Tapi ia perhatikan Angella tampak seperti sudah terbiasa. Bahkan tanpa ia menunjukan arah pun gadis itu seakan tau kemana dan jalan mana yang harus di ambil untuk sampai di ruang makan khusus tuan Rafael.

Angella melangkah ke sebuah ruangan yang tampaknya di jadikan tempat santai dan sebuah perpustakaan. Rak-rak dengan buku - buku berjejer rapi, lukisan indah diletakan di dinding tengah dan di bawahnya terdapat sebuah meja dengan kursi di masing-masing sisinya.

Puas menjelajah seisi ruangan kini kaki Angella melangkah ke sebuah pintu yang terbuka lebar. Pemandangan di depannya adalah sebuah balkon yang mengarah langsung pada hamparan rumput hijau dan sebuah danau buatan yang terlihat begitu indah.

Disana terdapat sepasang kursi dan meja yang di atasnya telah di tata dengan rapi dengan aneka makanan. Tiba-tiba Angella merasakan perutnya keroncongan melihat suguhan menggugah selera itu.

Rafael bersandar dengan santai pada tralis pagar, kedua tangannya ia masukan ke dalam saku celana, angin sepoi-sepoi membelai helaian rambutnya yang sedikit panjang.

"Duduklah dan kita makan." Ucapnya dengan pandangan geli melihat Angella yang sepertinya akan meneteskan air liur jika tidak segera di beri makan.

Semua yang berada di atas meja adalah makanan favorit Angella. Tanpa peduli jika di depannya ada seorang pria asing gadis itu melahap apa saja yang dapat masuk ke perutnya.

Kenapa Angella menyebutnya pria asing karena di kehidupan ini ia dan Rafael memang baru saling mengenal. Meski pada kenyataannya Angella sama sekali tak merasa asing baik terhadap pemilik rumah dan rumahnya.

Melihat cara makan Angella yang tampak tak malu sedikitpun membuat Rafael sedikit lega. Sejak melihat gadis itu pingsan beberapa jam lalu membuatnya panik, ia langsung membawanya pulang dan menghubungi dokter. Namun dokter hanya mengatakan jika Angella hanya kelelahan.

Itu sebabnya ia memerintahkan kokinya untuk memasak semua makanan favorit gadis ini yang ia ketahui dari laporan penyelidikan data pribadi Angella.

"Makanlah pelan-pelan, tidak akan ada yang mengambil makananmu." Ucap Rafael sambil memotong steaknya dan menyuapkannya dengan gaya elegan.

"Ah, akhirnya." Ucap Angella dengan ekspresi puas melihat semua makanan di depannya habis tak bersisa.

"Terimakasih atas tumpangan dan makanannya. Ini sudah hampir malam. Sebaiknya saya pulang dulu." Ucap Angella seraya bangkit dan hendak pergi..

"Tunggu!"

Suara Rafael menghentikan Angella yang hendak melangkah, gadis itu menatap pria yang tampak masih menikmati santapannya.

"Kau akan pergi begitu saja?"

Angella menurunkan pandangannya dengan senyum kecil terukir di bibirnya. "Tentu. Apa ada sesuatu yang anda ingin katakan?"

Pertanyaan bernada kelewat santai itu entah kenapa terdengar begitu menyebalkan di telinga Rafael. Pria itu meneguk minuman di depannya, kemudian membersihkan bibirnya dengan tisu sebelum menatap gadis pemilik mata coklat yang kini tengah merapikan helaian rambutnya yang tertiup angin seraya balas menatapnya.

"Kau tidur di rumahku. Memakai pakaian yang di siapkan pelayanku dan makan makanan yang di masak kokiku. Namun kau dengan entengnya hanya mengatakan terimakasih?"

Angella hanya berkedip dan tertawa pelan mendengar ucapan Rafael.

"Apa aku meminta semua hal itu?"

Rafael mengerutkan kening mendengar jawaban Angella.

"Aku tak pernah meminta kau melakukan semua itu. Kau yang melakukannya atas keinginanmu sendiri. Jadi.. aku hanya bisa mengucapkan terimakasih sebagai balasan."

"Kau.." Rafael benar-benar tak bisa berkata-kata mendengar jawaban Angella.

Angella sekali lagi mengucapkan terimakasih sebelum pergi. Rafael berdiri di tempatnya sampai siulet Angella menghilang dari pandangannya.

"Gadis ini benar-benar..."

Ia benar-benar tidak tau harus bagaimana menggambarkan perasaannya kini. Namun yang jelas ia tak merasa kesal sedikit pun meski Angella memperlakukannya seperti itu.

Tbc...

❤❤

Jangan lupa tinggalkan vote dan coment-nya ya. Biar makin semangat nulisnya.
Bye bye

29 Oktober 2019

My Angel Is My Beautiful Devil - Sudah TerbitWhere stories live. Discover now