"Kakek," ucap Shin sambil berjalan masuk ke ruangan pribadi kakeknya.

Seorang pria tua yang sedang duduk di meja kerjanya menoleh ke arah pintu sambil tersenyum lembut pada cucu kesayangannya, "Ada apa, Shin?"

"Kakek, aku ingin meminta penjelasan atas keputusan Kekek mengenai-"

"Yah...yah, aku tahu, kau pasti heran kenapa aku mau bekerja sama dengan Vincent, bukan?" potong Leonard cepat.

"Aku ingin dengar apa alasannya."

"Suatu saat nanti kau akan tahu Shin, kenapa aku mau melakukan kerjasama ini bersama dengannya," ucap Leonard sambil sibuk mengerjakan beberapa dokumen yang berada di atas meja kerjanya.

Mendengar jawaban yang tidak jelas dari Leonard, Shin menghela nafas gusar," Kenapa kakek tidak langsung saja katakan padaku."

Leonard kembali menatap cucunya dengan senyum yang masih setia terukir di wajahnya yang keriput, "Kalau aku beri tahu, nanti tidak akan menyenangkan lagi, dong," ucapnya santai, seolah dia sedang mengajak Shin untuk main tebak-tebakan. Sementara cucunya itu menyirit keheran atas ucapan kakeknya itu.

"Kau akan tahu setelah kau menemukan orang yang paling kau cintai."

Shin menghebuskan nafas kasar sambil mengacak rambut, "Percuma saja aku bicarakan ini denganmu," ucap Shin frustasi dengan jawaban yang tidak dia dapatkan, dan berjalan keluar dari ruangan kerja kakeknya.

Sementara Leonard hanya menatap kepergian Shin dengan senyuman yang masih menghiasi wajah keriputnya. Shin berjalan masuk ke kamarnya, membuka jasnya, melemparnya ke sembarang arah dan merebahkan tubuhnya di kasur berukuran Kig size. Kedua iris matanya yang berwarna biru langit itu menatap langit-langit kamar, sambil menghela nafas berat. Perkataan Kakeknya yang terakhir masih tergiang di benaknya.

"Yang paling aku cintai? Siapa? Ah, konyol sekali," gumannya sambil menutup kedua matanya dengan lengan kanannya.

Keesokan paginya, Shin keluar dari gedung besar berlantai tujuh menuju mobil sedan yang telah terparkir di depan gedung. Seorang penjaga pintu membukakan pintu mobil. Segera Shin masuk ke dalam mobil di ikuti dengan asisten pribadinya.

"Agenda anada hari ini, anda harus menghadiri rapat dewan direksi, bertemu dengan Tuan Jun-" Ucapannya terhenti kala mendapati bosnya tidak menghiraukannya sama sekali, dengan memasakan earphone di kedua telinganya sambil bersandar memejamkan mata.

"Tuan Shin, anda dengar?" kata pria berjas hitam yang duduk di samping Shin.

"Hm. Iya, aku dengarkan," ucapnya acuh sementara asisten pribadinya megelengkan kepalanya melihat kelakuan bosnya yang akhir-akhir ini berubah.

Sampai di tempat tujuan, Shin pun langsung melangkahkan kakinya keluar dari mobilnya, dan berjalan masuk ke dalam gedung besar berlantai lima yang merupakan tempat di mana di adakannya rapat dewan direksi.

"Rapat kali ini mengenai krisis Perusahaan yang ada di Cina. Anda harus membaca dulu data-datanya, Tuan Shin "

"Ah...malas, aku akan membacanya nanti," ucap Shin sambil memasuki ruang rapat.

Semua anggota dewan direksi yang hadir bangkit dan memberi hormat pada Shin. Tapi Shin tidak menghiraukan mereka dan berjalan ke tempat duduknya.

"Baiklah rapat akan segera kita mulai."

Tiba-tiba seseorang muncul dari pintu, " Maaf yah, saya terlambat," kata pria berambut pirang dengan senyumannya yang ceria.

"Vincent," guman Shin seketika moodnya semakin jatuh.

LDVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang