Tangan Hinata mengepal. Wajah yang cantik belum tentu hatinya pun sama dan itu ada di diri wanita iblis dihadapannya sekarang.
"Oh, apa nyonya khawatir suami nyonya berpaling?" Tantang Hinata
Dulu, dia adalah gadis lemah, waktu mengubahnya. Rasa sakit yang Naruto berikan membuatnya sadar, Hinata benci diremehkan. Cukup dulu harga dirinya diinjak.
"Tak usah khawatir. Saya bukan wanita yang suka memungut bekas wanita lain" desis Hinata dengan menekan setiap kalimatnya.
Jeda sejenak, Hinata membalas dengan senyuman remeh. Mendekatkan bibirnya ke arah telinga Shion
"Apalagi bekas wanita ular seperti anda" lanjut Hinata sedikit berbisik, menatap Shion dengan tatapan tak kalah tajam. Kedua mata tak sewarna itu beradu.
Shion meremas kuat telapak tangannya. Giginya gemeretak, andai Shion tak sayang pada reputasinya. Ingin sekali dirinya mencakar wajah mulus wanita di depannya ini.
"Wanita sialan!" Desis Shion kesal kemudian berlalu pergi dengan wajah emosi.
Hinata tak peduli dengan kepergian Shion, wanita itu puas telah berhasil beradu mulut dengan wanita bermulut pedas itu. Mata Hinata beralih pada Sarada yang sekarang bercerita bersama kedua orang tuanya. Kening Hinata mengernyit kala tak mendapati anaknya dimana pun. Rasa khawatir menguap karena tak berhasil menemukan keberadaan sang buah hati. Wajah Hinata memucat takut jika Boruto tersesat. Tak peduli pada amarah tiap orang yang tak sengaja ditabraknya. Terus merapalkan doa, Hinata berlarian mencari anaknya.
.
.
.
"Paman!"
Naruto yang saat ini sedang melamun bersandar di balkon rumah Sasuke untuk menghirup udara malam di kota Osaka, menoleh ke asal suara cempreng yang pernah dikenalinya. Mendapati seorang bocah bersurai pirang dengan mata birunya, membuat Naruto hapal pada sosok kecil yang kini menghampirinya dengan setengah berlari.
Pria itu tersenyum menyambut rentangan tangan lebar dari Boruto.
"Paman juga disini?"
Naruto mengangguk. Mengurai pelukannya dan menyamakan tingginya dengan Boruto yang begitu antusias bertemu dengannya.
"Boruto, kenapa kau disini?" Tanya Naruto penasaran.
Tak pernah terpikir dibenaknya jika lagi-lagi Naruto akan kembali bertemu dengan Boruto. Wajah seorang anak lelaki yang terus mengusik pikirannya. Senang, perasaan rindu Naruto telah tersalurkan.
"Aku adalah teman Sarada, paman" terang Boruto semangat
"Tentu sebagai temannya aku datang ke pesta ulang tahun Sarada yang manis" sambung anak itu
Naruto terkekeh. Lihat, tingkah kekanakan Boruto yang membuat Naruto tertawa geli. Sungguh sangat manis dan menggemaskan.
Naruto berpikir sejenak, ia tak pernah tau jika Sasuke maupun Sakura akrab dengan orang tua yang mirip Boruto, mungkinkah ibu Boruto adalah teman baik Sakura? Mengingat jika Osaka adalah tempat kelahiran wanita bersurai permen kapas.
"Kenapa paman disini?" Tanya Boruto penasaran.
Semua orang kini sedang berkumpul merayakan bertambahnya umur Sarada dan menikmati segala suguhannya. Akan tetapi Naruto malah memilih berdiri melamun di balkon rumah.
Naruto berpura-pura berpikir. Mengelus janggutnya yang halus melirik mata Boruto yang begitu penasaran. Anak itu sukses membuatnya tergelak kembali. "Pesta itu tidak menyenangkan, makanya paman diluar" Naruto mengelus surai pirang anak itu.
"Benarkah?"
Mata Boruto berbinar. Ternyata ada makhluk yang juga berpikir sama sepertinya. Boruto menyukai kembang api dan lampu warna-warni namun yang tak ia sukai adalah tempat yang ramai. Dia selalu merasa bising ketika harus berada di sebuah pesta atau perayaan. Apalagi mendengar perkataan orang-orang yang menohok hatinya dengan mengatai dirinya adalah anak haram, menambah kesan tak suka pada pesta besar.
YOU ARE READING
If Time Return
FanfictionTAHAP REVISI (The End) *Hurt Dia hadir dan kemudian pergi. Andai aku bisa mengulang kembali, andai aku bisa menjadi seseorang yang penting untuknya lagi. Semuanya hanya jika, jika aku tak pernah melukai hati dan cintanya. "Boruto, dia anakku kan?" "...
Setelah lima tahun...
Start from the beginning
