5. ASA [5]

1.4K 285 11
                                    


Waktu papi nanya siapa yang Nana pilih antara menikah dengan Dewa atau dijodohkan dengan Randy, jelas Nana akan memilih opsi ke dua. Randy adalah pangeran es yang dari setahun lalu Nana harapkan. Ia ingin menjadi lady nya, ingin menjadi bagian part dalam hidup Randy.

Tapi, melibatkan papi dalam urusan ambisinya adalah kecurangan. Nana hanya ingin Randy melihatnya sebagai orang yang memang Randy imginkan. Bukan karna campur tangan sang pemilik perusahaan yang notaben ayah dari cewek yang naksir berat sama tukang es.

Yah, meskipun rasanya amat susah mendekati hati Randy. Jangankan bentuk fisiknya, sosmed nya aja sukses bikin hati Nana caur duluan. Tiap kali si tukang es bikin snapwa, Nana pasti selalu komen. Entah itu cuma emoji atau pertanyaan-pertanyaan gak guna.

Kayak waktu itu pas tukang es bikin status promosi kaos, Nana segala nanya ukuran M ada kan, ya? Terus waktu tukang es bikin status lagi main PS, Nana segala nanya PS berapa, Mas?

Dan semua balasan status yang Nana kirimkan hanya di read DOANG. Wah, gila. Nana gak habis pikir sama jalan pikiran dirinya sendiri. Udah tau hatinya di cabik sekali, kenapa dia ketagihan untuk dicabik berkali-kali?

"Btw, tadi Pak Ahmad nelfon sekretaris gue."

Nana langsung mengerjapkan mata waktu suara Dewa terdengar di telinga nya. "Pak Ahmad asistennya Papi?"

Dewa ngangguk.

"Ngapain dia nelfon asisten lo?"

"Cuma ngasih tau kalau tar siang Pak Juan mau dateng ke kantor, mau ketemu gue. Katanya sih penting."

Nana langsung manyun. Apa yang dibilang papi bukan kaleng-kaleng. Padahal semalam Nana udah mohon-mohon supaya bukan Dewa yang dimutasi. Tapi, papi cuma nawarin dua pilihan yang gak mungkin Nana pilih.

"Wa," Nana menghela nafas saat Dewa menatapnya. "Kalau bokap gue kepengen mutasiin lo ke Bandung, lo mau gak?"

"Ya mau lah."

Respon Nana waktu itu malah ngegebrak meja, membuat Dewa kaget pun begitu dengan meja di sebelahnya.

"Kok lo mau sih?"

"Ya, kenapa enggak? Bandung cewek nya manis-manis."

"Sesuai dugaan," batin Nana.

"Gue juga udah lama mikirin buat cabut dari Jakarta. Udah mulai bosen di sini, sumpek. Kalau emang ada pilihan buat pindah, ya gue pindah." Dewa mengambil telapak tangan Nana yang memerah. Cowok itu menggosok ke dua telapak tangan sahabatnya secara bergantian. "Besok-besok jangan nabok meja, kebiasaan."

Nana menarik ke dua tangannya dengan paksa, ogah dipegang-pegang Dewa kalau suasana hatinya lagi pancaroba kayak gini.

"Terus lo gak mikirin gue?"

"Ngapain gue mikirin lo, emang lo utang."

"Waaaaaaa!" Nana menghentakkan kaki sebelum manyun-manyun. Nana tau banget kalau kelakuannya bakal menarik perhatian sebagian pengunjung Mcd, tapi bodo amat ah. Mereka gak bakalan ketemu lagi ini.

"Emang papi lo ada niatan buat mutasiin gue?"

"Lo pikir?"

"Kalau emang beneran, kan sabtu-minggu kita masih bisa ketemu. Kalau gue gak sibuk banget tar gue yang nyamperin lo ke Jakarta. Jumat pulang kerja gue berangkat, pulang ke Bandung nya minggu malem, insyaAllah, kalau gue gak capek banget."

"Kalau gue pulang malem terus minta jemput, gimana? Kalau gue mau kondangan, gimana? Kalau gue kepengen nonton film setan, gimana? Kalau tiba-tiba gue laper terus gak ada yang nemenin, gimana? Emang lo mau gue berangkat sendirian?"

Amantes Sunt AmentesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang