Ingin

36 7 14
                                    

Happy reading💝

Berawal dari pertengahan bulan Desember hingga ia akan pergi digantikan Januari, mentari masih enggan datang untuk menghangatkan kota yang sedang dibanjiri rinai tanpa jeda ini. Mungkinkah bumi masih terlalu rindu akan kedamaian dan cinta yang dibawa oleh rintikan rinai yang sudah lama tidak hadir menyapa.

Tetes demi tetes air hujan turun membasahi balkon yang masih lembab karena hujan semalam. Aroma secangkir kopi yang baru diseduh menyusup masuk ke dalam ruangan kamar bernuansa hangat itu.

Seorang gadis dengan tatapan kosongnya menatap ke arah jendela yang berembun. Duduk diam tidak bersua. Hawa dingin menusuk hingga ke tulang membuat kulit putihnya yang dilapisi hoodie hitam itu terlihat sedikit pucat.
Tak lama berselang terdengar suara ketukan pintu, memecah keheningan. Seorang wanita paruh baya masuk ke dalam ruangan sunyi tersebut, membawa secangkir kopi yang di dalamnya terdapat sebuah harapan dan permintaan yang ingin segera disemogakan.
Tepukan lembut ia daratkan di bahu gadis tersebut hingga putrinya itu tersadar dari lamunan. Kemudian ia menoleh dan wanita itu membalasnya dengan senyum, lalu meletakkan kopinya di atas meja.

"Minumlah, itu akan menghangatkan tubuhmu,"tuturnya sembari mengelus surai lembut sang putri.

"Iya, Ma."
"Andina, apa kamu memang sangat ingin pindah ke Jakarta?"tanya wanita itu dengan nada sendu.
"Dina pingin banget, Ma. Izinkan Dina, ya, Ma. Setelah Mama mengabulkan itu, Dina janji gak akan minta apa-apa lagi. Dina mohon...."pinta gadis bernama lengkap Andina Laclarasya itu dengan sangat memohon.

Semenjak penolakan mentah-mentah dari ibunya yang melarangnya ke Jakarta waktu itu, Andina menjadi sangat pendiam dan terus berdiam diri di kamarnya. Sudah berkali-kali ia berusaha melupakan keinginan besarnya itu, namun nihil. Jiwanya terus memberontak ingin menyusul dua saudaranya yang lain di Jakarta.

Sang Ibu tersenyum redup.
"Baiklah, habiskan kopinya,"ucapnya sebelum berbalik dan meninggalkan kamar Andina.

Wanita itu melangkah gontai dan berhenti di sebuah kamar tepat di samping kamar Andina. Tangannya memutar knop pintu, lalu ia masuk ke kamar serba pink milik putri manisnya yang  hampir 3 tahun telah meninggalkan rumah ini. Ia bersama  saudara tertuanya pindah sekolah ke Jakarta karena waktu itu putra sulungnya mendapat beasiswa kuliah di sana berkat prestasinya yang gemilang.

Saat ini ia hanya punya Andina yang masih bersamanya, dan pada akhirnya, Andina juga berkeinginan mengikuti saudaranya yang lain.
Wanita paruh baya bernama Liana Aldwin itu duduk di tepi ranjang, mencoba menostalgiakan kembali semua kenangan saat anak-anaknya masih kecil. Tidak terasa sebulir air mata kerinduan lolos dari mata cantiknya.

Tuan Aldwin, ayah Andina mondar-mandir mencari istrinya. Biasanya Liana akan segera menyaut saat ia memanggil, tapi hari ini rumah terasa lebih sunyi. Kemudian ia memutuskan untuk ke kamar Andina. Sebelum sampai di sana, ia melihat pintu kamar sebelahnya terbuka. Tuan Aldwin menautkan alisnya, merasa heran kenapa pintu kamar putrinya terbuka.
"Liana?"
Yang dipanggil mengangkat wajahnya, kedua matanya pun menyorot lelaki yang lebih tua darinya itu.

"Semua baik-baik saja, kan?"Tuan Aldwin masuk menghampiri dan duduk di samping Liana.
"Mungkin aku akan kehilangan mereka semua,"Liana menatap nanar manik mata suaminya yang persis dengan manik Andina.
Tak dapat dipungkiri, jauh di relung hatinya, ia merasa tercubit.
Tuan Aldwin menarik tangan sang istri ke dalam genggamannya, memberikan sedikit kekuatan.
"Liana, Andina sudah beranjak dewasa. Sama seperti Gracia dan Gavino, ia berhak menentukan sendiri masa depannya. Walaupun begitu, mereka tidak mungkin melupakan kita, yakinlah,"ucapnya berusaha menenangkan Liana. Gelisahnya sedikit mencair, Liana mengangguk lemah dan menyandarkan kepalanya di bahu lebar Tuan Aldwin.

                               ***

Musim penghujan di bulan Desember akan segera berakhir, semesta sudah menyiapkan hari bermahkota indah mentari yang menanti bersama Januari. Bumi kota mulai mengering, hanya saja gerimis masih menolak berhenti.

Andina menurunkan kaca jendela mobil, menerawang pandang ke jalanan yang mereka lalui. Liana mengabulkan permintaannya, hari ini juga, Andina siap mendarat di Jakarta.

***

Vomment😊

Você leu todos os capítulos publicados.

⏰ Última atualização: Dec 17, 2020 ⏰

Adicione esta história à sua Biblioteca e seja notificado quando novos capítulos chegarem!

The Hidden LoveOnde histórias criam vida. Descubra agora