Taehyung tertegun. Buka mulut ingin bicara, namun mengatupkannya lagi. Buka mulut lagi, tutup lagi.

Begitu terus.

Hingga akhirnya tawanya meledak.

"Lucu, hyung, dan ia juga suka permen kapas."

Sarkas.

"Terserah."

Yoongi lupa, jika Taehyung dapat dengan mudah memanipulasi orang-orang. Apalagi jika hal demikian berhubungan dengan ekspresi wajah dan intonasi bicara. Well, Kim Taehyung tidak mendapatkan nama besar di teater for nothing.

Adik sepupu yang beberapa jam lalu masih tak berhenti merengek, hidung memerah dan sangat berantakan; kini berubah seratus delapan puluh derajat kala presensi individu lain muncul. Outfit yang dikenakan juga turut andil, sih, tapi Yoongi tetap dibuat takjub dengan bagaimana Taehyung membawa dirinya detik ini.

Tanpa aba-aba, manik Yoongi berjengit tak suka, begitu pintu kamar Taehyung dibuka tergesa.

"Tentu saja ada kau." Kalimatnya terdengar simpul—Yoongi menegakkan diri dari posisinya duduk bertumpu kaki di kursi rias.

Ia menoleh pelan, berhura dalam hati karena Taehyung pun masih sibuk membenarkan anting-anting panjang yang bergoyang anggun.

"Sepupuku membutuhkanku, Mr. Jeon Jeongguk, kau bilang acaranya penting." Yoongi berujar datar; senyum tipis Taehyung membuat keduanya seolah berlaku kurang ajar.

Mengabaikan kalimat Yoongi, sang pemilik mansion lantas meniti langkah. Ia berdiri tak jauh dari Taehyung yang masih menyibukkan diri di depan cermin tinggi, di dalam walk-in closetnya.

"Terlihat dari bagaimana kau mendandani sepupumu sendiri." Kalimatnya mencibir, sejenak mengakibatkan Taehyung tertegun hingga menghentikan sebentar aktivitasnya. "You want him to be consumed by public's eyes? Membiarkan orang-orang bebas memandangnya tanpa batas."

"Untuk ukuran seseorang yang sering memenuhi lemariku dengan baju, kau sungguh tidak tahu caranya memberi apresiasi pada para designer, Jeongguk." Ia berkata lirih; masih sedikit syok lantaran kalimat Jeongguk sebelumnya terasa menyindir. "Aku akan handle dari sini, Yoongi hyung, terima kasih. Kau pulanglah, maaf aku menahanmu hingga sore begini." Taehyung dan bakatnya lagi; memenuhi suasana canggung itu dengan dua intonasi berbeda. Ia melempar senyum pada Yoongi, seolah mengirim permintaan maaf karena telah menyeretnya dalam kondisi tak mengenakkan.

Sepeninggal Yoongi, Taehyung membalik tubuh. Ia tak berkata apa pun, namun orang paling tidak peka saja seharusnya tahu; hazelnya menyiratkan kekecewaan. Mungkin stok sabarnya benar-benar sudah limit, tapi siapa tahu Taehyung punya cadangan—karena ia masih sempat menghela napas dan meleburkan seluruh atensi pada Jeongguk.

"Tolong jangan katakan hal menyakitkan pada Yoongi hyung. Aku tidak ingin dia terlibat di sini. Cukup kau dan aku saja," katanya, tidak berusaha menyembulkan nada persuasif di setiap kalimatnya. "Throw it all on me, I'll be fine. But not hyung. Please not hyung."

"Even when he made you dressed like this?" Jeongguk mengangkat sebelah alis; menantang.

"Define 'this'." Taehyung berucap; menyedekapkan lengan di depan dada. "If by this you mean like a slut, tell me. If you're not going to give me attention, I'll happily sought it from someone else." Rahang Jeongguk mengeras; nada Taehyung mulai terdengar panas. "Who knows, mungkin kau memberikan perhatianmu untuk jalang lain selama aku bermain-main dengan hadiah-hadiahmu."

Taehyung literally melonjak kaget saat Jeongguk menutup sebelah pintu walk-in closetnya dengan gerakan buas. Pandangannya getir; dan Taehyung tak mungkin melewatkan bagaimana napasnya pendek dan sulit.

[✓] Blank Marquee • KOOKVWhere stories live. Discover now