Kue Pastri Terakhir

Start from the beginning
                                    

***

Tak terasa sudah 10 tahun lamanya D mendekam di penjara. Perawakannya sudah jauh berbeda saat dia pertama kali masuk penjara. Badannya kini kurus. Jenggot dan jambang menghiasi mukanya. Rambutnya acak-acakan tak pernah ia sisir. Orang-orang luar tak akan mengenali sosok chef pastry tersohor itu lagi. D sekarang lebih dikenal dengan nama Cep. Permohonan grasinya baru saja ditolak minggu lalu dan teman-teman penjaranya hendak "merayakan" hal tersebut dengan membuat pesta kecil.

Meski penjara mengekang tubuhnya, passion dan kecintaan Cep terhadap kue pastri tidaklah padam. Di waktu-waktu tertentu, dia membantu bagian dapur untuk membuat kudapan, seperti saat hari ulang tahunnya. Saat-saat special itulah, penghuni losmen prodeo seperti mendapat santapan langsung dari surga. Meja-meja disusun rapih bagai menyambut jamuan makan agung. Setelah menyantap kudapan hasil "Jari-jari Tuhan" Cep, mereka merasa dosa-dosa mereka diluluhkan dan segala kejahatan mereka diampuni. Pujian-pujian kepada Tuhan terlantun pada tiap kunyahan kue-kue tersebut. Jiwa mereka terberkati dan perut mereka terkasihi oleh siraman kenikmatan setingkat nektar surgawi.

Maka, di tiap hati kecil penghuni penjara, terbesit harapan agar permohonan grasi Cep selalu ditolak. Takut jiwa meringis mereka tak bisa dibasuh lagi dengan segumpal kudapan terlezat yang pernah mereka cicipi. Pesta-pesta kecil akan dilakukan setiap penolakan itu datang, dengan dalih untuk menguatkan hati Cep agar tetap tabah. Cep hanya dapat menerima perhatian teman-temannya dengan hati yang gamang. Dia sudah kerasan di penjara tapi angan-angan kebebasan terlalu manis untuk dia campakkan dari pikirannya.

Cep bersyukur mendapatkan teman-teman yang tidak hanya "baik" namun juga lebih bermoral dari orang-orang di dunia bebas. Tentu saja, mereka semua bersalah, namun itu tidak menjadikan mereka menjadi "jahat". Selalu ada alasan kuat pada tiap tindakan salah mereka. Dan satu hal yang Cep pelajari dari tiap kejahatan mereka, bahwa semua yang mereka perbuat didasarkan pada rasa cinta yang berlebih terhadap sesuatu. Cinta itu begitu kuat hingga mengkorupsi hati mereka dan merubah jiwa mereka yang lemah menjadi kebencian. Sekat cinta dan benci mereka begitu tipis hingga tersamarkan bagi jiwa pendosa.

Dan pemikiran itu makin dikuatkan pada suatu hari yang tidak pernah Cep sangka. Hari dimana penebusan sumpahnya akhirnya dijawab oleh Tuhan.

***

Hari ini hari ulang tahun Cep ke-50. Hari ini pula penjara kedatangan seorang penghuni baru. Seorang laki-laki paruh baya yang terbukti membunuh dan memutilasi seorang wanita cantik berambut pirang. Dia dihukum mati dan eksekusinya akan dilaksanakan bulan depan. Laki-laki itu terlihat kuyu namun terbesit kepuasan di singgung bibirnya. Laki-laki itu ditempatkan di ruangan sel samping Cep.

Cep menawari kue pastri buatannya yang dia simpan di dalam toples melalui celah jeruji sebagai salam perkenalan. Laki-laki tersebut menerimanya karena perutnya sudah diserang lapar yang sangat. Sekejap dia memakan kue tersebut dan terkejut dengan rasa kue tersebut. Dia tidak habis pikir, di ruang sempit, pengap, dan bau ini terdapat sejumput kenikmatan yang sudah lama tidak dia rasakan. Tak terasa air matanya mengalir menetes.

"Sudah lama aku tidak merasakan kue seenak ini. Terakhir kali aku memakan kue seenak ini pada saat aku masih sangat mencintai wanita yang kubunuh itu. Dan demi mendapatkannya, aku rela melakukan apapun demi dia, bahkan sampai tega membunuh." Laki-laki itu berhenti sejenak untuk memakan kembali potongan kue pastri.

"Tapi cinta kami terlarang. Dia sudah menikah dengan seorang pria kaya. Aku hanya juru masak di rumah pria kaya tersebut. Kami berdua jatuh cinta. Di malam-malam gelap tanpa rembulan, kami menyelinap ke kebun-kebun untuk melepas kerinduan. Dan akhirnya aku tahu, bahwa dia tidak pernah mencintai suaminya dan pernikahan mereka hanya karena perjodohan." Cep masih terdiam dan menyimak cerita laki-laki tersebut.

"Dan akhirnya kami memutuskan untuk membunuh suaminya. Tapi kami tidak melakukannya di rumah karena akan terlalu mencurigakan. Kami tahu, suaminya mempunyai kebiasan makan siang di luar pada hari selasa di sebuah restoran di tengah kota. Lalu kami bersepakat untuk melakukannya di tempat tersebut." Laki-laki itu memakan potongan terakhir kue tersebut dan meminta lagi kue tersebut kepada Cep.

"Aku melamar sebagai pekerja di restoran tersebut menjadi asisten pembuatan kue pastri. Untuk mendapatkan kepercayaan, aku bekerja hingga 1 tahun lamanya sebelum menjalankan rencana itu. Di hari pembunuhan, dengan cepat aku memasukkan racun ke adonan kue tanpa ketahuan. Sebagian aku oleskan di baju head of pastry chef. Dan kau tahu? Semua berjalan mulus. Chef itu menjadi tersangka, pria kaya itu meninggal, dan wanita itu menjadi pewaris kekayaannya." Laki-laki itu menyeringai lalu tertawa dengan getir.

"Ha.. Ha.. Ha.. Dan aku pikir semua akan menjadi indah bagi kami. Tidak! Ternyata wanita iblis itu hanya memanfaatkanku. Setelah harta itu jatuh ke tangannya, dia mencampakkanku dan menikah dengan pria kaya lain. Selama bertahun-tahun aku berusaha mendapatkan hatinya kembali. Namun, aku keliru, tidak pernah ada hati dari awal disana, yang ada hanya kebusukan dan kebohongan. Aku hanya mengejar angan kosong. Hingga akhirnya cintaku membunuhku sendiri dari dalam. Aku menjadi mati rasa. Dan melakukan pembunuhan sekali lagipun tak ada bedanya bagiku. Cintaku menjadi benci. Dan jurang kebencianku begitu dalam, hingga tak terasa tubuh wanita itu sudah aku potong-potong hingga tak ada yang mengenalinya lagi." Lalu laki-laki itu terdiam sejenak. Mukanya mengernyit mengingat sesuatu.

"Dan kau tahu, anehnya rasa dan bentuk kue pastri ini sama persis dengan kue buatan chef itu. Aku lupa nama kuenya. Dari mana kau dapatkan kue ini?"

"La Paris. Aku sendiri yang membuatnya." Gumam Cep pelan.

Laki-laki itu sontak terkejut. Mendengar kata-kata Cep dari balik dinding itu seketika membuat perutnya mual bagai ada tangan tak terlihat meninju dengan keras. Seluruh kue yang dia makan dimuntahkannya kembali. Laki-laki itu tersedak hebat. Jantungnya berdebar kencang, nafasnya tersengal-sengal. Perutnya terasa seperti terbakar dan melilit keras.

"Tenanglah, racun di dalam kue itu tidak sebanyak racun yang kau pakai dahulu. Kau akan merasakan sakit sedikit lebih lama. Bersyukurlah, karena akhirnya kau akan bertemu kembali dengan kekasihmu itu di neraka."

Malam itu tanpa bulan dan bintang. Tapi terasa begitu terang dan damai. Sepotong kue La Paris masih tersisa di toples. Dengan nafas panjang, Cep mengambil kue tersebut dan memakannya. Dengan santai dia berbaring di ranjang untuk beristirahat dengan tenang.

Kue Pastri TerakhirWhere stories live. Discover now