PROLOG

27 0 0
                                    


Kebenaran adalah hal yang selalu diperdebatkan. Keberadaannya selalu punya berbagai sisi. Atas, bawah, samping, belakang atau bahkan di depan. Banyak yang memandang kebenaran sebagai hal yang konkrit, pasti. Namun pada kenyataannya kebenaran hanyalah hal yang dilihat dengan subyetifitas. Kita bisa membuat sebuah kebenaran dengan milyaran fakta, dan berbagai permis yang belum tentu dipercaya. Dari semua itu, kita bisa ambil kesmpulan bahwa seseorang menganut kebenaran sesuai apa yang dia percaya.

Kepercayaan, pencarian fakta dan pembuktian. Dengan semua itu barulah kebenaran muncul. Walau nantinya akan ada orang yang di seberang saana tidak mau mengangap itu sebagai kebenaran. Setikadnya dari arah pandang yang berbeda, hal ini adalah kebenaran.

Pemuda ini, dia berdiri di sudut yang gelap. Cahaya yang dianutnya dulu telah padam, membuatnya tersesat dalam lingkarang perdebatan atas kebanaran. Apa yang dia percayai belum menmukan fakta dan belum terbukti. Radit Dwi Sanjaya, pemuda yang baru menginjak umur 17 tahun tiga hari yang lalu itu batinya terkoyak. Hari ulang tahun yang seharusnya dia lewati dengan tawa, pada kenyataanya dia hadapi dengan deru tangis, kehampaan karena kematian kakak kesayanganya.

Tiga hari yang lalu, sebuah kasus penembakan misterius terjadi di jalan dekat perumahan radit. Korban yang merupakan anggota kepolisian bareskrim, seorang brigpol muda berusia 27 tahun. Meninggal di tempat setelah dua peluru panas bersarang di kepala dan jantungnya. Penembakan misterius itu diperkirakan terjadi pukul 23.15 WIB. Keadaan yang gelap membuat saksi di sekitar tempat kejadian tidak bisa dengan pasti melihat pelaku. Kasus inipun masih dalam proses penyelidikan.

Kenyataan yang membekukan kewarasan radit itu tidak bisa dipungkiri, kematian kakak laki-lakinya yang begitu mendadak membuat seluruh keluarga besarnya shock. Tidak ada pertanda, hanya sebuah kejutan yang diwakili oleh dering telfon dari kepala RW ditengah malam.

Tiga hari berselang setelah kematian Julius Adi Sanjaya,  masih ada beberapa rekan-rekan sang kakak yang datang ke rumah, mengucapkan rasa bela sungkawa. Julius memang orang yang baik, banyak orang yang menyukainya karena pribadi dan paras tampannya. Julius adalah polisi yang dapat diandalkan, anak yang dibanggakan, teman yang dikagumi serta kakak yang selalu menjadi panutan. Keprgiannya mengguncang setiap insan yang mengenal julius.

Di kamar, Radit duduk terdiam di depan layar komputernya. Kedua mata radit menatap lekat kearah monitor yang menampilkan foto dirinya bersama sang kakak, diambil belum lama ini saat radit mendapat juara di perlombaan judo antar SMA. Tatapan mata radit goyah, pelupuk matannya basah. Entah sudah berapa lama dia memandang foto itu, rasanya tetap seprti mimpi, kematian kakaknya. Kenyataan yang dia hadapi saat ini seakan hanya sebuah imajinasi terliar yang pernah radit bayangkan saat tidur dimalam dengan badai. Disela lamunan radit, pintu kamarnya diketuk pelan, suara lirih terdengar dari balik pintu.

"Radit, sayang?" suara serak dari wanita paruh baya mengalun lembut, nada yang bergetar dan sedikit serak. Radit yakin itu suara ibunya. Mendapati hanya kesunyian yang menjawab, nyonya sanjaya, ibunda radit membuka pintu kamar radit perlahan.

Kamar radit begitu gelap, satu-satunya sumber caya yang ada di dalam ruangan hanya computer didepan radit. Nyonya sanjaya memandang nanar pada punggu putra keduanya. Isaknya kembali, melihat keadaan radit yang terus mengurung diri di dalam kamar, tidak mau menyentuh makananya dan terus terpaku di depan layar computer memandangi foto kakaknya. Batinnya sebagi seorang ibu ikut tercabik, tidak hanya kehilangan putra pertamanya yang selalu dibanggakan, namun melihat puta keduanya yang terpukul dan menyiksa dirinya sendiri semakin meremukan hati.

"radit, ayo keluar makan dulu sayang" bujuk nyonya sanjaya, suaranya yang bergetar coba dia tahan. Sudah kesekian kalinya nyonya sanjaya meminta dan membujuk radit untuk keluar dari kamarnya, namun hanyaya keheningan yang didapat.

Dari balik punggung nyonya sanjaya berdiri seorang wanita muda, berseragam lengkap, seorang polwan dengan paras cantik dan tegas. Tepukan halus mendarat di pundak nyonya sanjaya. Ditolehnya polwan muda itu, kemudian dipeluknya erat.

"biar saya yang bujuk radit, tante istirahat saja" Mira, polwan muda itu berkata. Mencoba membantu nyonya sanjaya yang sudah mulai menyerah membujuk Radit. Anggukan pelan nyonya sanjaya diterima Mira. Setelah tersenyum pada mira dan menatap singkat pada punggung radit, nyonya sanjaya meninggalkan mira bersama Radit yang masih membatu disana.

Kamar yang gelap membuat suasana semakin suram, mira pun berinisiatif menyalakan lampu kamar. Setelah lampu menyala, kin terlihat jelas semua sudut kamar Radit. Sebuah tempat tidur yang jelas tidak digunakan selama beberapa hari ini, tumpukan album foto yang entah berapa kali dibuka berserakan diatas lantai kamar, meja belajar yang terletak tepat disamping tempat tidur berantakan, dipenuhi tumpukan buku dan kertas berisi coretan. Radit duduk di meja itu, diam tak menunjukan respon apapun.

Mira melangkah lebih dekat, kemudian duduk diujung tempat tidur radit. Suara decitan kasur mengisi kesunyian diantara keduanya. Mira berdehem singkat, menimbang-nimbang kata untuk memulai perbincangan. Terakhir kali dia berbincang dengan radit sebenarnya belum terlalu lama, waktu itu mereka sedang membicarakan betapa lucu seorang pedangang ice cream yang selalu lewat di kompleks rumah mereka. Namun entah kenapa suasana saat ini begitu canggung. Mira adalah rekan kerja Julius, sering mampir kerumahnya karena tetangga. Keduanya begitu akrab hingga sering dikatai sebagai pasangan kekasih. Namun Julius dan mira lebih dari sepasang kekasih, mereka adalah keluarga. Bukan dari darah namun dari jalinan lencana dan prinsip polisi yang merka percaya.

Mira berdehem lagi, kemudian memulai percakan. "dit, sudah berapa hari kamu ngak masuk sekolah?" tidak ada jawaban.

Mira merasa bodoh, seharusnya dia bisa memikirkan hal yang lebih bagus untuk memulai pembicaraan, bukan malah menanyakan sekolah, dan jawabanya sudah jelas terpampang. Mencari kesempatan kedua, mira kembali memulai percakapan. Namun belum sempat dikeluarkanya kata-kata dari mulut, radit mendahuluinya.

"penyelidikan yang dikaukan oleh bang juli. Apakah itu ada kaitanya dengan penembakan ini?" pertanyaan radit yang tiba-tiba membuat mira terkejut, mencobanya mencerna pertanyaan radit.

"maksudmu?"

"kematian kakakku, apakah itu ada kaitanya dengan kasusu yang sedang dia selidiki saat ini? Beberapa hari yang lalu dia sempat mengatakan bahwa dia mendapatkan bukti baru dan akan melakukan penyelidikan di lapangan. aku yakin kau tau tentang hal ini?"

Entah darimana radit menemukan kesimpulan itu, mira masih bingung. Mungkin dari ayahnya. Karena ayah Julius dan Radit adalah Akpol. Tapi sebelum mira menjawab pertanyaan radit, mira melihat kesempatan. Radit mau berbicara, mungkin dengan ini dia bisa dibujuk untuk makan.

"mungkin" mira mencoba kesempatanya.

"benarkah?"radit langsung membalikan badanya kearah mira "bisakah kau memberitahuku kasus apa yang sedang ditangani oleh bang juli?" kini raut wjah dingi radit sedikit berubah, ada kilatan tekad kuat diasan. Ingin membuktikan sesuatu, ingin menemukan sesuatu.

Merasa umpan yang dia lempar ditangkap, mira melanjutkan percobaanya. "tentu. Tapi sebelum aku memberitahumu, setidaknya kau bisa menghibur ibumu. Keluarlah dari kamar, jangan mengurung diri disini, dan cobalah makan. Wajahmu pucat"

Merasa dipermainkan, raut wajah radit berubah menjadi wajah tidak terima . Namun apa yang dikatakan oleh mira ada benarnya, dengan dirinya yang mengurung diri di kamar, dia tidak akan mengubah apapun. Membuat orang tuanya khawatir juga tidak memperbaiki keadaan. Setelah mempertimbangkannya, radit mensetujui tawaran Mira.

Radit bangkit dari kursinya, berjalan kearah pintu. Sebelum kakinya melangkah keluar dari ambang pintu, radit meoleh kearh belakang, kepad mira yang masih duduk di atas ranjangnya. Senyuman tipis terukir di wajah wanita itu, matanya menatap kearah radit, menunggu.

"janji kau akan menceritakan semuanya padaku?" radit memastikan, suaranya sedikit bergetar. Mira managkap nada memohon di kalimat itu. sebagai jwaban, Mira mengaguk singkat. Dan dengan anggukan itu radit merasa ada cahaya, dia merasa sudut gelap yang di tempatinya saat ini mempunyai sumber cahaya baru, kecil, namun nyata.

ANOTHER SIDE OF TRUEحيث تعيش القصص. اكتشف الآن