bagian 2 : tempat aku menangis

3 0 0
                                    

Cinta, kamu pastinya paham sudah berapa banyak air mata yang harus menetes

Dan, hari ini, aku harus bertemu lagi denganmu. Entah apakah air mata ini bisa bertahan lebih lama lagi jika melihatmu hidup kembali.

Ya, gadis itu kembali lagi hadir dalam mimpiku. Sebuah reuni yang sangat tidak aku inginkan sebenarnya. Namun, aku sendiri heran apa yang terjadi. Sudah lama aku rindu dengan gadis itu. Sayangnya, seperti rindu-rindu pada umumnya, rindu ini tidak bisa dibayar dengan satu perjalanan sederhana. Hal yang dibutuhkan dari perjalanan ini sangatlah rumit dan banyak pengorbanan yang harus dilakukan. Bukan sekadar satu gepok tas berisi duit warna merah saja, atau emas 24 karat yang berlimpah ruah. 

Aku harus berkorban lebih gila lagi untuk bisa membayar rinduku dengan gadis itu. Gadis yang membuatku mengigau kayak orang gila saat jaga malam itu. 

OoOoOoOoO

Setelah beristirahat seharian, aku kembali menjalani sebuah kegiatan rutin saat libur jaga ini. Aku akan pergi bertemu Pak Yusuf, seorang yang bisa dibilang ahli dalam dunia yang berkaitan dengan pikiran manusia. Beliau sendiri bisa dibilang harus drop out saat mencoba kuliah Kedokteran. Namun, ketertarikannya dalam dunia Psikiatri membuatnya tertarik untuk mempelajari tentang apa yang sebenarnya bermain-main dalam perangkat pikiran manusia ini. Hal itu juga yang membuatnya disegani di kota ini.

Aku dikenalkan kepada Pak Yusuf oleh Bang Niko saat bercengkrama di sebuah warung makan Padang yang dia dirikan di kota ini. Untung saja, warung makan ini terletak di dekat kost. Jika tidak, mungkin aku akan malas datang ke sana. Beliau berasal dari kota Pariaman, sebuah kota yang memiliki tingkat validitas yang tinggi jika kita berbicara tentang Sate Padang. Makanan ini bisa dibilang merupakan unggulan terbesar dari restoran ini, bahkan rasanya pun jauh lebih enak dari sate Padang yang aku temui saat masih kuliah dulu di Jogja.

Menurut Bang Niko, Pak Yusuf adalah orang yang membantunya untuk bangkit dari segala keterpurukan yang sempat menghantuinya saat kerja dulu. Mereka saling bertemu karena Pak Yusuf ini dulunya adalah pelanggan sate Padang buatannya setelah pulang kerja dulu. Namun, karena beberapa hal, mereka sudah tidak pernah bertemu lagi. Pak Yusuf dan Bang Niko sudah terpisahkan oleh jarak dan waktu. Bang Niko sudah berpindah ke pusat kota. Sedangkan, Pak Yusuf masih tinggal di sebuah daerah di sisi selatan kota ini.

OoOoOoOoOoO

Awalnya, aku bertemu dengan Pak Yusuf karena aku sendiri ingin mencari cara untuk melepaskan diri dari riwayat depresi yang aku alami. Meski kali ini, permasalahan yang dialami saat kerja di kota ini jauh berbeda ketimbang saat masih kuliah dulu. Namun, depresi selalu mencari celah untuk kembali menyapa orang yang sudah pernah bercengkrama dengannya. Salah satunya dengan memori yang tidak bisa diulang kembali. Di kala kita mencoba untuk move on, terkadang ada sebuah momen yang membuat kita kembali sedih. Kurang ajar memang.

Di awal, aku coba cari rumah Pak Yusuf sesuai dengan alamat yang dituliskan oleh Bang Niko. Sialnya, alamat yang ditujukan hanya dalam bentuk gambaran peta biasa dengan garis dan titik. Aku pun harus menerka-nerka alamat mana yang dimaksud. Untungnya, setelah melalui berbagai tanya jawab ke warga sekitar, aku langsung sampai ke titik yang dituju.

Pak Yusuf pertama-tama menyambutku dengan hangat. Meskipun wajahnya yang terlihat tua, aku menemukan kesan yang sangat mengayomi dari aura yang ada. Aku manfaatkan momen tersebut untuk cerita banyak ke Pak Yusuf tentang apa yang selama ini terjadi padaku. Beliau langsung mengajakku untuk berbaring di sebuah sofa yang empuk. Sofa ini kelak akan menjadi saksi bisu tempat di mana aku mengeluarkan semua keluhanku yang menyesak di dada. Baik itu selama aku bertugas di sini atau saat masih menjalani kehidupan di Jogja dulu.

sebuah reuniWhere stories live. Discover now