02 | Seorang Pedofil?!

169K 10.8K 453
                                    

Karena ada yang komen pengen cerita ini lanjut, aku tentu senang.

Makasih untuk kalian yang baca part pertama. Dan semoga, kalian juga suka di part keduanya.

Selamat membaca, jangan lupa beri vote dan komennya.

***

Duda, duda, dan duda. Satu kata itu selalu mondar-mandir di kepalaku. Masih teringat dengan jelas juga omongan Bang Gandra beberapa hari yang lalu.

Raka Narendra Mahawira itu kakak kelasnya. Mereka berteman di SMA, berlanjut sampai sekarang. Bang Gandra cuma bilang kalau Raka itu duda, tetapi tidak dengan alasan kenapa dia duda. Bang Gandra juga menyarankan kalau aku ingin tahu lebih jauh tentang Raka, sebaiknya aku bertanya langsung pada orangnya.

Soal lamaran, Papa dan Mama sudah menyetujui tanpa mendengar pendapatku. Keputusan mereka mutlak, tak bisa diganggu-gugat. Namun, untuk menentukan tanggal pernikahan baru sepenuhnya diserahkan padaku. Terdengar konyol, bukan?

Ada satu hal yang membuatku senang, yaitu hampir seminggu ini aku mogok bicara pada kedua orang tuaku. Kalau makan atau berkumpul di ruang keluarga, aku memilih mengabaikan mereka. Terkesan jahat memang, tetapi itu adalah bentuk lampiasan dari kemarahanku karena mereka sudah seenaknya mengatur-atur hidupku.

Saat ini aku sedang berkutat dengan laptop, membaca informasi beberapa kampus di Jakarta yang ingin kumasuki. Soal Paris dan cita-cita menjadi desainer sudah kubuang jauh-jauh, karena aku tahu itu tak akan pernah terwujud.

Ponsel yang kuletakkan di samping kiri laptop tiba-tiba bergetar, menandakan ada sebuah chat yang masuk. Dari layar yang menyala, menampilkan sekilas pesan WhatsApp dari nomor yang tidak dikenal.

+628xxxxxxxxxx : [Selamat malam Lilianna]

Keningku langsung berkerut. Dari tampilan profil yang kulihat, sebuah foto siluet perempuan mengenakan dress dengan rambut panjangnya berkibar.

Lili : [Siapa, ya?]

Lama tak mendapat balasan, aku pun memutuskan kembali berkutat pada laptop. Hampir dua puluh menit membaca macam-macam ulasan tentang beberapa jurusan, aku mulai mempertimbangkan beberapa pilihan. Ada satu kampus yang menarik minatku, termasuk jurusannya.

Besok kuputuskan untuk mengatakan pada Papa dan Mama kalau aku ingin berkuliah di Jakarta. Siapa tahu mereka akan senang, lalu memutuskan lamaran anaknya Om Anton dan Tante Erin.

Setelah itu aku mematikan laptop dan beranjak menuju kasur, bersiap untuk tidur. Namun, baru beberapa detik memejamkan mata, ponsel yang kuletakkan di atas nakas berbunyi. Tanganku langsung terulur mengambil benda tipis itu. Pesan lagi, masih dari nomor yang sama.

+628xxxxxxxxxx : [Mas Rendra]

Lagi-lagi keningku mengkerut. Rendra? Perasaan aku tak pernah kenal dengan seseorang yang bernama Rendra. Lagipula kenapa orang aneh ini menyebut dirinya 'Mas'? Aku jadi geli sendiri membacanya.

Belum sempat membalas, pesan lain kembali masuk.

+628xxxxxxxxxx : [Raka Narendra Mahawira]

+628xxxxxxxxxx : [Mas Rendra adalah panggilan khusus yang kamu sematkan buat saya]

Lili : [Maaf, aku nggak pernah merasa pernah manggil kamu dengan sebutan itu]

+628xxxxxxxxxx : [Dulu. Mungkin sekarang kamu tidak ingat, Anna]

Ada perasaan hangat yang menyusup saat namaku dipanggil Anna. Rasanya sudah lama sekali aku tak mendengarnya. Mendadak aku merindukan seseorang yang memanggilku dengan sebutan Anna.

Duda Ganteng Itu Suamiku (Completed)Where stories live. Discover now