Bad Invitation

187 31 9
                                    

"Sa, katanya kamu indigo ya?"

Pertanyaan yang sama terdengar untuk ke sekian kalinya. Perhatianku yang semula hanya berfokus pada buku, kini teralihkan kepada si penanya. Aku bahkan tidak tahu siapa namanya, hanya pernah melihatnya berdiri beramai-ramai di antara gadis-gadis lain di lorong.

"Dengar dari siapa?" tanyaku sembari menutup buku.

Kucoba menetralkan ekspresiku agar gadis itu menerka-nerka jawabanku dalam hati. Di saat itulah dia akan menjawab dengan jujur darimana sumbernya.

"Ah, itu, kamu alumni SMP Nusa Bangsa kan? Kata temanku, yang namanya Arisa bisa ngeliat yang begituan," jawabnya.

Dari teman SMP, rupanya begitu.

Kutarik napasku panjang-panjang, lagi-lagi menyesali perbuatan yang kulakukan semasa SMP. Mengumbar bahwa aku bisa melihat sosok yang tak kasat mata adalah kesalahan besar yang pernah kulakukan. Kehidupan SMA-ku menjadi tidak tenang, padahal aku sudah sengaja pindah ke SMA yang jauh dari sana.

"Iya, aku alumni SMA Nusa Bangsa," akuku jujur.

"Kalau gitu, kasih tahu dong ada berapa hantu di sini," pintanya seenaknya.

Pertanyaan klasik ini sebenarnya sudah kudapatkan berulang kali, jadi aku tidak terlalu terkejut ketika mendengarnya.

"Sebenarnya di setiap tempat tetap ada, sih. Kalau disebutin jumlahnya, nanti kamu takut," balasku serius.

Yang benar saja, gadis di depanku langsung mengeledah sekitarnya dengan waspada, seolah-olah dia memang memiliki kemampuan untuk melihatnya. Aku tertawa dalam hati melihat reaksinya, jadi buat apa dia bertanya kalau pada akhirnya dia akan ketakutan sendiri?

"Begitu ya," sahut gadis itu mengelus sikunya.

"Iya," balasku singkat. "Sudah dulu, ya. Aku mau masuk kelas dulu."

Meskipun gadis itu telah mengiyakan, tapi tetap saja dia mengikutiku berjalan sampai ke kelas. Keadaan di lorong memang sedang sepi pagi-pagi begini. Banyak murid yang sudah datang dan memutuskan untuk tetap berada di kelas untuk menyalin pekerjaan rumah, aku hafal betul dengan tabiat siswa-siswi sekarang.

Saat duduk di kelas, aku bisa mendengar gadis tadi berbicara tentang kemampuanku kepada teman-temannya. Tentu saja aku bisa merasakan tatapan intens mereka kepadaku. Memang benar kata orangtuaku, manusia akan tetap merasa penasaran hingga mereka merasakannya sendiri.

... sama sepertiku, dulu.

Rasa kantukku datang dan rasanya ingin menguap, tetapi menyadari bahwa teman-teman sekelasku tengah memperhatikan, kurasa mereka hanya akan berakhir kaget melihat ukuran mulutku ketika menguap nanti. Akhirnya kuputuskan untuk menyimpan buku novelku di dalam laci, lalu tidur di atas tas sekolahku dan menutupi wajahku dengan jaket yang kubawa.

Ketika memejamkan mata pun, aku bisa merasakan beberapa tatapan masih tertuju padaku. Dasar orang-orang penasaran.

Mendapatkan perhatian seperti itu lagi, entah mengapa malah membuatku tidak jadi mengantuk. Namun tetap kulanjutkan acara pejam mataku, sambil mengenang masa lalu yang membuatku berada dalam situasi saat ini.

Entah apa yang kupikirkan tiga tahun yang lalu, karena tiba-tiba aku berceletuk tanpa berpikir panjang.

"Sebenarnya, aku bisa melihat hantu, lho."

Dan tentu saja, itu adalah kebohongan. Sekali pun, aku tidak pernah melihatnya.

"Hah? Serius?" tanya teman-temanku dengan antusias.

"Iya. Itu ada satu yang berdiri di sudut belakang pintu kelas, lalu ada yang duduk di jendela tempat tanaman praktek biologi kita diletakan," ucapku dengan lancar.

GenreFest 2019: ParanormalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang