[s2] 3.7 rumah mereka

Start from the beginning
                                    

"Hm?"

"Ayo ke rumah Mark"

——

Meskipun Jeno melarangnya, tetapi Jira tetap ingin mengunjungi rumah Mark sekarang.

Dan di sinilah mereka, di depan rumah lama Jira. Terdiam sambil menatap ke arah luar yang ramai bapak-bapak pulang dari mesjid.

"Ra.. pulang aja ya?"

Jira menggeleng. "Aku mau ketemu Bunda sama Ayah"

Lalu matanya menangkap seseorang yang ia rindukan, Ayah. Buru-buru wanita itu turun, ingin menemui Ayah segera. Tentu saja Jeno juga langsung mengikutinya dari belakang.

"Ayah!" Panggilnya.

Yang dipanggil menoleh, lalu menunjukkan wajah terkejut. "Ya ampun Jira?!"

Jira tersenyum lebar setelah salim pada pria setengah baya itu.

"Ayah gimana kabarnya?"

"Alhamdulillah, baik. Jira sama Mama sehat?"

"Sehat, Yah"

"Sama siapa ke sini?" Tanya Ayah.

Kemudian Jira menarik lengan Jeno. "Halo, Om" Ucap Jeno ramah sambil menyalimi Ayah.

Jeno memang tidak terlalu akrab dengan Ayah karena hanya pernah bertemu beberapa kali.

"Kenapa gak bilang-bilang mau pulang? Kalo tau mah dijemput sama si Aa di bandara"

Jira tersenyum kikuk. "Mendadak aku juga pulangnya, tadi jam sepuluhan nyampenya"

Ayah mengangguk mengerti. "Hayu atuh di rumah aja ngobrolnya, Bunda juga pasti kangen sama Jira"

"Ada Mark gak, Yah?" Tanya Jira ragu.

"Gak ada, si Aa mah lagi keluar sama temen-temennya"

Jira mengangguk, kemudian menatap Jeno seakan bertanya.

"Terserah kamu" Bisik Jeno.

Akhirnya mereka sama-sama masuk ke rumah Mark. Namun baru saja Jira menginjakkan kakinya di halaman rumah, dadanya sesak teringat masa-masa kecilnya bersama Mark dulu.

Reflek Jira meremas lengan baju Jeno. Pria itu tahu bahwa Jira tidak baik-baik saja sekarang. Lalu Jeno mengusap pinggangnya. "Gak papa.." Ucapnya sedikit menenangkan Jira.

——

"Semoga besok lancar ya Bun. Aku pulang dulu, nanti kita ngobrol lagi" Ucap Jira sambil melangkah keluar rumah.

Bunda tersenyum dengan air matanya yang masih mengalir. "Kalo kamu gak siap, besok gak usah dateng ya Ra, Bunda gak mau kamu sedih"

Dari awal Jira datang, Bunda terus menerus mengeluarkan air matanya, seakan merasa bersalah pada Jira.

Jira memeluk Bunda sebentar, lalu salim. "Jangan kasih tau Mark kalo aku udah di sini ya Bun"

"Iya, Bunda gak akan kasih tau kok"

"Aku pamit, Bunda, assalamualaikum.."

Setelah itu Jeno salim juga. "Duluan Tante, assalamualaikum"

"Waalaikumsalam, hati-hati ya.."

Jira dan Jeno berjalan ke depan rumah lama Jira karena mobil Jeno terparkir di sana.

"Mau masuk dulu?" Tanya Jeno ketika sadar Jira menatap rumah lamanya sedaritadi.

"Boleh?"

Jeno terkekeh. "Ya boleh lah, kan rumah kamu"

Perlahan Jira membuka pagarnya, untung saja ia selalu membawa kunci itu di dompetnya.

Kemudian keduanya melangkah masuk. Isi rumahnya itu masih tertata rapi dan tidak berdebu.

"Kok gak berdebu?" Tanya Jeno.

"Ada orang yang bersihin tiap minggu"

Jeno mengangguk-angguk, lalu menaiki menaiki anak tangga. "Mau ke mana?" Tanya Jira.

"Ayo ke atas, aku pengen liat kamar kamu"

Setelah itu keduanya sama-sama memasuki kamar Jira.

Pemilik kamar itu tersenyum, rasanya seperti bernostalgia pada masa-masa SMA-nya dulu.

Jira membuka pintu balkon, melirik ke arah kiri untuk memastikan pemilik kamar seberang itu tidak ada. Tetapi pandangannya malah terfokus pada setangkai bunga lily putih yang ada di ujung lantai balkon. Ia mengambilnya, lalu membaca tulisan yang ada di kertasnya.

Kalo kamu baca ini, aku cuma pengen kamu tau kalo aku sayang kamu, Jira..

Tidak ada tulisan siapa penulisnya namun Jira tahu itu dari Mark. Apa maksud dari tulisannya itu?

"Ra?" Panggil Jeno dari dalam. Dengan cepat Jira memasukkan bunga lily putih itu ke dalam saku hoodie-nya agar Jeno tidak tahu.

"Kenapa Jen?"

"Liat sini, kok kamu bisa punya foto ini sih?" Tanyanya sambil menunjukkan salah satu foto dimana ada dirinya bersama Jaemin, Haechan, dan Mark yang sedang tertawa sambil bermain basket.

"Itu emang aku yang foto, waktu itu ceritanya aku mau bikin scrapbook buat Mark, terus..." Jira tidak melanjutkan kalimatnya, ia tiba-tiba sedih ketika teringat masa-masa itu.

Menyadari itu, Jeno menaruh foto itu ke tempat asalnya. "Ayo pulang aja ya, Ra? Mama aku kayaknya nyariin" Ucapnya.

Jira tersenyum tipis, kemudian mengangguk dan mengikuti Jeno untuk keluar dari rumah itu.

Baru saja keduanya akan pergi, sebuah mobil berhenti di depan rumah Mark. Sesuai dugaan, si pemilik rumah kemudian turun bersama pasangannya.

Benar, itu Mark dan Yeri.

Jira menarik nafas panjang, tidak ingin sedih ketika melihat keduanya.

"Ra, liat deh, kok Yeri megangin perutnya terus ya?"

——

makasi banyak buat kalian yang selalu nagih next! kalian mood aku banget sumpaahh🖤

semangat ya yang lagi PAS! actually aku juga lagi PAS, jadi so sorry kalo telat up nya:(

i'll see u guys on the next chapter, byeee!

jangan lupa tekan bintang!^^

you, you, youWhere stories live. Discover now