Part 3

8.4K 188 3
                                    

Agus membuka pintu, diikuti Ruslan,

"Loh loh, kok sak iki, gak engkok rodok bengi tah"
(Loh loh, kok sakarang, gak nanti lebih malam tah)

Agus tetap berjalan, Ruslan kebingungan, mereka sampai di depan pintu, Agus mengetuknya, dan perempuan itu muncul, melihat Agus dan Ruslan

"daripada saya penasaran, saya mau tanya sama anda, anda ini jaga apa sebenarnya?" kata Agus, Ruslan hanya melongo melihat kawan baiknya yg sudah hilang otak,

perempuan itu tersenyum, mengangguk, lalu berujar lirih, "mongg mas," (silahkan masuk mas)

Agus, melangkah masuk

Ruslan mengikuti dibelakang, ia melihat perempuan itu yg masih menunduk, memberi hormat pada mereka, setelah Agus dan Ruslan duduk, ia menutup pintu, menguncinya

"saya kebelakang dulu untuk mengambil makanan, terima kasih, saya tidak perlu melakukan hal buruk pada anda"

"Goblok" ucap Ruslan, "kamu gak bilang maksudnya lihat itu begini, aku kira nanti malam kita sembunyi buat lihat sendiri"

Agus hanya diam, ia tidak menggubris mulut Ruslan, tiba-tiba, perempuan itu muncul, "mas Agus benar, bila kalian datang sembunyi2, kalian bisa celaka!!"

"mbaknya tahu namanya Agus darimana?" tanya Ruslan,

"saya pun tahu, nama anda Ruslan" perempuan itu meletakkan dua gelas kopi, tangannya begitu telaten, termasuk saat menghidangkan jajanan pasar itu, Ruslan tidak lagi bicara, ia fokus pada ekspresi perempuan itu yg datar.

"saya sudah sering melihat petaka dimulai dari ketidaktahuan dan rasa penasaran, sejujurnya, hal itu memang bersifat lumrah dan dimiliki oleh setiap manusia, termasuk anda, jadi, apakah semua sudah jelas mas Agus"

Aagus hanya diam, keningnya berkeringat, Ruslan baru menyadarinya

Agus tidak banyak bicara, ia meraih segelas kopi, menyesapnya perlahan, kemudian melirik Ruslan, "kopinya aman Rus, diminum saja"

Ruslan pun merasa canggung, ia tidak mengerti, perempuan itu duduk, dan tidak memandang mereka, matanya kosong melihat tempat lain

dengan perlahan, perempuan itu menengok pada Agus dan Ruslan, "kalian masih ingin tahu ada apa disini?"
Agus dan Ruslan diam saja, tidak ada pembicaraan lagi, saat Agus kemudian mengatakannya, "terimakasih suguhannya, saya pamit mbak Lastri" Agus berdiri, perempuan itu mengangguk

Ruslan merasa aneh, ia tahu, Agus tiba2 berubah semenjak ia melewati pintu, seperti ada sesuatu yg tidak dapat ia katakan, manakala mbak Lastri sudah membuka pintu, Agus dan Ruslan melangkah pergi, ketika tiba-tiba, Ruslan tercekat, di luar rumah mbak Lastri, berjejer pocong

Agus dan Ruslan bergegas pergi, ia mencium aroma busuk yg membuat Ruslan menutup hidung, meski Agus berjalan biasa saja, ia seperti melamun, matanya kosong, Ruslan segera menutup pintu, ia melihat pocong-pocong itu menatap rumahnya, disana, perempuan itu masih berdiri di pintu

"ada apa gus sebenarnya?" tanya Ruslan, Agus hanya bengong, matanya benar-benar kosong

karena lelah menunggu Agus menjawab, Ruslan memberikan sebatang rokok dimulut Agus, beberapa saat kemudian Agus seperti baru sadar, "Cok, minggat yok" (pergi yuk)

Ruslan, heran

Agus masuk ke kamar, memasukkan semua bajunya ke tas secara serampangan, Ruslan yg masih kebingungan lantas, mendorong Agus bertanya dengan kesal "Onok apa sakjane" (ada apa sih sebenarnya) "koen mau loh gak ngene, opo gara2 kopi mau" (kamu tadi loh gak papa, apa karena kopi)

Agus menggeleng, "kopinya gak papa Rus, tapi" Agus menelan ludah, seperti lidahnya keluh,

"kamu sih bodoh, ngapain nyamperin ke rumahnya, jadi gini kan sekarang" Ruslan menatap Agus kesal, "itu pocong pasti sengaja biar aku lihat kan, sialan si Lastri"

"aku kasih tahu ya Rus" kata Agus, "ini adalah tanah tumbal, kamu dengar sendiri kan, gimana ucapannya kalau kita sembunyi2 cari tahu, dia ngancam itu sebenarnya, satu yg harus kamu ingat dalam kepalamu, kalau kamu niat buruk ke tanah tumbal, nasibmu bisa  tragis"

"jadi karena itu, kamu datangin dia langsung" tanya Ruslan,

"iya, buat minta ijin, kalau dia ngasih tahu"

"trus, dia sudah ngasih tahu apa yg dia lakukan" Ruslan melihat gelagat Agus berubah, Agus membelakangi Ruslan, "dia perempuan yg gila rus, aku, mencium aroma darah disana"

"darah apaan?" "darah pocong kali yg kita lihat tadi" sahut Ruslan

"gak gak gak!!" sahut Agus"aku pernah cium aroma kaya gini, ini bukan darah karena luka, ini darah, apa ya" Agus tampak berpikir, "darah yg baunya amis sekali, darah perjanjian" Agus langsung sadar, "perjanjian"

"tumbal maksudmu, pocong tadi" Ruslan masih bingung,

"goblok kamu ya Rus," "Tumbal itu gak harus manusia" kata Agus mulai kacau, "tanah Tumbal, itu maksudku, tanah ini di tanami bermacam-macam tumbal, ada kain pocong, rambut yg punya rumah pun bisa jadi tumbal, tumbal binatang"

"orang dulu, terutama mereka yg punya nama, menggunakan bermacam-macam tumbal, agar tidak ada yg punya niat buruk bisa mencelakainya, tumbal pocong untuk menakut-nakuti saja, sama halnya dengan tumbal rambut si pemilik rumah, siapapun yg punya niat buruk, ia akan lihat sipemilik rumah terus menerus, tumbal binatang, bahkan, tumbal rempah-rempah, seperti cabai, bawang merah dan putih, semua itu bisa jadi tumbal, asal, ada mantra perjanjiannya, tumbal manusia jarang digunakan untuk menjaga rumah, tapi, saat aku masuk ke rumah itu,

"ada sesuatu yg gak beres, sesuatu, yg gak bisa aku lihat, hanya tercium aroma amis darah itu, menyengat sekali, sampai membuatku ketakutan, ini gak biasa, ini, diluar apa yg aku tahu, perempuan ini, dia sesuatu yg sangat hitam, ancuk lah" sahut Agus, ia semakin kacau, tiba-tiba terdengar suara pintu di ketok dengan keras,

"Tok!! Tok!! Tok!!"

Agus dan Ruslan, berpandangan satu sama lain.

Lemah Layat ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang