"Kak, bisa nggak tiap pagi di sini?" tanya Gatra dengan mata sayu dan terlihat masih mengantuk, sepertinya ia bermain gim semalam suntuk. Gatra menggenggam gelas susu miliknya dan menenggaknya hingga tersisa separuh.

"Tunggu empat bulan lagi ya Gatra," jawab gue.

"Kakak sama Abang tinggal di sini apa nempatin rumah baru Abang ntar?" tanya Gatra lagi, sorot matanya terlihat sangat penasaran saat ini.

"Rumah Abang," jawab Yiraga yang baru saja bergabung di tengah kami.

"Kenapa nggak di sini aja sih? Biar rame," keluh Gatra.

"Biar nggak diganggu kalian," balas Yiraga sambil mengacak rambut Gatra jahil.

"Kita emang bakal ganggu apaan sih?" protes Jun tidak terima. Ia kemudian menghampiri gue dan merengek di tangan gue. "Kak, bilang kek Kakak mau tinggal di sini aja, nggak usah di rumah Abang," pinta Jun merajuk.

"Leo boleh tinggal sama Abang di rumah baru nggak?" tanya Leo polos yang membuat Yiraga sontak melirik ke arah gue. "Leo janji jadi anak baik deh Bang," rayunya kemudian.

Gue menggendikkan bahu dan menahan senyum mendengar rengekkan dan rayuan para biang kerok.

"Mau cepet punya ponakan nggak?" tanya Yiraga yang sontak membuat pipi gue memerah.

Gatra menggaruk kepalanya. "Mau juga sih, tapi mau Kak Gita di sini juga. Emang nggak bisa apa bikinnya di sini aja?"

"Ya bisa lah Gatra, cuma mungkin nggak bisa sering aja, nggak bisa di sembarang tempat juga," timpal Jun.

"Ini ngomongin apaan sih?" tanya Leo bingung.

"Jun, stop here." Yiraga memberi peringatan.

"Ya di sembarang tempat juga nggak akan kita intip juga kali Bang live action-nya, santai aja."

"Gatra!" tergur Yiraga kembali.

Gue menggeleng pelan melihat topik ini mereka angkat di waktu sarapan pagi. Benar-benar membuat sakit kepala.

***

Setelah mengantar gue pulang dan menunggu gue bersiap, Yiraga mengantar gue ke kantor. Di lobi kami sempat berpapasan dengan Januar yang pergi bersama Jihan ke kantor cabang. Dan tatapan tidak suka yang Yiraga tunjukkan membuat gue cukup gentar dan berniat mengubur dalam-dalam pengakuan cinta Januar malam itu.

Sejujurnya gue masih bingung bagaimana cara memenuhi permintaan Januar yang meminta gue untuk tetap menjadi temannya di saat Yiraga begitu antipati terhadapnya.

"Nanti pulang aku jemput ya, kita ketemu Kristi untuk bahas gaun pernikahab" ujar Yiraga sembari mengelus tangan gue lembut. Gue mengangguk singkat. "Aku janji nggak akan telat lagi."

Sesampainya di ruang kerja, rekan-rekan langsung memberondong gue pertanyaan.

"Eh, ceritain gimana lo sama Yiraga kemarin!" pinta Handika seperti ibu-ibu rumpi.

"Panjang kalau ceritain detail. Tapi intinya gue sama Aga baik-baik aja."

"Sumpah ya gue serem banget ngeliat laki lo melototin Khairi kemaren. Gue pikir mereka mau tonjok-tonjokan kemarkn. Eh, ternyata Aga malah nonjok Januar," komentar Ada.

"Orang diem memang marahnya luar biasa, gue lihat sendiri hasil karya Aga di muka Januar," ucap Yudistira yang membuat gue mencibir dalam hati.

Karya katanya? Huh.

"Januar kemarin malam dateng ke rumah gue," ungkap gue jujur.

Reaksi mereka semua kurang lebih sama, menganga tidak percaya dengan pernyataan gue baruaan.

Nikah?Where stories live. Discover now