Can't Smile Without You

Start from the beginning
                                    

Terkadang, bertanya bukan berarti benar-benar peduli. Tapi lebih sering ke basa basi.

Aku percaya, sia-sia mereka menculik untuk menghiburku. Membawaku pergi ke neraka kecil ini sejak malam tadi. Percayalah, tak akan ada yang dapat membuatku tersenyum, tertawa, bernyanyi kembali kecuali Barry.

Namaku Peri. Sehari-hari, aku hanya kuliah dari pagi sampai sore dan ketika malam aku bernyanyi di café.

Aku mencintai suaraku, mencintai musik juga lagu. Mencintai profesiku sejak dibangku Sekolah Menengah Atas. Musik telah menjadi bagian terpenting dalam hidupku. Namun tidak setelah Barry dan aku saling mengenal di café biasa tempatku bersuara. Ia berhasil mencuri hatiku, menarik perhatianku. Ia hidupku, pertama dan selamanya.

Ibay terus berusaha mengeluarkan lelucon-lelucon sampahnya. Dimana sih letak selera humornya? Selera humor yang rendah! Dan mereka juga, dua temanku itu ikut tertawa bahkan terbahak di hadapanku. Lalu aku? Jangankan tertawa, untuk menoleh ke arah mereka pun aku tegang saraf.

Soft drink, orange juice, beer, pizza, dan roasted bread terpampang pasrah di hadapanku, menggelinjang minta di sentuh. Ketiga temanku dengan suka ria menyentuhnya, mengarahkan pada mulutnya, kemudian menelannya habis-habis. Berulang kali Dioni coba melayangkannya kedalam mulutku, namun aku memilih bungkam. Tak ada hasrat sama sekali menampung makanan dalam perutku. Tak ada alasanku melanjutkan hidup tanpa senyumku.

Aku kehilangan senyumku, benar-benar kehilangannya tiba-tiba.

Kehilangan segalanya dalam hidup menjadi bagian terpahit yang ku telan paksa. Semenjak ia meninggalkankutanpa alasan yang dapat ku terima.

Aku tahu, Barry meninggalkanku hanya untuk menjadi alasan munculnya senyum di bibir perempuan lain. Perempuan yang sama sekali tidak lebih baik dariku! Tidak lebih baik dari segi apapun!

Memang. Takkan ada yang lebih pantas bersanding dengan Barry, selain aku. Semesta pun tahu.

Aku tak tahu lagi harus berbuat apa. Bagaimana cara aku melanjutkan hari-hari ku setelah ini tanpa kehadiranBarry disela-selanya?

Tak pernah sampai hati aku melihatnya bersedih. Tanpa perintah, aku pun pasti ikut merasakan kesedihannya. Menangisi semua tangisan kehidupannya. Merintihi segala rintih kisah hidupnya. Meratapi apapun ratapannya. Aku bisa merasakannya. Barry adalah aku, begitupun sebaliknya. Setidaknya itu dulu.

Aku selalu ikut berbahagia ketika melihatnya bahagia. Merayakan segala kebahagian dalam hidupnya. Walau terkadang, ia melupakan aku saat tengah tertawa dengan sahabat-sahabatnya. Menghilangkanku sejenak dari dalam pikirannya saat berbahagia dengan lingkungannya selain aku.

Aku tak menyalahkan Barry sepenuhnya. Mungkin memang ada masa ketika ia ingin memiliki waktu tanpaku.Namun, seharusnya tak begitu kan.

Semua hal yang membuatnya tersenyum adalah alasanku tersenyum. Aku sangat menggilai senyumannya, terlebih ketika senyuman itu ditujukan hanya padaku. Ia selalu tahu, aku akan melakukan hal yang sama setelahnya. Menikmati kebersamaan kami dengan cara kami. Tersenyum untuk kedua bibir kami.

Entahlah, hanya kami yang mengerti segala tentang kami.

Aku dapat dengan nyata merasakan segala emosi yang ada pada Barry. Termasuk emosi sedih dan bahagianya ketika ia mulai jatuh cinta dengan Perebut Kekasih Orang itu!

Aku hanya ingin Barry tahu apa yang terjadi padaku setelah ia pergi. Betapa kacau dan rapuhnya aku.

Aku tak dapat tersenyum kembali tanpanya dan aku butuh senyumku! Aku masih menginginkannya kembali dalam hidupku, mengisi hari-hariku seperti dulu. Aku tak terima dengan apa yang terjadi.

I Can't Smile Without You (END)Where stories live. Discover now