5. Hari Yang Sial

26 1 0
                                    

"Wuih... rapi amat, Mbak Bro. Mau kemana?" tanya Akila tiba-tiba setelah melihat Intan nampak telah mandi dan berganti pakaian. 

Sebenarnya, bukan hal yang mengherankan jika dia bersiap untuk keluar sore ini. Intan juga yakin kalau penampilannya tidak mencolok. Hanya saja hari ini dia tidak mengenakan outfit santai kebesarannya, yaitu piayama lengan panjang dan jilbab instan. Intan tampak lebih rapi dengan tunik sepanjang lutut berwarna merah dan dilengkapi celana hitam panjang. Kerudung yang dipakainya pasmina merah segi empat yang dilipat rapi. Jelas memancing sedikit rasa heran dan penasaran kedua teman kepo-nya itu.

"Iya, nih. Teh Intan wangi melati," ujar Zulfa sambil mengendus-endus Intan.

"Perasaan dari dulu parfumku melati dan wanginya nggak pernah mencolok," tukas Intan sedikit risih dengan sikap kepo kedua teman kamar kost-nya.

"Asek-asek. Mbak Bro mau kencan nih." Pipi Intan memerah karena grog.

"Ada sedikit urusan dengan teman. Dan yang pasti bukan acara kencan," ujar Intan penuh penegasan. Apa yang dikatakan olehnya tidak sepenuhnya salah dan bukan kebohongan.

Beberapa bulan lalu Ivan sempat mengatakan kalau mantan tunangannya itu sering cemburu karena dia beberapa kali miscall, dan mengirim sms. Meski seingatnya, Intan tidak pernah mengirim pesan romantis atau kata-kata mesra.

Selain ingin meminta tolong agar Ivan bersedia menemaninya datang ke pernikahan Rini. Sebenarnya Intan ingin menanyakan hal itu padanya. Menanyakan tentang kebenaran dari yang dikatakan oleh Resti.

Sudah hampir sehari semalam dirinya merasa tidak tenang memikirkan apa yang disampaikan oleh gadis yang mengaku sebagai sepupu orang yang dipujanya selama ini.

Setelah berdoa beberapa kali dia menjadi tenang dan menyimpulkan bahwa Ivan mengatakan Intan penyebab bubarnya pertunangannya adalah untuk menjaga harga diri dan menutupi aib mantan tunangannya tersebut.

"Iya, pasti karena dia ingin menutupi keburukan mantan tunangannya. Aku harus berhenti berprasangka buruk padanya. Kecuali kalau dia sampai mengulanginya lagi agar aku menjauhinya," gumamnya dalam hati. Setelah berpamitan dan mengucapkan salam pada dua teman sekamarnya,Intan melangkah pergi menuju tempat tujuannya.

Intan akan menemui Ivan di kantornya sore nanti usai dia berkeliling ke objek wisata yang dikunjunginya hari ini. Dia berpikir akan membicarakan masalahnya itu setelah pria itu selesai bekerja. Iya, dia tidak ingin terkesan mengganggu jam kerja Ivan. Selain itu dia juga berpikir bahwa apa yang akan dia bicarakan dengan pria itu sebaiknya dibicarakan saat santai.

*****

"Mbak, apa Pak Ivan ada?" tanya Intan pada resepsionis ketika sampai di gedung kantor Ivan. Intan mengelap dahinya yang bercucuran keringat dengan tisu.

"Iya, Ada. Apa sudah membuat janji bertemu sebelumnya?" Intan mendapatkan pertanyaan yang sama yang Intan dapatkan seperti saat pertama kali sampai di tempat tersebut. Meski sempat merasa tidak enak hati Intan menjawabnya dengan gelengan beberapa kali dan ekspresi santai. Dia berdoa agar bisa bertemu Ivan dan melaksanakan tujuannya.

"Sebentar ya Bu, saya tanyakan pada Pak Ivan dulu." Intan sebenarnya tidak suka dibeginikan. Apalagi mengingat gedung kantor Ivan tidak besar dan perusahaannya hanya perusahaan kecil.

Intan tidak seharusnya berpikir seperti ini. Dia menghela nafas panjang dan kembali merasa salah karena berprasangka buruk dan menggampangkan perusahaan Ivan yang masih terkesan ecek-ecek.

Bagaimanapun juga perusahaan Ivan sudah berbentuk PT dan gedungnya sudah milik sendiri. Meskipun pegawainya juga masih beberapa orang setidaknya ini adalah usahanya sendiri.

Cinta Sesuci Embun PagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang