If Time Return (2)

Start from the beginning
                                        

****

Siang telah tiba. Matahari menerobos memantulkan cahayanya lewat kaca. Hinata seakan sengaja terus menebar senyuman manis saat menyuapi sang buah hati. Beberapa kali wajahnya berubah cemberut meski sejenak kemudian kembali mengumbar senyum. Boruto masih menutup rapat-rapat mulutnya.

Dua hari berselang pasca Boruto siuman dari operasi. Kondisinya mulai membaik seiring waktu berjalan. Sai juga berkata bahwa benturan yang dialami Boruto tak sampai mengakibatkan cedera di otaknya. Namun masih terlalu dini untuk dikatakan baik-baik saja, Boruto masih memerlukan waktu untuk menginap beberapa hari di rumah sakit. Psikisnya pun juga butuh dipulihkan.

"Sudah ma" Boruto sengaja menjauhkan kepalanya dari jangkauan Hinata. Boruto jelas menolak untuk menambah satu suapan lagi di mulutnya. Perutnya terasa penuh dan bergejolak, Boruto tak mampu lagi menampung nasi yang masuk ke ususnya. Apalagi rasa pahit menyebar disekitar rongga mulutnya. Rasa masakan rumah sakit makin tak enak untuk dikunyah.

Helaan napas kesal sengaja Hinata perdengarkan. Boruto sulit diajak kerjasama, anaknya sulit makan sejak kecelakaan. Banyak alasan Boruto ungkapkan namun tak membuat sang mama menyerah untuk memaksa Boruto menelan makanannya.
Boruto beringsut saat Hinata meletakkan sedikit kasar piring makan di atas nakas. Sang mama pintar membuat bulu kuduknya merinding takut.

"Boruto istirahat saja ya. Mama mau menemui dokter Sai dulu" pamit Hinata lembut kemudian membimbing tubuh sang putra untuk kembali tidur dan menyelimutinya.
Boruto menurut dan menganggukkan kepala sebagai tanda setuju. Hinata pasti akan kembali memelototkan matanya jika Boruto tak lagi menurut.

Hinata mengusap pelan surai pirang Boruto yang mulai memejamkan mata. Gumaman nada lirih Hinata perdengarkan sebagai pengantar tidur buah hatinya. Helaian surai pirang mengingatkan kembali Hinata kepada Naruto.

Naruto dan keluarganya tak lagi menampakkan diri semenjak Boruto siuman. Mereka menghilang seolah bumi ikut menyembunyikan hawa keberadaannya. Hanya Naruto yang Hinata ketahui masih berkunjung kemari.
Ketika malam dan jam menunjukkan pukul 11, maka siluet pria terlihat berjaga di balik pintu. Sering kali Hinata yang masih terjaga memergoki Naruto mengintip dari kaca kecil di daun pintu. Naruto tak berani masuk dan memandang putranya dari jauh. Dan ketika pagi datang, Naruto tak lagi berada disana. Pria itu menghilang namun beberapa makanan ringan beserta sarapan akan Naruto tinggalkan di kursi samping kamar Boruto.

Hinata tak benar-benar tahu apa yang di rasakan Naruto. Rasa iba kadang berseliweran, namun mengingat kembali pedih yang pernah Naruto torehkan, segala kebaikan Naruto seakan tenggelam oleh kebencian. Hinata masih belum sepenuhnya memaafkan kesalahan mantan suaminya itu.

Hinata segera menggelengkan keras kepalanya. Lamunannya merembet kemana-mana. Hinata terkesiap saat Boruto ternyata telah tertidur pulas. Kedua sudut bibirnya ia tarik, kecupan sayang kembali Hinata berikan sebelum melangkah pergi.
Cacing-cacing di perut Hinata sudah merintih. Perutnya seakan terasa dicubit dan dipilin, sakit amat terasa. Hinata akan berbelok ke kantin terlebih dahulu sekedar membeli roti mengganjal perutnya yang kosong sebelum menemui Sai di ruangannya.

"Hinata" sapa suara itu.
Hinata menoleh ke arahnya setelah menutup pintu kamar. Hinata tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya saat suara itu berasal dari pria paruh baya yang berdiri disebelah kirinya. Seorang pria berperawakan tegas, umurnya yang tak lagi muda tak sedikitpun mengurangi ketampanan pria dewasa itu. Surai pirang serta mata sapphire yang menyejukkan serupa dengan milik buah hatinya.

Hinata melupakan satu fakta. Turunan itu sesungguhnya bukan berasal dari gen yang dimiliki oleh Naruto melainkan dari lelaki yang berdiri disampingnya sekarang.
Minato Namikaze. Hinata tak akan pernah lupa pada satu nama lain yang membuatnya menderita di masa lalu.

If Time ReturnWhere stories live. Discover now