00

11.2K 849 102
                                    

Hari itu aku pergi ke kafe temanku untuk minum green tea latte kesukaanku. Di sana aku bertemu dengan seorang wanita berseragam merah, yang merupakan seragam restoran cepat saji. Dia minum secangkir kopi susu dengan gula aren, serta makan kue pie kering. Aku kira awalnya dia hanya pengunjung biasa, tapi entah kenapa setiap ke kafe, aku lagi-lagi bertemu dengannya. Masih dengan penampilan yang sama, meskipun saat musim dingin, ia membalut seragamnya dengan jaket tipis berwarna krem. Serta pesanan yang sama. Namun dengan kondisi berbeda-beda. Kadang tampak sehat, namun kadang juga dia terlihat punya banyak memar di wajah serta tangannya yang terekspos, karena seragamnya yang berlengan pendek. Lama-lama, aku jadi penasaran dengan wanita itu.

•••

Curr... suara air yang dituang ke dalam mug, memecah keheningan sebuah unit apartemen megah dengan nuansa putih dan perak itu. Lelaki yang sedang menuangkan air panas ke dalam mug yang sudah lebih dulu dimasukan kantung teh, kemudian menguap lebar.

Meskipun dia sudah mandi, dan mengenakan pakaian rapih untuk ke kantornya. Matanya masih saja sulit untuk terbuka dengan benar.

Semalam ia lembur, dan saat pulang. Harus pasrah menerima kekosongan di rumahnya, yang entah kenapa membuatnya jadi semakin merasa lelah dan susah tidur.

Padahal ini pilihannya untuk hidup sendiri selama belum menemukan sosok yang pas untuk teman hidupnya. Meskipun sudah banyak wanita yang dikenalkan padanya.

Setelah teh dan roti panggangnya selesai dibuat, Taeyong pun duduk di salah satu kursi meja makannya, dan menyantap rotinya tanpa bersuara. Matanya menatap sendu kursi-kursi kosong di sekitarnya.

Kalau dia kembali tinggal dengan orang tuanya, rasanya malu. Dia ini pria dewasa. Kalau di rumah, ibunya akan kembali merawat dirinya, meskipun dia sudah bersikeras bisa merawat dirinya sendiri.

Selesai sarapan, Taeyong pun bergegas pergi ke kantornya.

•••

Seorang wanita berambut tipis dengan warna coklat, berjongkok di depan putranya yang berdiri di depan gerbang sekolah.

"Hari ini semangat lagi ya belajarnya," tutur wanita itu, sembari menyunggingkan senyum. Tidak peduli luka di bibirnya terasa sakit, saat ia menarik kedua sudut bibirnya ke atas.

"Iya, ibu, terimakasih. Tapi apa yang terjadi dengan wajah Ibu? Lagi-lagi Ibu jatuh ya?"

Wanita itu terkekeh sembari mengusap wajahnya sejenak dengan satu tangan.

"Yah, begitulah. Ibukan memang ceroboh, makanya kau harus hati-hati, jangan seperti Ibu,"

"Tapi apa memang luka jatuh itu seperti itu?"

"Eum... yaa..." balas wanita itu ragu-ragu, dengan kepala mengangguk perlahan.

Anak laki-laki itu mengerucutkan bibirnya. Dia sebenarnya tidak percaya dengan perkataan ibunya. Dulu dia memang bisa dibohongi, tapi lama-kelamaan, dia sudah bisa berpikir. Mana mungkin luka-luka di wajah dan tubuh ibunya hanya luka bekas jatuh. Tapi melihat ibunya tampak tidak ingin membicarakannya, ia pun memilih bungkam.

"Ya sudah, Ibu harus berangkat kerja sekarang. Kau baik-baik ya di sekolah, nanti sore Ibu jemput,"

Anak laki-laki itu menganggukkan kepalanya. Wanita itu kemudian mencium kening putranya, sebelum pergi meninggalkan putranya di sekolah.

I'm here | Lty & Jjh ✔Where stories live. Discover now