Ketiga: Tragedi Mati Listrik

Börja om från början
                                    

Ia memanggil Soobin entah sudah berapa kali. Namun orang yang ia panggil tidak kunjung datang. Yeonjun semakin panik, dan dadanya mulai sedikit sesak. Mengingat Soobin yang seperti tidak menyukainya, ia mengambil kesimpulan jika Soobin tidak akan membantunya. Meliriknya saja enggan, apalagi mengulurkan tangan untuk membantunya.

Namun pikiran negatif itu segera hilang ketika ia mendengar ketukan pintu dari luar. Soobin bertanya setengah berteriak. "Kamu di dalem? Buruan keluar!"

Yeonjun terisak. Dengan suara bergetar dan lirih dia menjawab, "Pintunya gak bisa dibuka! Aku takut gelap! Tolongin aku!"

Hening sejenak. Lalu Yeonjun mendengar suara gagang pintu yang di putar. Di luar, Soobin berusaha membukanya. Namun pintu itu enggan terbuka.

"Jauh-jauh dari pintu!" Soobin memperingatinya. Yeonjun menurut dan mundur hingga punggungnya menyentuh dinding.

Brakk!

Pintu itu akhirnya terbuka dengan bunyi keras. Soobin mendobraknya dari luar. Di ambang pintu, Yeonjun melihat siluet Soobin yang tegap. Manik Yeonjun menyipit mendapati sorot cahaya yang mengenai matanya. Soobin masuk sembari membawa senter. Manarik Yeonjun untuk segera keluar.

Karena masih ketakutan, Yeonjun tanpa sadar mencengkram baju Soobin. Membuatnya seperti anak kecil yang sedang ketakutan. tubuh mereka menempel begitu dekat, tidak ada jarak sedikit pun diantara mereka. Bahkan Yeonjun bisa merasakan detak jatung Soobin. Dalam hati ia berpikir, kenapa detak jatung Soobin secepat ini? Seolah ia baru saja berlari puluhan meter.

Diam-diam Yeonjun menengadah, menatap wajah Soobin yang tercium sedikit cahaya dari lampu senter. Fitur wajah Soobin terlihat lembut. Namun kedua alisnya yang saling terajut memberi kesan dingin. Meski wajahnya dingin, tubuhnya begitu hangat. Yeonjun bisa merasakan cengkraman tangan Soobin yang menghangatkan kulitnya yang masih sedikit basah.

Di saat itu Yeonjun menyadarkan dirinya. Ia mengerjap dan mengalihkan pandangannya. Di luar kamar mandi begitu gelap. Yeonjun mengira hanya lampu kamar mandi yang padam. Ternyata seluruh lampu asrama juga padam.

Soobin membawanya ke ranjangnya. Ia duduk di atas kasur mencoba menenangkan diri. Sementara itu Soobin tengah mencari sesuatu di laci mejanya. Itu sebuah lampu kecil namun begitu terang. Soobin meletakkannya di meja belajar Yeonjun. Membuat area di sekitar Yeonjun terlihat lebih terang.

"Cuma mati listri. Bentar lagi nyala." Soobin duduk di ranjangnya. Meski nada bicara Soobin masih dingin, namun entah kenapa Yeonjun merasa tenang setelah mendengarnya. Ia mengangguk mengerti.

"Makasih!" Yeonjun berujar dengan lirih. Sejujurnya dia malu. Dia seorang laki-laki namun begitu takut dengan gelap. Ia juga sempat menangis tadi. Sangat memalukan!

Setelahnya kedua orang itu sama-sama terdiam. Begitu hening bahkan membuat suara nyamuk terdengar jelas. Begitu juga dengan suara perut Yeonjun. Ia tidak mengira perutnya akan bersuara sekeras itu. Satu lagi, hal yang memalukan.

Yeonjun teringat ia belum makan malam. Jika ponselnya masih bisa menyala ia pasti sudah memesan makanan. Beberapa hari yang lalu ia menghubungi mamanya dengan meminjam ponsel Sean. Mengatakan jika ponselnya rusak, dan menolak jika dibelikan yang baru.

Ia melirik jam, sudah jam sepuluh. Asrama sudah tutup. Ia tidak bisa keluar. Dan malam ini, ia akan tidur dengan perut kosong. Atau mungkin tidak bisa tidur karena kelaparan.

