yang menjajah Indonesia.

Purwakala, Kiai Kholik, putra Mbah Hasyim, memerintah santrinya yang bernama Zein untuk kembali ke pondok. Waktu itu dia masih berada di kampungnya di daerah Madiun. Perjalanan dari Madiun ke Jombang tempatnya mondok tidaklah dekat. Medannya pun menantang. Karena ia harus melewati sebuah hutan lebat yang menurut orang sekitar dihuni oleh binatang-binatang buas seperti harimau, macan dan binatang buas lainnya.

Seorang Santri, Naga, dan Macan PutihWhere stories live. Discover now