"Tapi bener kan kata gue, pasti lagi berantem si Abang sama Kak Gita." Jun kembali membuka suara.

"Kan gue udah suruh buat lanjutin rencana selanjutnya, lo yang malah minta main PS," ujar Gatra dengan kesal.

"Kalian ngerjain Kakak?!" bentak gue dengan cukup kencang, rasa kesal yang memuncah membuat gue menangis dan memerosotkan tubuh ke lantai. 

"Ada apa ribut-ribut?" Suara Yiraga terdengar, di ujung tangga ia berdiri menatap ketiga adiknya dengan malas. Ia sehat dan bugar, tidak terluka dan masih ganteng juga.

Begitu menyadari kehadiran gue, Yiraga langsung berlari dan menghampiri, ia ikut berjongkok di depan gue dengan tatapan penuh tanya. "Kamu kenapa?" tanyanya dengan khawatir.

Gue tidak bisa menjawab, hanya terisak lebih hebat. Yiraga kemudian memeluk dan mengelus punggung untuk menenangkan.

"Kalian apain Kak Brigita?" tanya Aga dengan mata memicing ke tiga adiknya yang kini saling mendorong satu sama lain.

"Kita bisa jelasin kok Bang," ujar Jun dengan cengiran kaku sembari menggaruk belakang kepalanya.

***

Setelah menenangkan diri, akhirnya kami berlima berkumpul di ruang keluarga, ketiga adik Yiraga duduk di hadapan kami dengan kepala yang tertunduk.

"Sekarang jelasin ke Abang kenapa kalian tiba-tiba bikin ide kayak gitu buat ngerjain Kak Brigita."

"Bang Jun bilang kalau Abang sama Kakak lagi berantem," tutur Leo sembari menunjuk Jun. Gatra di sebelahnya mengangguk-anggukan kepala mengiyakan.

Jun terlihat gelagapan saat mata Yiraga kini terfokus padanya. "Kemarin Abang kan pulang malem banget tuh sampai mama nanya, pas subuh Jun kelar marathon nonton film pun abang belum tidur, ditambah abang terus nanya ke Leo, Gatra sama Jun apa Kak Gita ngehubungin kami, Abang juga minjem hape Jun buat nelepon Kak Gita. Pagi-pagi juga Abang teleponin temen Kak Gita nanya Kak Gita ada izin nggak masuk kantor atau enggak, jadi Jun pikir emang kalian lagi berantem," tuturnya panjang lebar.

"Terus ide bilang kecelakaan siapa yang buat? Kalian doain Abang?"

Leo dan Jun serempak menunjuk Gatra yang berada di tengah mereka. "Soal ide itu Gatra yang mulai!" Jun mendadak berubah menjadi antusias.

"Ngeliat muka Abang yang ditekuk tadi sore Gatra nebak kalau kalian belum baikan. Apalagi Abang milih nggak turun buat makan malem dan ngurung diri di kamar. Kalau ada Kak Brigita pasti kan Abang nggak mungkin begitu," jelas Gatra. "Satu-satunya yang buat Kak Brigita dateng cepet ke sini ya dengan bilang gitu. Lagian nggak mungkin lah Gatra doain Abang kecelakaan, top up game dari mana kalau Abang kenapa-napa."

Jun yang mendengar penuturan sang adik pun menggeplak kepalanya dari belakang. "Game mulu di otak lo!" tegurnya.

"Soal taruhan?" tanya Yiraga lagi.

Kini Jun dan Gatra serempak menoleh ke arah Leo yang kini menunjukkan cengirannya. "Leo cuma nanya berapa lama Kak Brigita bakal sampe sini, Bang Jun mulai taruhan uang jajan kalau Kak Brigita bakal sampe nggak sampai empat puluh menit, Leo tiga puluh menit, Bang Gatra dua puluh menit. Bang Gatra yang menang karena Kak Brigita sampai di menit 23."

Gue mengurut pangkal hidung saat mendengar penuturan ketiganya, bisa-bisanya mereka menjadikan ini sebuah lelucuan, sedangkan gue panik setengah mati saat mendengar kabar tersebut.

"Minta maaf kalian sama Kak Brigita," tegur Yiraga.

"Maafin kita ya Kak," koor mereka dengan kompak.

"Leo sedih deh jadinya lihat Kak Brigita sampai nangis begitu, idungnya sampai merah kayak badut."

Juniarta segera membungkam mulut Leo dengan kedua tangannya, membuat Gatra yang berada di tengah-tengah terapit dan melayangkan protes. Suasana berubah kembali menjadi riuh karena ulah ketiganya,mau tak mau hal itu membuat gue mengulum senyum. Nyatanya gue tidak bisa marah dengan tiga biang kerok ini. Lagipula sepertinya usaha mereka untuk membuat gue dan Aga baikan cukup berhasil.

Nikah?Onde histórias criam vida. Descubra agora