16. That's A Joke

5.7K 814 305
                                    

Apa yang lebih minus toleransi selain pengkhianatan?

Bahkan sekalipun Kara mengerti dengan jelas bahwa komidi Taehyung bukan perkara dangkal, bodohnya ia tetap terus genggam rasanya dengan kepalan kuat. Ketika segalanya jadi berkelahi dengan afeksi-afeksi yang tak cukup dibilang buncah, maka perspektif yang Kara pakai adalah tentang memformulasikan egosentrisnya sendiri. Untuk pertama kalinya dalam hidup sebagai petanduk merah, ia mulai terima suap untuk lebih permisif pada segala tabiat Taehyung.

Pengkhianatan adalah dosa paling mutlak dan faktual. Krusial yang dikandungnya melebihi apa-apa yang loka sediakan sebagai konteks kenyamanan. Bahkan Kara sendiri tak dapat tantang semua itu, pun kalbunya sendiri tak pungkiri eksistensi dengki yang kian meratu sana-sini. Ah, Kara benci sekali pada Taehyung, lalu konteksnya terus diputar kembali pada antonim yang ditumpuk hingga jadikan ironis hal wajar bagi gadis tersebut, sebab ia mencintai segala konteks yang dibencinya.

Bahkan ketika hening sekalipun, Kara terus dengar kekehan semesta yang tak henti ejek kesintingan yang melanda rasionya sendiri. Bagus sekali, jika Kara menjadi kehilangan minat untuk lanjutkan keiblisannya, apakah tak ada domisili sama sekali untuk presensikan diri?

Kara pasif saja di halte, menatapi antariksa yang gelapnya tetap berkabung dengan sekaratnya cahaya. Banyak binar kecil yang terselip di punggung gegana, mencuri kamar di antara hitam-putih yang menyatu dalam bola yang direngkuh erat oleh kelopak, beristirahat dalam obsidiannya sebelum tidur ketika binar lebih panas dan terang hancurkan si binar kecil dari pandangan. Kara kunci segala bintang yang ia pelototi sejak tadi, kurung mereka semua dalam kenang dengan harap akan geser segmen brengsek yang baru saja dialaminya di awal pagi yang lentera lokanya masih pingsan. Ia tak ingin ingat, apalagi terus diburu bayang desibel barithone yang berani cemaskan orang lain dalam peti mati mereka berdua. Sumpah Demi Tuhan yang tak lagi Kara percayai, ia tak ingin simpan lembutnya pita Taehyung keluarkan gema untuk nona simpanan. Untuk waktu yang telah tunjukkan pukul empat pagi itu, Kara berharap lobus parietalnya cacat agar parsial indranya mati saat itu juga, ia tak akan rasai kalbunya patah untuk kali ke sekian. Atau lobus occipitalnya alami malfungsi mendadak agar ia kehilangan rasio berpikir dengan sesuatu yang telah dilihat, ia sungguh ingin lupa pada tatap hangat Taehyung pada Jukyung di pantri dapurnya beberapa saat lalu. Mengapa sorot mata yang sebelahnya tanpa lipatan kelopak itu begitu hangat ketika adukan afeksinya pada nona selingkuhan? Hati Taehyung tulusnya untuk siapa?

Jelasnya bukan kau, Kara. Ia ingatkan diri sendiri untuk tak melambung tinggi ketika fantasi memakan seluruh tempat di otak berharganya. Maka, kala ia yakinkan diri bahwa ambisinya hanya akan sebatas angan belaka, dan dirinya tak ingin mundur dari konklusi yang telah tetap dipilih, Kara putuskan untuk cari metode baru untuk melangkah lebih pasti; merebut segala tentang Taehyung dan miliki untuknya sendirian.

Kara mantapkan dirinya, kemudian buyar dalam sekali gema decitan ban mobil yang hentikan laju secara mendadak tak lebih dari empat langkah dari posisinya terdiam. Oh, rekannya telah datang rupanya?

"Sumpah, kau ini gila atau bagaimana?"

Gadis itu tetap biarkan raut mukanya datar luar biasa, selain karena sisa emosi masih mengepungnya hingga panas, udara dingin pagi itu benar-benar buat Kara kehilangan kinerja sarafnya; segalanya kejang dan kaku serentak akibat kedinginan. Bagus, Kara ingin balas membentak, tetapi sayangnya labiumnya terus terkatup rapat tak dapat bergerak. Bukankah, ini pagi yang lahirkan dua segmen sial sekaligus?

"Mengirimi Jungkook pesan pagi-pagi buta begini sama halnya tengah coba bicara dengan batu. Dia mati suri saat tidur kalau kau mau tahu." Itu Jimin. Dan lelaki itu masih balas pelototi Kara sama tajamnya, hanya kenakan celana tidur di atas lutut dan kaus tipis hitam polos. Rambutnya berantakan, serta jejak bantal masih tersisa pada serautnya yang kusut.

PROTAGONIST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang