Bagian 2

150 22 2
                                    

~...Part sebelumnya..~

.

Serigala ini masih menggeram padaku tapi, sepertinya tidak sekuat sebelumnya. Karena perlahan serigala putih ini membaringkan tubuhnya kembali. Terlihat nafasnya terengah-engah dengan ringikan kecil seolah merasa kesakitan, sepertinya geramannya barusan benar-benar menguras energinya. Dugaanku kelaparan membuatnya tidak bertenaga dan luka memberikan rasa sakit pada tubuhnya. Lupakan dengan kekuatannya membunuh ular itu, sekarang kondisinya yang lemah memberikan keselamatan untukku.

Aku sempat menghela nafas lega sampai ketika pintu terjeblak terbuka dan disana Ayah berdiri dengan wajah keras dan khawatir??

Apa aku telah membuat kesalahan?

...

...

...

Apa aku telah membuat kesalahan?

Ayah memandangku dengan khawatir meneliti jika tubuhku tidak kekuarangan apa pun lantas bergulir menatap serigala putih yang sudah dalam posisi siaganya meskipun setengah berbaring.

Ayah bergerak cepat berdiri di depanku, baru kusadari sebuah Katana berada dalam genggamannya dan aku terkejut saat Ayah hampir menebas kepala serigala putih itu.

"Tousan!"

"Minggir Neji! Berani sekali kau membawa serigala ke rumah. Kau tidak berpikir jika makhluk ini akan membunuhmu? Membunuh kita semua?" Ayah berkata dengan ekspresi marah dan terluka yang baru pertama ku lihat hingga usia 17 tahunku ini. Aku tertegun baru kali ini aku melihat Ayah seperti ini. Aku menatap serigala putih yang masih berada di tempatnya. Meskipun sikapnya bukan merujuk pada pertemanan tapi, dia sama sekali tidak bergerak dari posisinya. Apakah serigala ini tidak merasa terancam saat Ayahku hampir memenggal kepalanya andaikan jika aku tidak sigap menahannya tadi.

"Tousan maafkan aku. Aku telah membuatmu kecewa. Tapi, aku tidak ingin membiarkannya dalam keadaan terluka seperti ini." Aku menatap Ayahku dengan penuh harap, "aku ingin merawatnya dan aku akan menjamin keamanannya, Tousan."

"Aku akan membunuhnya kalau begitu," ucap Ayahku yang tentu membuatku semakin kalang kabut. Ayah dan kekeras kepalaannya bak mata koin. Jadi, jika aku tidak bertindak maka ini akan berakhir buruk.

Aku bergerak cepat menahan tubuh Ayah. Beruntung tinggi kami seimbang sehingga aku bisa memblokir gerakan Ayahku yang terlihat bernafsu membunuh serigala penyelamatku.

"Neji! BERANI SEKALI KAU MENGHALANGIKU!"

Aku mundur memberikan perlidungan pada serigala putih ini. Sebenarnya aku cukup resah mengingat dalam posisi ini bisa saja serigala ini akan menerkamku dari belakang, tapi instingku mengatakan jika hal itu tidak akan terjadi.

Ayah terlihat semakin marah dan putus asa melihat seberapa dekat jarakku dengan serigala putih ini.

"NEJI MENYINGKIR DARI SANA! MAKHLUK ITU BISA..."

"DIA MENOLONGKU!"

"Apa?"

"Makhluk ini menolongku!"

Ayah sempat tertegung dan menatapku sangsi. Tapi, kekhawatirannya masih belum hilang dari wajahnya.

"Jangan membohongiku hanya untuk membuatku mengizinkannya berada di rumah ini. Makhluk ini adalah makhluk buas dan bisa menyerang manusia. Terlebih kau membohongi Tousanmu hanya untuk makhluk liar itu?" ucap Ayah. Ada gurat kecewa di matanya.

"Maaf Ayah," bisikku tulus.

"Permintaan maaf di terima. Tapi, tetap saja makhluk itu berbahaya, dan Tousan melarangmu bersamanya, Neji."

Serigala PutihkuWhere stories live. Discover now