"Maafkan aku," gumamku tanpa berani mengungkapkannya langsung.

Aku segera menyingkir ketika mereka di minta keluar untuk sejenak dan menunggu di aula. Ketika mereka pergi, aku masuk ke ruangan yang kini sepi tanpa seorangpun di sana. Aku mengendap-endap masuk tanpa suara sedikitpun lalu mendekati sosok yang terbaring damai di sana.

Aku berdiri menatapnya sejenak sebelum akhirnya aku membungkuk untuk menciumnya. Air mataku kembali menetes tanpa sadar.

"Selamat tinggal, semoga kau tenang disana. Penderitaanmu telah berakhir dan sekarang kau bisa beristirahat dengan damai.."

Aku menatap cincin yang ia kenakan di jariku. Begitu indah dengan batu Blue Saphire yang terlihat sangat cocok dengan karakternya.

"Aku akan menjaganya dengan baik."

"Valen."

Aku menoleh ketika Velian berdiri di ambang pintu. Aku tidak tahu apakah ia melihatku mencium Erick atau tidak, tapi perasaanku yang sebagian berubah haluan membuatku benar-benar terbukti menghianati perasaanya. Meskipun awalnya aku berusaha untuk meyakinkan diri dan tidak peduli, tapi nyatanya Velian masih mencintaiku.

"Sudah waktunya ia dibawa pergi. Ada hal lain yang ingin kau lakukan lagi?"

Aku menunduk sejenak sebelum menjawab, "Tidak ada."

Tak lama beberapa orang masuk untuk membawa petinya dan kini tinggal aku dan Velian yang tertinggal. Tubuhku bergeming ketika ia melangkah perlahan.

"Ba-bagaimana dengan lukamu?" tanyaku mencairkan suasana.

"Menurutmu?"

Aku memberanikan diri untuk menatapnya. "Sepertinya...mulai membaik."

"Kondisiku membaik karena kau sudah pulih." Kini ia berdiri tepat di hadapanku. "Valen, apa masih ada aku di hatimu?"

Aku ingin sekali menjawab 'masih', namun aku hanya diam tanpa bergerak sedikitpun dan tak bersuara sepatah katapun.

Aku terkejut ketika ia menarikku ke dalam pelukannya. Begitu erat dan posesif seakan-akan tak pernah mau melepaskanku dan tak mau kehilanganku.

"Velian?"

"Biarkan seperti ini...sebentar saja."

Aku terdiam dan merasakan keresahan yang sedang menyelimutinya.

"Jika nanti kau menjadi raja, kau bisa membunuhku kapanpun yang kau mau," gumamku menyerah. "Axylon membutuhkanmu, bukan aku."

"Aku yang menentukan, jadi jangan katakan hal itu lagi. Jika saja ada harapan bahwa kakakku masih hidup, mungkin kita tidak akan berakhir seperti ini."

"Menurutmu...masihkah ada harapan?"

Velian melepas pelukannya dan menatapku serius. "Satu-satunya cara untuk memastikannya adalah mahkota yang asli."

"Mahkota yang asli?"

"Nanti malam ikutlah denganku."

* * *

Aku menyamar menjadi pria dalam upacara pemakaman Erick tentu saja diluar sepengetahuan Velian. Velian melarangku untuk keluar selama proses pemakaman tapi aku tak bisa diam saja dan mengamatinya dari jauh, jadi aku terpaksa menyamar sebagai pengawal yang mengiringi perjalanannya menuju tempat peristirahatannya yang terakhir.

Aku melihat pemakaman baru di samping tempat Erick dan disana ada namaku dan lencana Putri Mahkota. Semua itu adalah rencana Velian untuk menenangkan yang mulia ratu, yaitu dengan memalsukan pemakamanku meskipun sebenarnya aku turut merasa bersalah.

AssassinWhere stories live. Discover now