ADULT

3.3K 264 23
                                    

Ikatan apa yang paling mengikat sehingga kau tidak bisa lari dari ikatan itu?

Bukan sepasang kekasih, bukan juga pernikahan. Tetapi hubungan darah, kemanapun, apapun, dan dimanapun keberadaan seseorang, ikatan darah tidak akan bisa dihilangkan semudah membalikkan telapak tangan.

Itu yang ada di pikiran Shikamaru, lelaki yang belum tamat SMA ini sudah menyusun segala pemikiran sebab dan akibat di kepalanya.

Bagaimana jika ia menghamili Hinata? Jika gadis itu hamil anaknya, pasti banyak lelaki lain yang mundur dan tidak mengejar gadis penyuka kue itu, kan?

Pukulan di bahu kirinya membuatnya tersentak akan lamunan berbahaya yang bisa saja ia realisasikan, ia menatap lelaki lain yang tiba-tiba duduk di hadapannya. Ia mendengus, pasti dan akan selalu jika Hinata belum ia hamili sekarang.

Astaga, pikirannya mulai melantur. Apa ini akibat terlalu sering tertidur dipembelajaran biologi yang dibawakan Jiraiya-sensei? Jadinya isi otaknya berisi pemikiran selangkangan semua. Mungkin ia harus mengambil klub meditasi.

"Apa?" Shikamaru bertanya kala lelaki di depannya hanya diam dan hanya menatapnya kosong.

Helaan napas terdengar, lelaki itu kemudian mengambil sebatang rokok di saku celananya, Shikamaru merasa perlu pergi dari atap sekolah.

"Hey, kau mau kemana?"

"Menurutmu?"

"Aku belum berbicara padamu Shikamaru-san," Shikamaru mendengus.

"Kau mau bicara padaku? Katakan, aku bisa mendengarnya dari sini. Udara sekitarmu membuatku sesak."

"Sejak kapan kau terusik dengan asap rokok?" Lelaki itu menatap Shikamaru dengan pandangan menilai, Shikamaru balas mendengus.

"Ah, Himata tidak menyukai asap rokok?" Shikamaru mendecak tidak suka.

"Katakan apa maumu?" Shikamaru malas berdebat.

"Kau ... Apa hubunganmu dengan Hinata?"

"Hubunganku dengan Hinata tidak ada kaitannya denganmu, sudah?"

"Tentu saja ada kaitannya denganku," lelaki itu berdiri, berjalan mendekat dan menepuk pelan bahu Shikamaru.

"Karena Hinata sahabatmu dan akan menjadi milikku, jadi kau ... akan jadi sahabatku juga," katanya.

Shikamaru tersenyum remeh, ia balikkan badannya agar menatap lelaki itu dengan mudah," Sejak kapan kesayanganku akan menjadi milikmu? Prince Uchiha?" Shikamaru tertawa, ia menatap Uchiha Sasuke dengan pandangan menilai.

"Kau tahu? Kau kadang menyebalkan Nara, aku sudah berbaik hati denganmu, serahkan Hinata dan semua akan baik-baik saja. Apa kau perlu sekeras kepala itu?" Sasuke memandang Shikamaru dengan tatapan kesal, rokok yang ia belum bakar ia masukkan kembali ke dalam kantong celananya.

"Bukannya kau terbiasa mengalah Nara? Di ujian ataupun mantan kekasihmu?" Shikamaru mengingat kilasan balik hidupnya.

"Kau sudah terbiasa kalah Nara, berhenti mencoba menggapai apa yang tak bisa kau gapai!" perkataan bernada sinis itu membuat Shikamaru mengeluarkan tawa kecil.

"Kau punya masalah dengan otakmu Uchiha, kau pikir kenapa aku mengalah selama ini? Karena semuanya bisa kudapatkan dengan mudah. Kau hanyalah purwarupa diriku, aku yang asli di sini." Shikamaru menatap malas Uchiha di depannya.

" Mau bertaruh Nara?"

"Sekali lagi, otakmu benar-benar bermasalah, aku tidak akan melakukan pertaruhan apapun mengenai Hinata, kau.... " Shikamaru menatap Uchiha di depannya dengan pandangan konyol," Bertaruh dengan takdirmu saja." Kemudian pergi dengan melambai.

"Bajingan!" Sasuke Uchiha menendang pagar pembatas atap sekolah.

