Hoodie

289 38 0
                                    

Suara serak daun kering terdengar seiring seok langkahmu. Angin musim gugur menggoyangkan bulu di ponco.

Langkahnya terhenti di sebuah kedai kopi tempat sahabatmu bekerja.

"Jonghyun," panggilmu pada lelaki berkemeja putih yang melepas celemek barnya.

Dilihatnya kamu yang berjaket panjang berwarna hijau seperti seekor ulat dengan heran, "Astaga, anak perawan jam segini belum tidur. Ngapain?"

"Jahat."

"Ih, ditanya juga." Jonghyun memakai kembali celemeknya da memunggungimu.

Entah kenapa kamu selalu suka melihat Jonghyun dari belakang. Kalau kata kids jaman now sahabatmu itu memiliki bahu yang sandar-able.

"Tadaaa," ujar Jonghyun sambil menyodorkan gelas kertas berisikan kopi.

Saat kamu ingin meminumnya, ia mencegah. "Jangan dulu, gue tahu lo butuh itu tapi nggak sekarang. Kalo lo ngantuk baru minum."

Kamu menceritakan tentang sidang perceraian kedua orangtuamu hari ini dan sepanjang cerita sahabatmu hanya duduk mendengarkan di kursi bar sebelahmu.

"Kadang, gue mikir ya. Kalau akhirnya kedua orang tua gue berpisah kenapa harus menikah? Apalagi ketika mereka punya gue sebagai anaknya."

"Mungkin mereka udah nggak sevisi. Waktu terakhir juga lo cerita kan, kalo nyokap lo ada main sama mantannya," balas Jonghyun.

"Ya, maksud gue tuh. Kalau emang nyokap cinta sama mantannya kenapa nggak nikah aja sama dia?" protesku lagi.

"Cinta tuh, rumit."

"Ya, gue ngerti kalo rumit gitu. Maksud gue tuh, pernikahan tuh bukan kayak main barbie cuy. Kalo gini kan kesannya gue sebagai anak cuma produk seksual dari dua orang yang berpisah."

Jonghyun tergelak mendengar ujaranku.

"Gila, lo ngetawain gue kesannya nggak ada empati sama sekali."

"Sekarang, minum kopi lo," titah Jonghyun.

Dengan rakus kamu meminum setengah gelas kopi itu.

Rasanya membuatmu terkejut, "Lo mau bikin gue diabetes ya? Manis banget gila kopinya."

Jonghyun pun berdeham, "Hipotesis gue bener."

"Maksud lo?"

"Lo, kayak sisa-sisa keikhlasan yang tak diikhlaskan. Daun kering yang jatuh dari pohon."

Kamu menoyor kepalanya, "Eh, gue ngerti lo anak sastra, tapi bisa ngomong pake bahasa manusia nggak?"

"Gue kasih perumpamaan. Lo tahu kan kalau daun itu anaknya pohon? Kalo udah dewasa dia bakalan jadi bunga. In fact, kalau pohon menghadapi cuaca ekstrem maka yang akan dilakukannya?"

"Mengugurkan daun?" balasmu bingung. "Bentar, ini teori gue sedih orangtua gue cerai sama daun gugur apa ya?"

"Bentar, ini cewek depan gue bisa dengerin nggak?" balasnya menirukanmu.

"Gini, ibaratnya orangtua lo itu bunga. Keluarga lo itu pohon. Lo itu daun. Pohon lo itu lagi kena badai. Terpaksa lah lo terlempar jatuh ke tanah."

Kamu memotong Jonghyun, "Bener kan, gue jatuh ke tanah berarti gue produk seks gagal orangtua gue, dong?"

"Well, mau nggak mau ya ... nggak gagal sih, tapi jalan lo beda aja."

"Sedih banget hidup gue setara daun gugur."

"Seenggaknya lo adalah sisa-sisa keikhlasan. Orang tua membuat lo dengan ikhlas," ujar Jonghyun.

"Jelas lah, ikhlas. Orang bikinnya enak."

"Sut, mesum!" tegur Jonghyun padamu.

"Gini lho, sebenernya lo punya kemampuan untuk ikhlas menerima nasib lo yang bagai daun yang jatuh itu. Sayangnya lo belum bisa, karena nggak siap."

Kamu mengangguk-angguk sambil berusaha mencerna omongan sahabatmu yang berat macam karung beras.

"Terus, gue harus gimana?" tanyamu.

"Siapin diri lo, berusaha untuk ikhlas menerima kenyataan."

"How?" tanyamu lagi.

"Percayalah kalau sekarang lo ngerasa diri lo kayak daun gugur yang mengering. Diinjak-injak orang. Suatu hari, lo bakalan jadi pupuk kompos yang bisa menyuburkan bibit pohon."

Kamu nggak paham sepenuhnya, "Gimana?"

"Ya, intinya lo belajar aja kalau suatu saat nanti lo punya anak nggak akan kayak gini. Lo nggak akan kaget dan malah protes kalau ada sesuatu yang janggal sebagaimana tadi lo minum kopi kemanisan malah protes dan ngedoain diri sendiri diabetes.

Gue berusaha akan ada untuk lo kalau butuh. Karena seorang sahabat ya tugasnya membangunkan dan mengingatkan sahabatnya kalau suatu saat nggak sadar."

Kamu tersenyum mendengarnya "Thank you," ujarmu sambil memeluk tubuh Jonghyun yang wangi seperti kopi yang baru keluar dari panggangan.

Duh, kok sekarang kamu jadi memperhatikan aspek kecil dari sahabatmu?

Malah jadi jedug-jedug.

Kamu nggak mungkin jantungan tiba-tiba kan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Supermarket ft. k-idolsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang