20 November : Kecewa

238 56 23
                                    

Zhafran terpaku saat menerima dua orang tamu. Wajah khas orang Indonesia. Yg dewasa orang Minang, dan anak kecil bersorban hijau ini adalah anak Jawa. Bukan tamu biasa, ia segera tahu.

"Assalamualaikum."

"Wa alaikum salam."

"Nama saya Umar. Kami ada di sini sebagai utusan dari Syeikh Abdullah."

Alisnya berkerut. "Syeikh Abdullah ... sahabat Syeikh Badawi?" Dia ingat, dahulu Syeikh Badawi pernah mengenalkan Zhafran pada Syeikh Abdullah dalam beberapa kali lawatannya ke pondok mereka.

"Benar," sahut Umar.

Syeikh Adnan terdengar bertanya dalam bahasa Arab, "Ada siapa, Zhafran?"

Dia menjawab beliau juga dalam bahasa Arab. Pandangannya kembali tertuju pada tamunya. "Marhaban. Mari, silakan masuk."

Begitu melihat anak kecil bersorban hijau, seketika air mata Syeikh Adnan menitik ke pipi. Guntur mencium tangan Syeikh penuh penghormatan. "Assalamualaikum Syeikh. Guntur bin Akbar sudah datang," ucapnya dengan bahasa Arab fasih.

"Alhamdulillah. Akhirnya ... aku sudah menunggumu lama sekali."

"Afwan, saya datang terlambat," ujar Guntur dengan ekspresi sedih. Umar dan Zhafran saling pandang. Jelas Syeikh Adnan dan Guntur saling kenal entah bagaimana.

Pria tua itu menggeleng. "Tidak. Kamu datang tepat waktu."

"Baiklah. Saya akan memulai pengobatan sekarang juga. Ustad Zhafran, apa tirai ini boleh ditutup?"

"Tentu boleh." Tirai ditutup. Zhafran menyuguhi Umar dengan sahlab, minuman hangat khas Mesir. Mereka berbincang. Sesekali menoleh ke arah tirai, saat cahaya hijau lembut berpendar dari baliknya.

Sekitar setengah jam kemudian, tirai dibuka. Syeikh Adnan berdiri dengan kedua kakinya menapak lantai. Tampak bugar seolah usianya bertambah muda. Zhafran berlari memeluk gurunya penuh haru. Beberapa kali terlintas dalam pikirannya, hari ini tak akan datang. Tapi ternyata ...

Mereka makan malam bersama, lalu Syeikh Adnan memberi Zhafran wejangan panjang sebelum esok dia kembali ke tanah air. 

Dini harinya, Syeikh ditemukan tak bernyawa dalam sujud tahajud terakhirnya.

Berjuang meredam kekecewaan karena sang guru baru sesaat merasakan kesembuhan, Zhafran merasa beliau bahagia. Akhirnya Syeikh Adnan bisa berkumpul dengan kedua putranya.

CINCIN MATA SEMBILAN - RAWS Festival 2019Where stories live. Discover now