2

1.1K 116 8
                                    

Pemilik bar memandang kepergian mereka dengan tatapan lega yang tidak mengherankan bagi Harry. Harry tidak menaruh benci, karena wajar siapapun pasti menginginkan orang yang membawa bahaya bagi orang terdekatnya berada sejauh mungkin dari mereka. Pria itu bahkan masih bermurah hati dengan memberikan seekor kudanya untuk menggantungkan perbekalan. Walau kuda itu pernah bertemu masa terbaiknya. Harry bergerak tanpa suara mengikuti rombongan aneh ini, dengan tudung menutupi wajah laksana benteng pertahanan. Tapi, tanpa tongkat membuatnya tetap merasa telanjang.

Harry dan Strider telah bicara—well, Strider yang bicara; Harry punya pilihan untuk melanjutkan perjalanan seorang diri atau bersama mereka. Strider paham jika Harry ingin menghindari masalah yang mengikutinya, tapi tampak cemas jika harus meninggalkan Harry sendirian.

Harry heran dibuatnya, mengapa Strider harus memberinya tawaran?—ia bisa dengan mudah mengusir Harry, sedari awal Harry lah yang bergantung padanya. Ia bahkan mengira Strider masih memendam curiga bahwa ia mata-mata. Yang membuatnya makin heran adalah saat pria itu bicara seolah menginginkan Harry ikut bersamanya ke Rivendell.

Terlepas dari keputusan Harry untuk ikut atau tidak, tidakkah pria itu khawatir ia sungguh seorang mata-mata? Pertanyaan tanpa suara itu membuat sang Ranger tersenyum simpul, dan dengan nada penuh humor, berkata, "Well, seorang mata-mata, paling tidak akan punya sebuah pedang," ia menelengkan kepala, tampak berpikir, "Atau mungkin aku jadi mulai sayang padamu. Kau dan karaktermu tumbuh dalam perasaan orang dengan mudah,—," Harry merona. "—seperti rumput." Harry memukulnya, membuat pria itu tertawa makin keras. Hanya segelintir orang yang sayang padanya secara platonik; tidak dengan obsesif atau seksual. Tapi, jelas ia tidak menduga dari seorang Ranger asing yang hampir tak familier.

Harry berdiri sejauh mungkin dari Frodo. Mengamati sekitarnya dengan mata auror. Ia mungkin mengganti tongkatnya dengan pedang, tapi ia masih punya keterampilan aurornya. Bah, ia seorang veteran. Mengetahui batas tubuhnya, ia tahu mampu berjalan seperti ini dua hari dua malam hanya dengan air saja. Tapi para Hobbit tidak, jadi mereka membangun perkemahan saat matahari telah turun. Ia ikut berdiri saat Aragorn pergi untuk berburu. Pria itu hanya mengerling sekali sebelum kembali melangkah, membiarkan Harry mengikutinya. Ia tidak pernah harus mencari sendiri makanannya. Ia bisa menggandakan apapun dengan sihir. Seekor ikan mampu menopang hidupnya selamanya. Jadi ini sebuah pengalaman yang baru.

"Apa kau tahu caranya berburu?"

Harry menelengkan kepala. Ia tidak harus, tapi itu bukan alasan, jadi ia menggeleng. Pria itu mengangguk ke arah rerumputan, "Perhatikan ini. Rumput disekitarnya berlumpur," ia bergerak ke sisi lain, "Dan jika kau perhatikan, ini jejak rusa." Pria itu memasang jari telunjuk di bibir dan bergerak perlahan. Mata kelabu gelapnya mengikuti gerakan dalam bayang-bayang. Harry berdiri tanpa suara tanpa menutupi arah angin sehingga rusa itu tak mencium baunya. Strider menarik anak panahnya dengan tangan stabil; suara yang ditimbulkannya hanya desiran angin.

Harry mengerjapkan mata, menyadari jika indranya jauh lebih peka dari biasanya. Ia menutup mata, merasakan sihirnya yang bergolak dalam dirinya. Ia tidak pernah merasakan fenomena macam ini. Mungkin bukan pertamakalinya ia lenyap dalam konsentrasi saat duel, tapi tidak pernah lebih jauh hingga menaikkan kepekaan pancaindranya. Apapun yang dialaminya sekarang pasti karena sihirnya yang bereaksi pada hukum sihir dunia ini.

Saat itu telinganya menangkap derap kuda, hanya 'sejengkal' dari tempat Frodo berada. Harry bergerak menahan lengan Strider, membuat hewan buruannya lari. Pandangan terkejut itu digantikan dengan waspada saat menangkap ekspresi Harry. Harry menggerakkan jarinya ke telinga dan ke arah perkemahan, mendesaknya supaya bergerak lebih cepat. Bersamaan dengan itu suara teriakan dan pedang diadu menyambut mereka. Harry mencabut pedangnya, menahan napas saat merasakan hawa dingin setiap ia bertemu Dementor. Semilir angin mengibaskan jubah hitam mereka, membawa gemerisik daun kering dan waktu seakan melambat. Dengan teriakan tanpa suara Harry bergerak, dan dengan itu waktu bergulir kembali. Ia mengayunkan pedang pinjamannya seperti saat ia melawan Ballisik. Tapi pedang belaka tak mampu melawan Nazgul.

The Art of WarWhere stories live. Discover now