epilogue

157 21 1
                                    




Hari ketiga pada hitungan minggu, jam tiga sore di hutan kota. Tidak ada yang berubah dari rutinitas mingguan Subin, meskipun pemilik hatinya sudah tiada.

Ia masih menyukai duduk di bangku taman, menikmati alam atau mungkin membaca buku bersampul merah marun milik Heo Chan, yang ternyata berisi puisi buatan pria itu untuk kekasih hatinya. Yang membedakan hanyalah tidak ada sosok yang menemani untuk mengisi kegiatan sore harinya itu.

Penyihir muda itu benar benar menikmati buku pemberian Heo Chan. Setidaknya dari puisi buatannya ia bisa tahu sebesar apa cinta pria itu untuk kekasih hatinya, dan bagaimana bunga yang tumbuh di tubuhnya menyiksa dirinya secara perlahan, namun pria itu masih menganggapnya sebagai sesuatu yang indah.

Subin masih tidak bisa menerimanya dengan lapang dada soal kematian Heo Chan, namun tidak ada yang bisa ia lakukan. Tidak pernah ada mantra yang dapat membangkitkan orang yang sudah mati.

Namun setidaknya dirinya sedikit lega, Karena Heo Chan mati dikelilingi oleh bunga mawar merah indah yang tumbuh dalam dirinya.

Dan Heo Chan bisa kembali bersama kekasih hatinya.

𝑆𝑒𝑜𝑢𝑙, 𝟣𝟫𝟩𝟢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang