02. Fall in Love

Mulai dari awal
                                    

Dari mulai baju, cardigan, sepatu, sampai alat tulis dibeli semua oleh Yujin di hari ini. Sedangkan aku? Hanya ada dua paper bag di tangan ku. Satu berisi novel-novel romansa yang kubeli di toko buku dan satunya lagi hanya berisi satu cardigan berwarna abu-abu.

Aku duduk di meja paling pojok café tersebut, menunggu Yujin yang memesan minuman berserta makanan pencuci mulut.

Aku bersandar pada kepala kursi, mengistirahatkan punggungku dan leherku yang terasa sedikit pegal. Aku memejamkan mata, menikmati suasana dingin café karena pendingin ruangan mereka menyala.

Kring!

Lonceng yang menggantung di atas pintu café kembali berbunyi, yang berarti ada pelanggan lainnya yang baru saja masuk kedalam café ini.

Aku membuka kedua mata dan menegakkan punggungku. Kulihat dari kejauhan, dua orang pemuda berjalan menuju meja order. Kedua pemuda itu memakai kaos yang sama. Berwarna hitam.

"Kemarin juga ada tiga oran---"

Beep!beep!beep!

Lagi-lagi arlojiku berbunyi tanpa sebab. Aku mengerjap kaget.

Aku meliriknya, melihat heart rate-ku.

110 BPM.

Seperti biasa, tangan kiriku menyentuh dada sebelah kiriku.

Deg..deg..deg...DEG...DEG..DEG

Manik ku melebar, baru saja jantungku berdetak semakin cepat bukan?

Kulirik lagi arlojiku.

120BPM.

"Eoh? 120BPM?!"

Bunyinya pun semakin kencang, berhasil membuatku menjadi pusat perhatian di café ini.

Aku masih menatap bingung arlojiku.

Tidak sesak napas.

Tidak pusing.

Tidak ada rasa sakit di dada.

Aneh.

Ini aneh.

"Kim Minju! Kau tak apa?!"

Yujin datang dengan tergesa-gesa. Gadis berambut sebahu itu datang dengan tangan kosong, sepertinya ia mendengar suara arlojiku sampai-sampai melupakan nampannya di meja pick up sana.

"Aku baik-baik saja, Yujin-ah." Ujarku seraya tersenyum ke arahnya.

"Tapi arloji mu..." Yuji meraih pergelangan tangan ku. "Lihat! Jantung mu berdenyut secepat ini!" paniknya.

"Iya..tapi aku baik-baik saja. Dadaku tidak sakit. Napasku berhembus normal. Kepalaku tidak pusing." Aku menarik tanganku yang digenggam Yujin.

"Tapi kenapa jantungmu bisa berdetak secepat itu?"

Aku mengangkat bahu. "Kemarin juga aku mengalami hal yang sama dan aku baik-baik saja."

"Serius? Kau tidak sedang berbohong bukan?"

Aku mengangguk mantap. "Untuk apa aku berbohong. Lihat saja buktinya. Aku masih sadar seratus persen. Tidak ada tanda-tanda aku akan pingsan bukan?" seruku menyakini gadis di hadapanku ini.

Dan pada saat itu juga suara yang ditimbulkan arlojiku perlahan memelan dan berhenti.

Aku melirik ke arlojiku, 

89 BPM.

Detak jantungku kembali berdetak normal.

"Lihat! Kembali normal lagi bukan?" aku menunjukan arlojiku kepada Yujin seraya tersenyum lebar.

HeartbeatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang