"Ah, boleh ini penelitian kalian bertiga diparalelkan. Bisa diaturlah," ujarnya lagi.

"Bertiga, Pak?" tanya Yana memastikan.

"Iya. Kemarin dua orang yang menghadap sama saya. Hari ini katanya mau datang lagi buat diskusi. Kalian bisa ketemu juga nanti, terus kita bikin flowchart apa saja yang harus dikerjakan."

Tentu saja Yana senang mendengar kabar menggembirakan dari Pak Brian. Kalau skripsinya bisa dikerjakan paralel dengan orang lain, artinya dia tidak akan terlalu pusing. Saat ujian sidang nanti tidak perlu takut dibantai sendirian oleh dosen pengujinya.

"Kamu mau paralel?"

Yana langsung bersemangat menganggukkan kepalanya, senyum bahagia terus terukir di bibirnya. "Iya, Pak. Iya, saya mau banget kalau kayak gini mah."

"Oke. Saya tulis dulu nama kamu di daftar mahasiswa bimbingan saya. Supaya gak lupa," Pak Brian meraih salah satu buku yang bertumpuk di atas mejanya, kemudian menuliskan nama Yana di dalamnya, "tapi kamu harus rajin bimbingan kalau mau jadi mahasiswa saya."

"Siaaap, Pak."

Tok tok tok.

Terdengar suara pintu diketuk dari luar.

"Oh, itu mungkin orangnya sudah datang." Pak Brian menutup buku dan mengembalikannya di tempat semula. "Ya, masuk."

Yana menoleh ke arah pintu yang terbuka karena penasaran. Sosok cowok yang tingginya semampai memasuki ruangan bersama seorang cowok, yang memiliki tatapan tajam, menyusul di belakangnya.

 Sosok cowok yang tingginya semampai memasuki ruangan bersama seorang cowok, yang memiliki tatapan tajam, menyusul di belakangnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Haaah? Kok bisa mereka sih, anjir?" jerit Yana dalam hatinya.

"Ini Yogi Revano dan Geraldo Yasa Abimana." Tanpa diperkenalkan juga Yana sudah tahu siapa kedua orang itu.

"Lo fisika material juga?"

"Yana?"

Kedua cowok itu bersuara secara hampir bersamaan, ketika sudah sampai di depan meja dosen mereka. Sementara Yana hanya bisa mematung di tempat. Tidak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat.

"Loh, kalian bertiga sudah saling kenal toh?" tanya Pak Brian.

"Iya, Pak. Kami bertiga sering sekelas." Cowok yang pertama kali masuk tadi, Yogi, yang menjawab. Lesung pipinya terlihat ketika dia melemparkan senyum yang menawan ke arah Yana. Gadis itu malah memalingkan wajahnya.

"Baguslah. Karena rencana saya mau paralelkan penelitian kalian yang hampir mirip."

"Wah bisa mirip gitu ya, Pak?" tanya Yogi lagi.

"Biasanya emang banyak yang mirip penelitiannya, cuma beda perlakuan pada bahannya nanti." Aldo menjelaskan dengan ekspresi wajah seriusnya. Dia tetap menjaga sikap sopan santun di depan Pak Brian. Berbeda dengan Yogi yang tidak berhenti tersenyum mengejek ke arah Yana.

"Kita jodoh kali bisa samaan gitu. Ya gak, Yan?" Yogi menoel pinggang Yana untuk menggoda gadis itu.

"Aduh, Pak. Saya ngerjainnya solo aja. Gak jadi kalau bareng mereka berdua," pinta Yana.

Salah satu alasan Yana mau cepat-cepat lulus untuk menghindari Yogi dan Aldo, tapi ini kok malah dia terjebak dengan kedua orang itu.

Bagaimana bisa?

"Loh, kenapa? Bukannya bagus kerja sama dengan mereka? Lumayan juga ditemani dua cowok ganteng." Pak Brian mengangkat kedua alisnya berulang kali, ikutan menggoda Yana. 

"Benar tuh, Pak. Justru Yana, 'kan, bisa makin semangat kerjain skripsinya kalau ada saya."

Yogi justru dengan santai menenggerkan lengannya di bahu Yana.

"Ih apaan sih? Diem deh lo, Yono!" geram Yana tertahan.

"Ih apaan sih? Diem deh lo, Yono!" geram Yana tertahan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
re-RegularWhere stories live. Discover now