🌚DTYH : Dear God

Start from the beginning
                                    

"Itu bukan sebuah masalah yang besar karena kau berharga."

Ya. Chenle berharga. Itulah yang menyebabkan Jisung belum keluar dari kamarnya hingga sekarang. Matanya menatap kosong pada alat pemutar musik di genggamannya. Apakah itu sudah dapat membuat Chenle bahagia atau lagu buatannya masih juga kurang sempurna?

Jisung tersentak ketika pintu kamarnya diketuk dengan keras. Suara kakaknya terdengar dari luar. Lelaki jangkung itu berdiri dan membuka pintu. Dirinya langsung disambut dengan wajah sang kakak yang merengut.

"Bukankah kau ingin ikut olimpiade? Mengapa kau baru keluar dari kamar? Kau tidak jadi ikut? Alangkah senangnya diriku jika benar seperti itu."

Jisung berjalan keluar kamar tanpa menjawab perkataan kakaknya. Hal itu membuat Jaemin memutar bola mata, "Kau tidak tahu bahwa aku benar-benat khawatir padamu."

"Aku belum pingsan sama sekali selama tiga hari belakangan ini. Aku pasti bisa. Bahkan walaupun aku mati, aku akan tetap mengikuti olimpiade ini." Jisung memegang pipi Jaemin, "Kau kakak yang baik. Doakan aku."

💓

Jisung tiba beberapa menit setelah Chenle selesai berganti pakaian. Laki-laki itu tersenyum melihat pujaan hatinya tampak bahagia dan bangga di dalam balutan pakaian yang menunjukkan impiannya. Jisung turut merasa bangga karena sang kakak juga akan mengenakan pakaian yang sama. Ia bangga karena dua laki-laki manis yang ia sayangi adalah penari yang handal dan dirinya akan ikut olimpiade bersama mereka walaupun tidak dalam cabang yang sama.

"Hei, mengapa aku baru melihatmu?" tanya Chenle sambil tersenyum.

"Karena aku baru saja datang." Jisung memainkan rambut Chenle dengan penuh kasih sayang.

Chenle terkekeh, "Kukira pecinta renang akut sepertimu sudah tiba dari tadi."

Jisung hanya tersenyum. Kenyataannya ia adalah pecinta Chenle akut karena paginya ia habiskan dengan mengecek kembali lagu yang akan ia berikan untuk Chenle.

"Kau pucat." Chenle mengelus wajah Jisung, "Aku tidak bisa melihatmu pucat."

"Dasar tukang gombal." Jisung tertawa, "Aku sedang gugup, maka itu wajahku pucat."

"Itu bukan gombal!" Chenle merengut.

"Lalu?"

"Itu kenyataan!"

"Oh. Sepertinya aku baru saja membuat peri kecil ini marah."

"Aku bukan peri dan aku tidak kecil." Chenle marah, tetapi kepalanya tersandar di bahu Jisung juga.

"Lalu apa? Gajah besar?" Dan Jisung mendapat pukulan ketika mengatakan hal itu.

"Peri kecil salah, gajah besar salah. Chenle yang aneh." gumam Jisung.

"Diam dan lihatlah tarianku. Kau akan terpesona." Chenle berdiri ketika itu adalah gilirannya untuk beraksi.

"Aku sudah terpesona bahkan saat kau baru bangun tidur dan masih jelek."

Dan selanjutnya adalah Jisung mengagumi Chenle yang menari pada detakan jantungnya.

💓

Suasana menjadi ramai ketika Jisung sang jagoan air yang tampan berdiri hendak terjun. Chenle mengguncang-guncang bahu Renjun yang duduk di sebelahnya sambil berteriak, "Itu Jisung aku, loh!"

"Iya, itu Jisungmu!" Renjun berteriak, membantu Chenle untuk membuktikan pada dunia.

Dan detik berikutnya Jisung terjun. Semua mata membelalak karena Jisung terjun sebelum waktunya. Laki-laki itu terjun bukan karena kemauannya sendiri.

💓

Chenle menutup wajahnya. Di sisi kirinya ada Jaemin dan di sisi kanannya ada Jisung, tetapi hanya dalam bayangannya.

"Jisung itu nakal." ucap Jaemin frustrasi.

Yang lebih muda menyandarkan kepalanya ke bahu yang lebih tua. Ia sadar bahwa Jisung sedang membuktikan bahwa air tidak dapat membuatnya sakit karena Jisung tak sadarkan diri bahkan saat ia belum menyentuh air.

Chenle ingat hari itu langit biru, pakaiannya biru, begitu pun dengan tubuh Jisung, terutama di bagian dada kirinya. Park Jisung, delapan belas tahun, meninggalkan bumi pada hari itu. Jisung sang perenang. Jisung yang menyukai langit biru. Jisung yang membuat haru, yang membuatkan Chenle sebuah lagu.

"Terima kasih." Chenle menangis di bahu Jaemin ketika yang lebih tua memberikan sebuah MP3 player atas nama Jisung.

"Aku tahu seharusnya ia yang memberikan ini padamu." Jaemin menghela nafas, "Tetapi, mau bagaimana lagi?"

Chenle mengerti. Sangat amat mengerti.

"Pulanglah. Sudah hampir lima jam kau di sini." Jaemin mengelus bahu laki-laki manis yang sudah seperti adiknya sendiri, "Pulang dan dengarkan itu. Jisung ingin berbicara padamu."

Chenle mengangguk. Malam itu di balik pintu kamarnya Chenle mendengarkan setiap perkataan Jisung yang terekam. Chenle tersenyum dan menangis oleh karenanya.

"Dengar, ini kata pengantar. Jika kau mendengar ini mungkin sekarang aku sedang berkeliaran mencari Tuhan. Meminta pada-Nya untuk menjagamu selagi aku terlalu jauh dan kata-kata lainnya tinggal didengarkan saja lewat lagu. Zhong Chenle, aku menyayangimu. Lagu ini berjudul "Hingga Napas Ini Habis". Jangan menangis."

Dan malam itu hanyalah Chenle, Dear God, dan Hingga Napas Ini Habis. Lagu yang mengingatkannya pada Park Jisung.

BUKU NADIR TAMAT, TERIMA KASIH UNTUK SEMUA YANG TELAH SETIA.

Lagu dari Jisung untuk Chenle, ceritanya.

Dan Jisung itu lembut ya. Dari gayanya saja terlihat, bukan? Tidak percaya? Lihat saja di mulmed.

🦄

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 04, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

[✓] nadir | jichenWhere stories live. Discover now