Chapter 4

24 8 4
                                    

*Minji POV*

Setelah mendengar gosipan tadi membuatku dan Yura cepat berlari ke kelas, jelas sekali jika kita berdua terlihat tergesa-gesa. Sedikitnya murid di sepanjang lorong nampak biasa saja, bahkan mereka memandang kami dengan tatapan anehnya. Saat ini aku tidak peduli dengan mereka semua karena jujur saja, jantungku kali ini berpacu begitu cepatnya mengingat sesuatu yang membahayakan, dan itu belum banyak murid yang mengetahuinya. Dan aku berfikir jika mereka benar-benar hidup!

Aku menyadarinya, bahkan saat pemeriksaan di ruang kesehatan tadi. Perubahan-perubahan yang terjadi pada murid di sini yang jelas-jelas mereka bukan terkena luka biasa.

Brak!

Dengan kasar aku mendorong pintu kelas, mengundang suara keras dan banyak tatapan bertanya dari seisi kelas. Yura yang terlihat panik lebih memilih untuk mengemasi barangnya dan memasukkan semuanya ke dalam tas, sedangkan aku kini tengah dihujami oleh pertanyaan dari anak-anak kelas. Aku panik! Tentu saat ini bukan waktunya untuk bertanya! 

“Minji, ada apa? Kenapa kalian panik gitu?” Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari si ketua kelas. 

“Sikap kalian bikin takut tau gak!” celetuk salah seorang gadis bersurai pendek.

“Ya! Aku memang lagi takut! Kalian semua tau? Mereka semua hidup!” teriakku dengan wajah memerah, dengan kasar aku menarik tasku. Masih tak memedulikan mereka yang terus bertanya. Aku melepas jas labku kasar, memasukkannya ke kolong meja. Biarkan saja di sana, toh, itu tidak begitu penting.

Setelah rapi aku langsung menggendong tasku, menatap satu per satu murid yang masih belum beranjak dari tempatnya berdiri, melihatku dengan tatapan masih penuh tanda tanya. Karena geram dengan tingkah mereka aku berjalan menghampiri seorang lelaki yang tak lain adalah ketua kelas, meraih kedua lengannya dan menggoyangkannya.

“Mereka hidup! Zombie itu bangkit! Penemuan gagal itu membuat kita terancam!” teriakku membuat mereka semua terkesiap, menahan napas seolah apa yang aku ucapkan benar-benar bencana yang besar.

“Apa kau serius?” 

“Kalau kau ingin mati, baiklah! Tinggal lah di sini! Aku mau pergi!” 

Aku berlari mnerobos kerumunan, Yura tak lagi terlihat. Entah kemana perginya anak itu. Lorong kelas kini nampak sepi, bahkan hanya suara angin yang dapat terdengar jelas oleh telinga. Sekolah ini memang benar terancam. Dan aku berfikir jika murid yang memilih pindah sekolah saat ini terasa sangat beruntung.

Langkahku terhenti saat suara derap kaki terdengar jelas di indra pendengarku. Seperti derap langkah orang banyak dan aku tidak salah menerka jika mereka bukanlah manusia karena geraman itu terdengar menusuk telinga. Saat itu tak ambil pusing, aku memilih masuk ke dalam perpustakaan yang ada di depanku, menutupnya dengan kasar hingga suara derap langkah itu kian keras.

Tentu aku panik, di saat seperti ini aku hanya sendiri, tidak ada Yura temanku, ataupun Yuta saudaraku. Aku bingung hingga tak terasa air mataku menetes, ketakutan kini melingkupiku.

Satu ide melintas setelah memikirkan hal tadi, aku memilih untuk menghubungi Yuta, ya, itu lebih baik daripada aku harus berdiam selamanya di perustakaan seperti ini. Aku tidak mau. Dengan tergesa aku mengambil ponselku dan mencari nomor ponsel Yuta. Setelah menemukannya aku segera menghubungi saudaraku itu.

Immunity [ON HOLD]Where stories live. Discover now