Yeonjun melirik ke arah Soobin yang tengah bersandar di ranjangnya. Apa baru saja Soobin mendengar suara perutnya? Tetapi suara sekeras itu mustahil jika Soobin tidak mendengar. Yeonjun menunduk menggigit bibirnya. Menyadari hari ini ia begitu memalukan.

Beberap detik setelahnya ia mendapati Soobin bangun dan berjalan ke dapur membawa lampu kecil lainnya. Yeonjun mengintip dari ranjangnya. Namun lampu masih belum menyala. Ia tidak bisa melihat dengan jelas ke arah dapur. Yeonjun mengira-ngira mungkin saja Soobin hendak buang air kecil.

Yeonjun pun tidak ingin ikut campur. Ia memilih berbaring di ranjang dan mulai memejam. Namun perutnya yang terus meronta membuatnya tidak bisa tertidur. Jika ia tidak segera tidur, pasti dia akan mengantuk saat di kelas. Besok adalah pelajaran matematika di jam pertama. Dia tidak ingin dihukum karena tertidur di kelas.

Setelah berusaha keras, akhirnya ia tertidur. Namun sayang sekali itu hanyalah tidur ayam. Ia kembali terbangun. Lalu hidungnya mencium aroma sedap dari kuah kaldu. Seperti kuah mie instan yang biasa ia makan secara sembunyi-sembunyi di rumah.

"Aku masak mie. Aku gak bisa ngabisin sendiri. Buruan bangun, bantuin aku ngabisin." Itu suara Soobin yang terdengar dari sampingnya. Yeonjun membuka matanya. Kebetulan macam apa ini? Apa ia harus menerima tawaran Soobin? Tapi ia sedikit malu berhadapan dengan Soobin.

Ia mendengus dalam hati, "Bodo amat sama malu. Aku laper!"

Ia pun terbangun. Matanya menatap ke bawah. Di lantai beralas alas karpet, Soobin duduk di depan meja kecil. Di atas meja terdapat dua mangkuk mie instan dengan sebuah lampu kecil di tengahnya. Yeonjun mengerjap, melihat Soobin yang tengah menunggunya.

Yeonjun berdeham. Ia turun dari ranjang dan duduk di hadapan Soobin. Rasanya begitu canggung. Perasaan yang belum pernah Yeonjun rasakan selama ini. Ia tidak pernah merasa secanggung ini selama hidupnya.

"Buruan makan keburu dingin!" Soobin memperingati Yeonjun lagi yang dibalas anggukan oleh Yeonjun. Degan begitu ia benar-benar menurut dan makan dengan penuh ketenangan.

Tidak ingin munafik, Yeonjun benar-benar lapar. Mie kuah yang ia makan habis tanpa sisa. Namun ia masih merasa lapar. Sementara itu, mangkuk milik Soobin masih terisi. Soobin memakannya tidak lebih dari setengah.

Yeonjun masih duduk di hadapan Soobin. Ia menunduk sembari bermain dengan jarinya. Lagi-lagi ia mendesah, seandainya ponselnya masih bisa menyala. Ia bisa menyibukkan diri dengan bermain games.

Saat Yeonjun mengangkat kepalanya, ia mendapati Soobin mendorong mangkuknya ke arahnya. Dengan acuh, Soobin berujar, "Aku udah kenyang. Buat kamu."

Yeonjun tertegun. Ia menatap semangkuk mie di depannya. Seingatnya Soobin hanya memakan kurang lebih empat suap. Seberapa banyak porsi makannya selama ini? Hanya beberapa suap sudah kenyang? Atau Yeonjun yang memang rakus?

Yeonjun tidak menolak. Ia tidak mau membuang-buang makanan. Juga, tentu saja karena ia masih lapar. Ia pun memakannya dengan lahap.

Saat ia menyantapnya, ia merasa tengah dipandangi. Ia pun mengangkat kepalanya untuk menatap Soobin. Namun sepertinya hanya perasaannya saja. Buktinya saat ini Soobin tidak memandanginya. Ia nampak memandang ke arah lain.

Akhirnya makan malam itu selesai. Lampu sudah menyala. Dan mereka sudah berbaring di ranjang masing-masing. Yeonjun bersembunyi di balik selimutnya. Ia kira setelah perutnya kenyang ia akan tidur dengan nyenyak. Namun sesuatu tengah mengganggu pikirannya.

Ia berujar dalam hati, "Aku jadi penasaran sama sifat aslimu. Apa setelah ini kita bakal lebih deket dan temenan? Aku harus tanya Sean besok!"

Naughty Dorm No. 69 [END]Där berättelser lever. Upptäck nu