C H A P T E R 2

4.1K 564 41
                                    

Pemuda bersurai coklat itu membuka matanya perlahan, mata semi sipitnya otomatis menyaring cahaya matahari yang menerobos melalui celah tirai. Jihoon memegang kepalanya, merasakan sakit serta pusing yang luar biasa di saat yang bersamaan. Perlahan, pemuda mungil itu mencoba untuk bangkit. Berusaha sekuat tenaga untuk duduk, namun pada akhirnya gagal. Tubuhnya masih terlalu lemah untuk sekedar membuatnya terduduk.

Jihoon kembali berbaring sembari menatap langit-langit dan sekelilingnya. Terlihat asing dan ia yakin betul, ia tidak sedang di kamarnya. Lalu? Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Seingatnya tadi, ia pingsan di dekat Wonwoo dan Mingyu, apa Wonwoo membawanya kemari? Tapi setahunya ini juga bukan kamar Wonwoo. Lalu siapa?

"Bingung?"

Jihoon menoleh keasal suara dan ia rasa matanya sukses membulat sempurna manakala ia lihat pemuda berkulit putih pucat dwngan mata sipit yang tajam dan terkesan dingin. "Soonyoung?" Gumam Jihoon dengan suara serak. Masih tidak percaya dapat bertemu dengan teman SHSnya, seorang pemuda yang dikenal dwngan dengan Ice Emperor itu. Pemuda tampan bersurai merah darah itu meletakkan sebuah nampan di atas nakas, "kau pingsan selama dua hari. Makanlah." Ucapnya singkat. Hendak beranjak sebelum tangan mungil Jihoon menggapai lengannya lemah, "apa yang sebenarnya terjadi?"

Pemuda bernama Kwon Soonyoung itu menatap manik blue ocean milik Jihoon dalam, "kau pingsan di tepi jalan, kau demam dan aku membawamu pulang.". "Pulang? Ini bukan rumahku." Sahut Jihoon dengan dahi berkerut bingung. "Kau pikir kau masih memiliki rumah?" Soonyoung bertanya mengejek sebelum duduk di tepi ranjang seraya mengusap pipi Jihoon pelan, "kau tahu, Jihoon. Kau tidak memiliki tempat untuk pulang, semua orang menolakmu. Tapi sekarang, inilah rumahmu." Mata Jihoon membulat, antara kaget dan tidak percaya dengan perkataan yang dilontarkan Soonyoung. "Apa maksudmu?" Tanyanya.

"Beberapa hari yang lalu, kau baru saja membunuh orang benar?" Itu. Itulah yang membuat ibunya sangat membencinya dan itulah awal dari masalahnya dengan Wonwoo dan orang - orang. "Bagiku, itu bukan masalahku kau membunuh atau tidak. Tapi jadi masalahku jika yang kau bunuh adalah ayah kandungku sekaligus bos dari organisasi mafia terbesar di kota ini." Imbuh Soonyoung dan Jihoon membeku dengan wajah pias. Out of Luck, tangan Jihoon yang bergetar terkepal kuat di atas selimut yang menutupi tubuhnya. "Demi apapun, itu bukan salahku. Aku tidak tahu apapun." Lirihnya. Lantas menatap Soonyoung dalam, berharap pemuda itu mempercayainya. "Aku hanya diminta bantuan. Seorang wanita dengan tatto naga di bahunya memin..."

"Aku tidak peduli."

Sontak Jihoon mendelik kepada Soonyoung. Ia tidak suka, ia hanya ingin menjelaskan apa yang salah dan ia tidak diizinkan atas hal tersebut. Selamanya ia akan salah, selamanya ia akan disalahkan, dan selamanya ia akan dibenci. "Tidak ada yang akan peduli dengan kronologinya. Anggota Eksekutor akan dengan senang hati membunuhmu dengan kenyataan bahwa kau membunuhnya, sengaja atau tidak." Jelas Soonyoung. Alur wajah Jihoon berubah menjadi lesu, dalam hati mengutuk takdir yang diberikan kepadanya. Cara hidup yang buruk, mati pun begitu. "Apa yang harus kulakukan?" Gumam Jihoon tak sadar.

"Menikahlah denganku."

Jihoon menatap Soonyoung, secara langsung melemparkan tatapan tak percaya kearahnya. "Ayahku, bos besar organisasi mafia kami meninggal akibat racun yang diberikan pemuda polos yang mengaku dirinya tidak bersalah. Secara otomatis, sekarang akulah bos besarnya. Aku bisa saja melarang bawahanku untuk menghukummu, tapi apa kau pikir aku bisa membiarkan ayahku terbunuh begitu saja? Lagipula, alasan apa yang harus kuberikan pada bawahanku? Mereka tidak akan mudah membiarkan pemimpin mereka meninggal, apalagi dengan racun. Aku bisa memaafkanmu jika kau bersedia menikah denganku." Jelas Soonyoung.

"Kenapa? Aku tidak bersalah. Kenapa aku seakan harus membayarnya?" Bela Jihoon. Tidak, ia tidak mau terus dianggap salah. Ia ingin membuktikan bahwa ia benar, tapi dengan apa? Soonyoung tidak akan memberinya kesempatan. Maka setidaknya, biarkanlah ia berusaha, melawan semampunya, meski itu tidak berdampak apa - apa. Mulutnya justru kelu, matanya berkaca - kaca dipenuhi amarah ketika Soonyoung menyahut datar, "kau salah karena tidak berhati - hati." Jihoon menghela napas dalam. Ya, ternyata ini memang salahnya. Berapa kalipun ia berpikir, kenyataan bahwa dirinya memang salah itu tidak berubah.

B E S E S S E N H E I T [SOONHOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang