"Tidak."

Jukyung sunggingkan senyum lebar, kemudian duduk ke atas meja depan Taehyung, memutar tubuh lelaki tersebut untuk menghadapnya, agar hanya memberikan atensi secara penuh pada dirinya. Tidak masalah, sekalipun pada iris itu masihlah dominan wajah Kara dibanding dirinya, Jukyung tidak peduli. Ia hanya perlu berusaha lebih keras lagi untuk hapus tilas afeksi itu dengan menjadikannya hak milik untuk dirinya sendiri. Keduanya habiskan pandangan untuk tatapi wajah lawan yang rasanya begitu dekat meski masih terbekas sekat di antara keduanya. Taehyung makan habis kekesalannya tentang Kara, dan kini berusaha fokuskan pikir pada eksistensi Jukyung yang kelihatan manis dengan balutan rok akronim lipat-lipat.

"Bagaimana denganku?"

Taehyung selalu membenci pertanyaan yang terus berhubungan dengan Jukyung, tetapi sayangnya gadis tersebut terus tanyai tentang dirinya sendiri, sedang ia tak miliki alasan untuk bungkam sementara ada tuntutan sahut di tiap tanya tersebut. Terlebih jika harus membandingkan antara dua gadis yang kini sama-sama memenuhi rasionya dalam setiap menit, rasanya Taehyung tak dapat tentukan siapa yang bisa menjadi dominan dari afeksi-afeksi yang kini mulai merambat ke mana-mana.

Maka, usai memberi jeda selama sepuluh detik, dengan tatap meminang yang Jukyung pakai untuk kawini otak lelaki tersebut, akhirnya Taehyung mulai kembali sekatkan labium dan fungsikan pita suara dengan benar. "Kau mau posisi yang bagaimana?"

Lantas Jukyung terkekeh manis sekali, begitu subtil rengeki gendang telinga Taehyung yang mulai menyepi beberapa hari terakhir. Ah, Taehyung menyukai gadis muda. "Aku ingin menjadi bagian dari ketakutanmu, Tae. Takutlah untuk kehilanganku," sahut Jukyung berselip senyum

Rasanya semakin banyak yang akan menjadi ketakutannya dari hari ke hari. Taehyung tersenyum, manis sekali, dan jika saja Kara lihat itu, barangkali ia akan merobek mulut Taehyung sebab telah berani berikan mesem sehangat itu pada orang lain, sementara ia sendiri tak pernah mendapat keajaiban kurva selain seringai. Namun Taehyung memanglah Taehyung, lelaki yang tak dapat diterka paradigmanya oleh siapa pun.

"Kalau begitu, berusahalah," balas Taehyung sembari letakkan tangan besarnya pada paha dingin gadis di depannya. "Buat aku menginginkanmu lebih besar lagi, sehingga aku merasa takut mengalami kegagalan untuk meraih itu."

Bahkan Taehyung selalu tahu, bahwa ia adalah eksistensi paling tak nalar yang meretakkan hatinya sendiri usai kencingkan kalimat seperti itu dari mulutnya. Ironis sekali, bukan? Taehyung bolongi hatinya hanya agar dapat benarkan segala komidinya yang tanpa nurani.

*****

Kara terburu-buru ketika kenakan pakaiannya-yang hari ini hanya berupa kaus tipis longgar dipadukan dengan celana akronim sedikit di bawah bokong-untuk ia kenakan ke universitas. Ada jam kuliah pagi, dan Kara sengaja bangun lebih awal-walau sejujurnya ia nyaris tidak pejamkan mata semalaman-demi menghindari kontak apa pun dengan Taehyung yang barangkali masih tidur di kamar sebelah.

Ada sedikit lingkar hitam pada bagian bawah kantung mata yang membengkak, indikasi bahwa Kara memang kehilangan lebih banyak jatah pejam lantaran kesulitan bermimpi sebab hampa ranjang di sisinya. Tidak ada Taehyung di kamar selama sepekan, dan Kara nyaris alami insomnia darurat karena hampir-hampir biarkan rasionya terus bekerja rodi siang-malam. Kebanyakannya adalah tentang kubus rahasia Taehyung yang ia telisik isinya diam-diam serta pelan. Ya, Kara masih coba temukan alasan mengapa Taehyung berlaku demikian kepadanya? Meski sebagian besar adalah tentang ketidak-warasan yang menjadi dominan.

Gadis itu mandi pagi sekali, bahkan ketika otaknya yakin Taehyung belum sempat fungsikan telinganya untuk dengar suara berisik yang ia obrolkan dengan percik-percik air dingin di ruang yang suhunya serupa lemari pendingin. Kara hanya ingin lekas pergi dari peti mati berukuran besar ini, mendahului segala penghidu yang masih berfungsi kelewat normal dengan teratur. Kara ingin curi segala kedinginan di luar sana agar tak ada manusia lain yang dapat rasakan bagaimana kesejukan itu meliliti seluruh epidermisnya dengan nyaman, singkirkan segala kelesah yang tempeli tiap pori-pori miliknya, jika perlu bekukan mereka semua agar ia tak dapat rasai eksistensi galau pikirannya lewat bukaan pori-porinya sendiri. Kara bosan setengah mati, ia ingin bunuh segala kuman yang terus berbisik untuk temui Taehyung sesegera mungkin guna tuntasi rindu yang mengeruk hingga ke tulang-tulang, ia ingin basmi bakteri yang kerap lantangkan nyanyian rasa di setiap pembuluh darah. Sayang, Kara sedang enggan bertemu dengan sahabat-sahabatnya lewat goresan pisau yang diolah jemarinya sendiri.

PROTAGONIST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang