11

1K 127 53
                                    

:: Selamat Membaca ::

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

:: Selamat Membaca ::

|

|

Jiyeon mengerjapkan mata, menyesuaikan pandangan yang buram, dengan berhati-hati berusaha duduk, mengelus-elus perutnya yang membuncit saat dia merasakan sebuah pergerakan di perutnya. Mata JIyeon menyisir sekeliling ruangan, dia berada di balik ruang kerja sang suami, dimana Moonbin? Pikirannya menjadi muram saat memikirkan Moonbin. Jiyeon berdiri, mencoba untuk berlari ke luar ruangan, namun dengan perutnya saat ini menjadi hal yang tidak mudah. Dengan cepat Jiyeon keluar dan menemukan sang suami sedang mendiskusikan sesuatu di ruang pertemuan bersama dengan anggota klan Infinite yang lain. Jiyeon menjerit kencang sangat berbeda dengan dirinya yang pendiam, Jiyeon bukanlah seorang yang berapi-api, dia sangat tenang terhadap semua hal yang telah dilakukan orang-orang itu kepada dirinya namun kali ini dia tidak bisa berhenti berteriak marah. Jiyeon tidak bisa, tanpa anaknya dia seperti cangkang yang kosong, semua mata menuju kepadanya, dengan cepat Sungjong berdiri dan berlari menghampiri, memeluknya, Jiyeon bersandar di bahu Sungjong, Jiyeon tidak bisa mengontrol tubuhnya yang gemetaran.

"Aku bertanya dimana anakku?" Jiyeon berteriak, menangis di waktu yang bersamaan. Jiyeon berjalan pelan menuju suaminya, yang hanya mampu menatap lantai, Jiyeon berdiri di hadapan sang suami, matanya melotot dengan tatapan menuduh, Myungsoo tidak berani menatap mata Jiyeon yang indah, lelaki itu takut dia akan hancur juga, dan saat ini bukanlah waktu untuk terpuruk, dia harus menemukan Moonbin lebih dulu, anaknya yang lebih penting.

"Ini kesalahanmu, brengsek! Ini semua kesalahanmu. Kenapa mereka menculik anakku? Itu semua karena pekerjaanmu," Jiyeon menangis, sesenggukan sambil memukul dada Myungsoo.

Myungsoo menatap istrinya yang gemetaran, yang sedang terpuruk, wajahnya sangat pucat dan penuh keringat, rambutnya melekat di dahi dan pipi. Apakah hal yang aneh saat dia berpikir istrinya saat ini terlihat sangat cantik?

Jiyeon memukuli Myungsoo dengan tangannya yang ramping, Moonbin adalah hidupnya, tanpa Moonbin, Jiyeon tidak punya lagi keinginan untuk hidup.

"Kenapa kau tidak menjawabku?" Jiyeon terjatuh duduk, Sungjong membantu memegangi dirinya supaya tidak terjadi benturan keras yang mempengaruhi bayi di kandungannya. "Selama hidupku, aku selalu melakukan apa yang orang perintahkan padaku, Jiyeon ini, Jiyeon itu, aku selalu menurut. Aku hanya ingin anakku! Kenapa mereka mengambil anakku? Moonbin masih sangat kecil, dia tidak tahu apa pun, kasihan sekali anakku." Jiyeon memeking sambil memukul-mukul dadanya, menatap setiap orang yang ada di ruangan. Mereka menghindari untuk menatap Jiyeon yang menangis. Jiyeon sangat rapuh sampai menyakitkan bagi mereka untuk melihat gadis itu.

"Jiyeon-ah, jangan membuat stress dirimu, bagaimana dengan anak perempuanmu, kau sedang hamil. Tolong sedikit tenang, kami akan menemukan Moonbin." Sungjong berkata, mengusap air mata di wajah Jiyeon, mengusap-usap punggung Jiyeon. Bagi Sungjong, Jiyeon sudah seperti kakak perempuannya, dia tidak suka melihat Jiyeon menangis, tentu saja Sungjong merasa dipermainkan dengan semua kejadian ini, tetapi Jiyeon jauh lebih penting baginya.

How We Fall in LoveWhere stories live. Discover now