Shikamaru menuruni tangga dengan memikir permasalahan yang tengah ia hadapi, sejak kapan Sasuke Uchiha menyukai Hinata? Ice prince sekolah yang menyebabkan setiap kaum hawa di sekolah bertekuk lutut padanya. Kecuali Hinata, ya. Shikamaru akui, Hinata terkesan tidak normal, gadis berusia delapan belas tahun itu benar-benar polos. Polos yang sampai membuatnya dikatakan bodoh. Jika saja Hinata tidak pintar dalam academic, maka Shikamaru akan mengatakan Hinata jadi pembantu saja. Gadis itu pintar dalam urusan rumah tangga, terlebih memasak membuat Ibu Shikamaru menyukai Hinata.

Hinata tidak cantik, ah salah. Gadis itu sangat cantik dan kepolosannya yang menjadi daya tariknya.

Apa yang harus dilakukan Shikamaru agar Hinata menjadi miliknya? Melakukan rencana yang ada di otaknya? Menghamili gadis itu secepatnya?

Tapi bagaimana dengan keluarga Hinata? Mereka juga belum lulus sekolah. Agh, Shikamaru menggaruk kepalanya dengan kasar.

Shikamaru yang larut dalam pikirannya membuatnya tak memerhatikan tangga yang sedang ia tapaki, kakinya kemudian salah menginjak yang membuatnya kehilangan keseimbangan.

"Shikamaru-kun!"

Bunyi benturan yang sangat keras membuat Shikamaru mengerinyit, badannya tidak sakit, ia menatap gadis di bawahnya yang sedang mengerinyit sakit.

"Hinata?"

"Ugh, kau berat. Pindah," Hinata tersengal, Shikamaru kemudian bangkit, ia membantu Hinata berdiri tapi Hinata langsung jatuh terduduk.

"Kau tidak apa-apa?" Shikamaru menatap Hinata dengan panik.

"Sepertinya kakiku keseleo," Hinats tersenyum, membuat Shikamaru merapatkan bibirnya dengan keras. Menggendong Hinata di belakangnya dan menuju UKS.

"Ke UKS, kau harus istrahat di sana," Hinata yang berada di gendonggan Shikamaru mengangguk.

Setelah pemeriksaan kaki Hinata yang mengalami cedera ringan, Hinata menatap Shikamaru yang terus menunduk.

"Shikamaru-kun, kau tidak ke kelas?" Hinata berucap canggung.

Tidak ada jawaban, Hinata hanya menghela napas.

"Hinata kau tahu?" Fokus Hinata beralih ke Shikamaru,"Aku benci selalu berada di dekatmu."

Hinata tersentak, matanya berkabut menandakan ia akan menangis sebentar lagi.

"Aku benci mengatakan ini Hinata, tapi, aku tidak mau berteman denganmu lagi. Semuanya menyakitkan, kau tidak berada dalam jangkauan jangkarku. Dan itu membuatku harus menarik keluar garis nyamanku." Shikamaru menatap Hinata yang meremas selimut UKS.

"Tapi, apa salahku?" ucap Hinata bergetar.

"Kau, kau salah Hinata. Semuanya ini terasa salah."

"Katakan apa salahku, aku minta maaf."

"Kau salah karena ... Kau tidak menyukaiku Hinata ...."

"Aku menyukaimu Shikamaru, aku benar-benar menyukaimu...." Hinata terisak.

"Baiklah kalau begitu!" Shikamaru tersenyum, menatap Hinata yang menatap heran padanya.

"Kau, tidak marah lagi?" Shikamaru menggeleng.

"Kau menyukaiku, bukan?" Hinata mengangguk.

"Sini, ku bantu memperbaiki rambutmu!" Hinata menatap Shikamaru dengan bingung.

"Ah, Shikamaru, kenapa bajuku dilepas? Ta--"

"Biar kau lebih leluasa bernapas,"

"Tunggu, hem--"

Ciuman yang membungkam protes Hinata.

"Bajingan!" Sasuke yang melihat semuanya mengumpat dengan keras dan pergi.

Shikamaru pikir, mungkin saat ini adalah saat yang baik untuk merealisasikan pemikiran yang ada di kepalanya.

.
.
.
.

Uwa, done done.

Selamat hari ibu semuanya, bagi readers yang dah jadi ibu selamat hari ibu. Semoga Tuhan selalu memberkati kalian.

Salam sayang.

Makoku

Ps: nemu typo jangan sungkan.

ADULTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang