prolog

23 5 6
                                    

17 Oktober

Hidupnya kusut, wajahnya kusut, pikirannya juga kusut. Setrika membutuhkan energi sebesar 300 watt untuk meluruskan pakaian. Bagimana manusia? Mau disetrum dulu biar senyum? Mau dipanaskan dulu biar hidupnya lurus?

Di kota ini, hidup memang selurus papan setrikaan. Mulus, tanpa landai tanpa cela. Kita dihadapkan dengan pagi-pagi sekali bangun tanpa merasakan apapun. Sepertinya kita juga tak begitu mengerti apa yang kita rasakan pertama kali saat bangun tidur. Barangkali senang bagi orang yang antusias, barangkali gelisah bagi  yang melempem, atau malah  hanya malas saja seperti kebanyakan orang. Tapi toh kita tak cukup punya banyak waktu untuk sekedar ingin  tahu. Dipikir-pikir lagi, apakah begitu penting untuk kita tahu, apa yang pertama kali kita rasakan saat bangun tidur? Kita tak mau buang-buang waktu, mari lanjut makan.

Biasanya nasi goreng, bubur, kupat tahu, sereal, roti bakar, nasi kuning. Tak masalah juga selagi enak. Kitakan tak perlu makan lobster saus teriyaki yang begitu mewahnya untuk sarapan orang biasa. kalau orang luar biasa itu biasanya makan apa? Makan tak makan juga mereka bisa. Tak akan pula mereka merengek tak makan nasi, tak bisa menyeruput kuah mie instan, atau karena tak minum susu segar di pagi hari. Tapi jangan kaget bila suatu hari, air laut tiba-tiba kering  diseruput mereka sampai habis. Itu jika batu kesabaran yang mengganjal perut sudah menjadi abu. Tapi tenang dulu. Bahkan sampai orang luar biasa itu busung lapar, batu kesabaran masih belum menjadi abu. Nah, mari kita mandi.

Ada orang mandi di sungai. Ada orang mandi di kolam renang. Ada orang mandi di laut. Bermacam-macam kita punya air tapi kenapa masih juga bau badan. oh, kurang sabun. Bah, kita kalau mau wangi ya jangan pakai sabun. Pakai saja detergen sekalian biar kulit-kulitmu itu bersih bening seperti tanpa noda. Gigimu itu tak usah disikat juga. Rendam saja pakai bayclin biar putih, seputih kertas hvs sekalian biar kita puas. Kalau sudah wangi dan bersih, mari berangkat.

Mari kita lalui kemacetan bersama-sama. Supirmu menatap jalanan dengan mata kosong. Tak ada maksud apa-apa karena kita juga tak begitu peduli dengan apa yang ia pikirkan. Kita main hp saja, nanti juga tiba-tiba sampai tujuan. Tapi kalau kau jalan kaki, Kau pasti bebas kemacetan. Sudah gila, jalan kaki 20 Km biar tidak macet. Kita naik sepeda saja! Ceritanyakan kita orang-orang baik yang paham betul tentang persoalan lingkungan. Tak perlu kaca mobil untuk melindungi kita dari jalanan. Helm juga sudah cukup. Paling-paling kalau jatuh, lutut lecet-lecet sedikit, tak akan mengalami peristiwa di film seperti mobil terguling, terbakar, lalu meledak. Nah, akhirnya selesai juga kita memilih kendaraan yang pas untuk pergi. Entah pergi ke kantor ataupun sekolah. Dua-duanya mirip kalau kau sadar.

Sudah saatnya kita berbaur dengan jalanan. Nanti kalau kita berbaur dengan jalanan, siap-siap ikut beraroma. Aroma rutinitas yang begitu bacin dan pekat.

Selamat menempuh hidup, orang berbahagia.

Sialnya, aku pula orang yang berbahagia itu.

-Melani

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 17, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Yang tak terdefinisiWhere stories live. Discover now